Kamis, 16 Agustus 2012

Awal dari Suatu Akhir


Semuanya berawal dari malam ini, waktu ini.  Suatu perjuangan yang menurut kebanyakan orang yang sudah pernah melewati fase ini, dianggap sebagai yang terberat.  Namun demikian tanpa menyerah mereka berusaha menuntaskan apa yang telah mereka mulai.  Perjuangan dan pengorbanan (waktu dan fikiran serta tenaga) selama empat tahun sungguh saying mesti berakhir sia-sia.  Memang, banyak orang yang sukses meski tanpa gelar akademis resmi.  Contohnya? Banyak!  Dua pendiri perusahaan komputer terbesar di dunia misalnya, Bill Gates dan Steve Jobs.  Tapi apakah tanpa gelar menjamin kita menjadi seperti kedua oran hebat tersebut?  Meski tnpa gelar mereka berbekal pengetahuan dan kemampuan yang mumpuni.  Sedang kita?  Meski secara teori sangat mungkin kita mampu menggawangi profess tertentu tanpa pendidikan formal, namun hari gini pendidikan formal cenderung digaungka.  Demi selembar ijazah saja banyak oknum yang sampai hati menciderai pendidikan nasional.  UN terutama  kecurangan dimana-mana hanya demi memunculkan angka yang diaggap sempurna pada elembar ijazah.  Bahkan, bai yang telah mapan, tak sedikit yan engadakan jual-beli ijazah. Uppss…cukup melanturnya, mari kembali ke pokok bahasan.  Nah, dri mulai mala mini penulisakan berusaha semampu penuisuntuk konsisten dalam mengerjakan proyek terbesar sepanjang perjalanan studi penulis di Universitas.  Sejak malam ini hingga (mudah-mudahan berakhir di) akhir tahun ini, penulis akan mencoba fokus menyelesaikan tantangan terberat menuju gerbang ‘kebebasan’.  Bukan semata demi merih ijazah, ebih jauh sebagai pembuktian dan sebagai penyelesaian dari apa yang telah kita mulai.  Penulis sadar bahwa dibutuhnkan perjuangan yang tidak mudah untuk menyelesaikan ‘karya’ penulis ini.  Namun, dengan keyakinan dan erja keras, penulis pun yakin akan bis melewati fase ini engan lancer dan (tentu saja) sukses.  Maka dari itu, dengan megucap bismillahirrahmaanirrahiim misi penulis untuk menyelesaikan ‘karya’ pamungkas penulis di tingkat S1 ini dimulai! 

nb: penulis bakal meg-up dateperkembangan tiap bab-nya disini, I'm swear!

Jumat, 10 Agustus 2012

Kisah si Ibu


Makin hari, makin banyak aja yang brekelakar kalau penulis ini udah kayak ibu-ibu dalam makna denotatif.  Aihh..iya kali semua orang juga bakal mengalamifase itu walau ada beberapa yang hanya bisa mendapat pangilan itu tanpa merasakan peran yang sesungguhnya.  Hem..kembali ke penulis.  Selalu ada ibroh ya dibalik berbagai hal. Dalam hal ini, alih-alih ambil pusing sama sisi yang berlawanan dengan angka plus—anggapan kalau penulis makin terlihat matang (baca: berumur)—penulis sih cenderung mengambil sisi positifnya ya: sepakat kalau peulis sudah layak mendampingi dan didampingi seseorang.  Seriusan?  Ya kan, itu mungkin hikmah positifnya.  Ya, kalau iya, amiinkan saja.  Toh itu do’a yang positif.  Bosen juga ya melulu dikatain mirip ibu-ibu, yang artinya menyerupai, bukan iya jadi ibu-ibu.  Kan, enak bener adi ibu-ibu sekalian, ibu yang berpasangan dengan si Bapak.  Ya, gapapa deh jadi Ibu yang berembel-embel semacamibu guru dulu.  Itu ka nada Bapak guru sebagai pasangan.  Wehehe.  Udah ahh…ini sih Cuma sekedar intermezzo yang gak begitu penting.  Cuma intinya, kalau iya udah mantes jadi ibu-ibu ya semoga status itu buka sekedar panggilan, tapi relaitanya juga memang segera menjadi status. Semoga. #eehh  J

Kamu, kamu, kamu!











Kamu, kamu, kamu!
Aisshh….sebegitu lunakkah engkau sampai-sampai bisa diobral?
Kenapa engkau kerap kali muncul?
Hampir setiap hari malah,
Menggangguku saja!
Sudah, aku mengaku, aku sadar betul,
Memang bukan…aahh..bukan bukan, tapi belum.
Belum nasibku untuk menjadi bagian darimu.
Tentu bukan salahmu, bukan!
Ya, kau ini apalah bisa menentukan nasib seseorang.
Kau kan….ahh…kau…. rasanya tak perlu ku lanjutkan.
Tapi mengapa engkau selalu hadir seakan menggodaku.
Padahal kau tahu aku begitu menggilaimu,
Meski tak..ahh..belum mampu menggapaimu. Mengapa?
Sudahlah kumohon jangan godai aku lagi.
Batinku bisa memekik bila kau melulu menggodaku.
Meski hanya secara visual, meski hanya lewat serentetan gambar.
Oh, sungguh berhentilah sekaran gjuga! Kumohon..
Entah bagaimana nasib membawaku.
Apakah aku tak berkesempatan menjadi bagian darimu,
Atau harus cukup puas untuk sekali-dua saja menikmati buaianmu.
Ohh…biarlah sang waktu yang menjelaskan segala jawaban.
Dan jawaban itu merupakan takdir yang nyata bagiku, nantinya.
Bagiku dan tentangmu, tentang kita.


Jumat, 03 Agustus 2012

Tragedi London 2012: Ketika Bulu Tangkis Indonesia Berada di Titik Nadir


SELAMATKAN BULUTANGKIS INDONESIA!

“Prestasi Angkat Besi dan Aib Bulu Tangkis”

#MiriSedih membaca judul satu tayangan programdi salah satu TV Berita swasta.  Iya di satu pihak sebagai penggemar olah raga netral dan rakyat Indonesia penulis harus sepakat bahkan tersenyum simpul ketika membaca judul tersebut di lama mikroblogging; tapi sebagai pecinta dan pengikut kejuaraan bulu tangkis (khususnya atlet tanah air) penulis erasa itu JLEB BANGET, nusuk BGT sampe ke tualng-tulang!  Iya, gimana bahasanya aib, yang mungkin itu pun sudah salah satu istilah yang diperhalus..

Kekalahan Owi/Butet atas Xu Chen/Ma Jin seharri setelah insiden diskualifikasi Geysia Polii/Meiliana Jauhari seakan menggenapkan keapesan PBSI.  Hasil ini sebetulnya hanya pelengkap dari serangkaian prestasi minor yang ditorehkan para pemain Indonesia di berbagai ajang dan level kejuaraan pada era kepengurusan PBSI di bawah pimpinan yang sekarang *ogah sebut merek*.  Karena sebenarnya tanda-tanda ketidakberesan ini telah terlihat jauh sebelumnya, semenjak pemecatan dan pengunduran diri atlet papan atas dari PBSI, dua ajang Indonesia Open, Final Super Series, hingga yang masih hangat tentu saja kegagaltotalan tim Indonesia di ajang bergengsi Thomas-Uber Cup.  Sudah tim Uber hampir-hampiran tidak lolos ke babak utama, ehh..Tim Thomas untuk pertama kalinya sepnjang sejarah gagal melaju kefase Semi Final.  Masalahnya dimana? Pemain? Pelatih? Atau di pembinaan dan pengurus?

Jarang sih yang menyudutkan pemain dan pelatih karena ya bagaimanapun prestasi mereka selain berasal dari skill individu dan motivasi pribadi yang bersifat internal, juga mesti ditunjang oleh dukungan dari factor eksternal semisal pembinaan yang baik (regenarasi dan peningkatan jumlah jam terbang), perhatian yang mumpuni (dalam hal ini terutama fasilitas fisik dan jaminan kesejahteraan baik di dalam maupun luar kompetisi).  Oke, pemain pun ada andilnya terutama dari segi mental dan stamina.  Ini dua PR utama yang sekaligus jadi momok bagi kebanyakan atlet kita.  Kan tidak jarang sudah unggul jauh bisa terpangkas bahkan beberapa kali terkejar oleh lawan, hal yang rada mustahil dilakukan oleh atlet kita.  Nah, tapi balik lagi, pengurus juga berperan besar dalam membina mental dan fisik pemain.  Caranya? Digenjot lewat berbagai program latihan misalnya. 

Sekarang kalau para pengurus berdalih, sudah…sudah…nah, buktinya mana? Kan bukan sekali dua kali ketika gelar sudah di depan mata musti terlepas begitu saja karena kalah stamina sampai poinnya ketinggalan jauh di set ketiga, aatu bahkan memberikan poin percuma setelah banjir error dalam kondisi tertekan.  Kalau saja PBSI berbesar hati untuk berbenah diri setidaknya tidak egois dengan hanya mementingkan diri sendiri sehingga enggan melepaskan dii dari jabatan pengurus dengan hasil minor betubi-tubi, mungkin target mempertahankan tradisi emas bisa saja terwujud.  Tapi, mungin kegagalan dan kasus ini di sisi lain memberikan hikmah tersendiri yakni agar masyarakat sadar bahwa olah raga kebanggannya kini tengah berada di titik nadir.  Dan, lebih jauh kesadaran masyarakat ini mendorong gelombang ‘masukan’ bagi PBSI agar segera melakukan evaluasi besar-besaran.  Dan, yang terpenting jangan sampai evaluasi itu hanya berhenti di tahap sekedar WACANA.

Kita, masyarakat negeri ini, sudah terlalu lama dibiarkan kecewa, menanti prestasi yang tak kunjung membaik.  Memang dalam sejumlah event masih ada saja atlet kita yang mengharumkan nama bangsa, seperti pasangan Ow/Butet yang berhasil mengakhiri paceklik gelar All England.  Tapi, kalau dirunut lagi itu memang sudah dasar atletya mumpuni, bukan semata-mata kesuksesan PBSI.  Toh, beberapa kali terungkap adanya keluhan mengenai minimnya fasilitas dan lain-lain dari para penghuni Pelatnas Cipayung.  Sampai kapan kita dibiarkan menunggu untuk lagi-lagi dikecewakan kesekian kalinya? Ayolah, wahai para pengurus PBSI yang terhormat, jangan egois.  Yuk, evaluasi sejauh mana keberhasilan kinerja Anda-Anda.  Toh, PBSI ini bukan parpol yang meti dimonopoli.  Jika sudah tak sanggup, tolong berikan kesempatan pada yang lain untuk mengurusinya.  Ya, siapa tahu dengan begitu akan ada pencerahan bagi Bulu Tangkis Indonesia.  Akan ada kebangkitan kembali dari cabor yang tengah berada di titik nadir ini, nama Indonesia kembali disegani di kancah bulu tangkis internasional.  Semua itu bisa terwujud jika ada sinergisits antara para pengurus, atlet, pelath, pemerintah dan tentu saja masyarakat Indonesia itu sendiri.  Tapi, PBSI, sekali lagi itu dimulai dari organisasi yang Anda naungi.  Jadi, yuk, lakukan pembenahan dan bahkan (jika perlu) perombakan total, demi bulu tangkis Indonesia yang lebih baik. STOP WACANA, IT’S ACTION TIME! 



 

 




Selasa, 31 Juli 2012

Olimpiade London: Medali Perdana dari Angkat Besi



Akhirnya telur Indonesia pecah juga di Olimpiade London ini!  Eko Yuli dari cabang Angkat besi nomor 62 Kg Putra berhasil mempersembahkan perunggu bagi kontingen Indonesia.  Bersaing ketat dengan atlet Korea Utara, Kim Ong Guk,  di angkatan Snatch, di angkatan Clean & Jerk ia harus merelakan tertahan di posisi kedua.  Kim Ong Guk pada perlombaan kali ini menguasai jalalnnya pertandingan.  Bahkan luar biasanya ia memecahkan rekor olimpiade baik di angkatan snatch maupun clean & jerk.  Sebenarnya Eko Yuli sempat lama berada di posisi kedua sebelum di menit-menit terakhir, atlet Kolombia, Oscar, berhasil melakukan angkatan clean & jerk 177 Kg sehingga total poin akhirnya menyamai Eko Yuli, 217 kg.  Namun, Oscar yang unggul di beban angkatan Clean & Jerk secara otomatis menggeser posisi Eko Yuli ke peringkat tiga.  Beruntung, lifter China sekaligus juara dunia, gagal dalam dua angkatan Clean & Jerk terakhir.  Padahal, jika ia berhasil, ia akan merangsek ke posisi dua dibawah lifter Korea Utara yang sudah tak terkejar.  Dan, berida duka bagi publik tanah air bahwa lifter andalan Indonesia mesti terlempar di posisi 4.  Makanya, kegagalan lifter Cina disyukuri oleh kontingen Indonesia dan Kolombia.  Dengan raihan posisi ketiga, peraih emas SEA GAMES ini berhasil menyumbangkan emas pertama bagi kontingen Indonesia.  Dengan demikian, dari empat lifter yang berlaga, cabang angkat besi ini berhasil menyumbang satu medali.

POTENSI EKO YULI
Usia Eko Yuli yang baru menginjak 23 tahun diharapkan bisa menjadi genjotan baginya untuk membukukan hasil yang lebih baik di Olimpiade 2016 mendatang.  Dengan potensi dan usia mudanya bukan tidak mungkin bila ke depannya Eko bisa mempersembahkan emas.  Kan, cabang ini bersama bulu tangkis selalu menjadi cabang potensial dan langganan penyumbang medali bagi kontingen Indonesia di berbagai multievent internasional.  ya, paling tidak medali emas ASIAN GAMES harus masuk dalam buruannya sebelum meraih emas olimpiade.  tapi tentu tidak akan mudah mengingat saingannya adalah seorang Kim Ong Guk dan juga lifter Cina yang masing-masing berstatus juara Olimpiade dan juara dunia.  Namun, sekali lagi Eko Yuli dengan potensi dan usia mudanya sangat berpotensi menembus posisi teratas di level ASIA bahkan dunia.  Tinggal kini bagaimana konsistensi dan pembenahan angkatan hingga ia pun bukan sekedar merangsek ke posisi teratas, tapi juga sekaligus memecahkan rekor Asia dan dunia tersebut.  GO EKO YULI!

Prestasi Cabor Angkat Besi di Olimpiade London
Secara keseluruhan, cabang angkat besi telah memberikan yang terbaik.  Sekalipun tiga lifter lainnya, masing-masing Jadi Setiadi, Citra Febrianti, dan Muhamad Hasabi belum berhasil menyumbang medali, tapi paling tidak ketiganya telah memberikan yang terbaik.  Jadi Setiadi misalnya berhasil menempati standing di posisi kedua grup.  Sayang, grup lainnya lebih tangguh sehingga ia tergeser dari jajaran peraih medali.  Pun dengan Muhammad Hasabi yang bertanding di kelas yang sama dengan Eko Yuli.  Ia yang berada di grup B yang bertanding lebih dahulu dari grup A, tempat Eko Yuli berada, sebenarnya berhasil menjadi yang teratas di grup-nya.  Sayang ketangguhan para lifter di grup A melemparnya ke posisi 6 di klasmen akhir.  Adapun nasib satu-satunya lifter putri yang berlaga di kelas 53 kg, harus puas berada di posisi 5 klasmen akhir.  Nah, menilik hasil tersebut, tentu tidak bisa dibilang kalau hasil yang dibukukan oleh cabor angkat besi ini kurang memuaskan.  Apalagi masih ada peluang medali dari lifter Deni dan Triyatno yang sama-sama berlaga di kelas 59Kg.  semoga masih ada tambahan medali dari cabang ini.  Bagi penulis pribadi ya, melihat usaha para atlet Indonesia, ya inilah yang terbaik untuk saat ini.  Adapun harapan ke depannya, tentu saja ya minimal tiga perunggu di olimpiade ini.  Bisa, penulis yakin,  asal pembinaannya baik dan para atletnya konsisten serta disiplin.  Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, kan? GO INDONESIA GO!

Catatan Ramadhan 1433 H: Fenomena Ramadhan


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhYTjOSAyDalxbcgBPn8gNlqYiBhvMDF5U4ZH591kEHemR3clt71VRRjk5KHK9aaixmowTDzuVUJKkUOCmKaAld44RViJr7YoWGqDcpN3M5K0uqT9YqKSsgzBlOwcUOpwjzA8SZBqEaKao/s400/Foto030.jpg

Ramadhan yang hanya berlangsung selama 29-30 hari saja umumnya berlangsung semarak.  Semarak disini maksudnya dipenuhi berbagai hal yang khas, baik bersifat konkrit seperti makanan dan jumlah jamaah di masjid-masjid ataupun abstrak seperti suasana.  Makanan, hampir setiap sore berbagai titik keramaian biasa dijejali oleh berbagai pedagang makanan yang menjual berbagai penganan khas Ramadhan semacam kolak hingga jajanan biasa seperti kue-kuean, goreng-gorengan, dll.  Jamaah masjid.  Yah, selayaknya angkutan umum yang jumlah penumpangnya melonjak hingga berkali lipat di masa mudik, nah begitupun masjid-masjid ini, yang biasanya Cuma 1-2 shaf bisa berlipat hingaa 4-6 shaf, bahkan di awal-awal sampai banyak yang tidak kebagian lapak.  Nah, itu sih fenomena umum ya.  Sekarang yang ingin penulis bahas lebih ke fenomena-fenomena (yang menurut penulis pribadi a.k.a IMO) unik di bulan seribu bulan ini.  Nah, biar gak pusing bagi para opengunjung yang kebetulan mampir dan baca artikel ini, penulis akan memaparkannya dalam bentuk poin per poin.

# Seni Menanti Bedug: Nikmatnya Berbuka

Bedug, tabuhannya  yang di hari biasa pun sering terdengar menjadi momen yang paling dinantikan oleh seluruh muslim yang menjalankan ibadah Shaum Ramadhan.  Ya, bagaimana tidak, kan setelah selama lebih dari 12 jam menahan lapar dan dahaga, suara bedug maghrib menjadi start untuk kembali menjejali lambung kita dengan berbagai serpihan makanan, bahan bakar untuk kerja lambung kita lah.  Nah, karena itu pula momen berbuka jadi momen yang paling nikmat….bagi yang shaum.  Kalau yang gak shaum?  Jangan mungkirin kata hati lah, sengerasa nikmat apa maksa buat menikmati buka bak orang shaum, penulis sih yakin ya mereka yang semestinya shaum tapi karena berbagai hal yang tidak syar’i nan urgen lebih milih tetap makan minum atau sekedar merokok di tengah hari saat muslim lainnya tengah berjuang menahan perut yang keroncongan, tenggorokan dan bibir yang kering, kalopun iya bisa menikmati, kadar kenikmatannya jauh dibawah mereka yang shaum.  Buka puasa mungkin tak ubahnya makan malam kepagian buat mereka, nah buat yang shaum ya semacam makanan pembuka sebelum santap malam.  Dan karena membuka setelah sekian lama vakum dari makanan dan minuman, ya nikmatnya luar biasa.  Pokoknya gak ada yang lebih nikmat dari berbuka puasa.  Saking nikmatnya, jenis penganan berbuka menjadi tidak lebih penting dari momen bukanya itu sendiri.  Kalaupun kebetulan makanannya juga lebih dari sekedar nikmat…ya itu mah bonus..paket spesial.  Nih ya sekali lagi, semua kenikmatan ini perlu dicatat hanya berlaku 100% untuk mereka yang shaum, yang enggak….ya kalau misalkan pas penulis lagi gak shaum karena emanang dilarang sama agama sih biasa aja…gak tau ya buat yang menyengajakan tidak shaum (di luar mereka yang non muslim ya, itu mah lain soal, mereka kan tidak ada tuntutan buat shaum). 

# Semarak Berhijab
Apakah ada di antara pengunjung yang budiman termasuk anggota hijabers?  Ya, terlepas dari atau tidak, hijabers kini menjadi fenomena tersendiri khususnya di kalangan fesyen muslimah.  Semenjak hingar binger hijabers, nampaknya semakin banyak yang tertarik (entah ya termasuk tergerak hatinya atau tidak, wallahu’alam) untuk membungkus bagian kepalanya (umum dikenal—bukan berarti dimaknai—dengan   berhijab).  Satu tren positif sebenarya, dari sudut pandang dakwah.  Ya, masalah kaffah atau tidak biarlah itu menjadi urusan personal yang bersangkutan dengan sang Maha Mengetahui.  Toh kita ini Cuma bisa sekadar memberi pendapat dan tidak layak memberikan penghakiman, sama-sama makhluk.  Hey, let’s move on.  Nah, biasanya di bulan Ramadhan ini biasanya kuantitas hijabers—meminjam istilah komunitas hijabers, mengacu pada mereka yang mengkerudungi kepala mereka dan lebih menutupi aurat mereka—meningkat cukup signifikan.  Ada yang sekedar berhijab khusus di bulan suci ini saja, atau syukur-syukur yang istiqamah untuk terus berhijab.  Adem kan ya rasanya melihat para hijabers berkeliaran di banyak tempat selama Ramadhan ini.  Subhanallah.

# Toleransi di Bulan Ramadhan


Nah, sekarang mengacu pada kedua poin di atas, sebenarnya hal yang sangat ingin penulis soroti disini ialah perihal toleransi.  Dan, toleransi disini berkaitan dengan dua poin di atas.  Masalah makan dan makanan serta berbusana.  Maaf, sebelumnya maaf, ini hanya artikel pribadi yang berisi pandangan pribadi penulis berdasarkan pengamatan pribadi penulis terhadp kedua fenomena di atas selama beberapa tahun trakhir *ceileeh*.  Nah, pertama perial makanan dan makan atau aktivitas apapun yang bersifat membatalkan shaum.  Tidak jarang penulis mendapati orang yang asik saja merokok di siang bolong atau bahkan tanpa sungkan nongkrong di warung nasi pinggir jalan.  Ataupun sekedar menegak minuman dingin yang justru jauh lebih menggoda daripada makan di siang bolong.  Oke, sekali lagi konteksnya disini ialah bagi sesama muslim ya, bukan yang non muslim.  Miris sih kadang, sebegitu addict-nya sampai tidak bisa tidak menghisap rokok barang 12 jam.  Tapi, yasudahlah, mungkin mereka punya alasan kuat tersendiri, masalah keyakinan barangkali (keyakinan disini bukan bersifat kepercayaan terhadap satu agama tapi lebih pada ideologi).  Ahh..sekali lagi penulis sebagaimanusia biasa tidak berhak menghakimi bahwa mereka salah, dosa, dll.  Yang jelas sepemahaman penulis mereka yang makan minum merokok di siang hari itu berarti tidak shaum.  Gak berani ya penulis bilang itu batal, kan belum tentu juga mereka berniat shaum.  Apa kalau tidak niat bisa dibilang batal?  Lagipula toh sekadar makanan atau minuman tidak begitu menggoda bagi sebagian besar mereka yang shaum.

Kedua, perihal berbusana.  Ini nih yang bagi penulis lebih berpotensi menggoda iman di bulan ramadhan ini.  Heran deh, selain hijabers yang menjamur, penulis fikir, banyak yang walaupun tidak berhijab tapi setidaknya rada membatasi bagian tubuh yang bisa dinikmati oleh banyak mata dengan bebas.  Ya, kasarnya tidak terlalu buka-bukaan.  Terlalu naïf memang karena pada kenyataannya masih banyak kok mereka yang masih serba terbuka.  Dan, untuk yang ini penulis sih menyoroti semua kalangan.  Tapi lebih khusus lagi-lagi bagi para muslimah dan terutama lagi publik figur.  Beberapa kali penulis menyaksikan acara televise di bulan Ramadhan ini, alhamdulillah sudah banyak penampil yang kalaupun mengenakan dress di atas lutut, mereka melapisi kaki jenjang nan mulusnya dengan lagging.  Tapi sayangnya masih ada saja, bahkan lumayan banyak yah para penampil yang masih entah belum mengerti atau bahkan tidak peduli untuk lebih ‘sopan’ dalam berbusana.  Mereka kan masalahnya menjadi sorotan.  Okelah kalau orang biasa impact-nya untuk sekitar saja.  Nah, kalau tokoh terkenal kan blow-up-an media bisa bikin impact-nya menasional bahkan men-global.  Oke, tidak semua penampil seorang muslim, tapi atas nama toleransi sepertinya berusaha untuk sedikit saja lebih tertutup di bulan suci ini harus otomatis diagendakan oleh para publik figur tersebut.  Akan tetapi, kalau diurai sepertinya semua balik lagi ke kesadaran dan respek pribadi masing-masing penampil tersebut plus kecermatan manajemen demi menjaga image anak asuhnya. 

Nah, berkaca pada dua fenomena di atas akarnya sebenanrnya satu: TOLERANSI.  Itu tuh materi wajib dan pokoknya mata pelajaran Kewarganegaraan yang bahkan masih dipelajari hingga di bangku kuliah.  Saking pentingnya demi pembentukan karakter bangsa demi terwujudnya bangsa berkarakter sebagai pembangun bangsa ini ke depannya.  Penting juga mengingat negeri kita kan saking tolerannya memiliki lebih dari lima kepercayaan resmi yang diakui negara.  Ya, kalau kita tidak dijejali toleransi, kebayang ya di tengah puluhan bahkan ratusan suku dengan beragam bahasa dan dialek plus keragaman budaya dan agama, hem…mungkin eksistensi negeri ini hanya sumur jagung, kemerdekaan tidak akan pernah terwujud, kalaupun iya ya seumur jagung juga wong bangsanya saling sikut satu sama lain.  Ini nih perbedaan sering kali jadi biang kerok konflik dimanapun, dan malangnya ia pun sering kali dijadikan kambing hitam dalam banyak perihal.  Padahal kalau toleransi tadi dijadikan penengah dan semuanya konsisten dengan toleransi tersebut ya perbedaan justru menjadi satu keunggulan.  Kan yang bikin Indonesia dikenal salah satunya keragaman budaya dan hayati-nya.  kembali ke pokok pembahasan, pertanyaannya jika dua fenomena di atas yang terjadi apa iya toleransi masih terpelihara?  Jatuhnya ini bak sebuah PARADOKS.  Ketika toleransi diagung-agungkan, ehh…justru manusianya yang tidak bisa toleran.  kalau begini, meminjam lirik lagunya raisa “apalah arti toleransi…bila hanya sekedar kata-kata.”

Sabtu, 28 Juli 2012

London Olympic 2012




“Reject doping; Respect your Proponents; Remember that you are the role model for next generation”

Tidak terasa, beberapa jam yang lalu pembukaan Olimpiade London baru saja berlangsung, jum’at malam waktu setempat dan sabtu dini hari waktu Indonesia.  Berlangsung di Olympic Stadium, Olympic Park (kawasan Stamford), upacara pembukaan berlangsung meriah. Sekitar 12.000 atlet dari 144 negara ambil bagian untuk memperebutkan medali dari 29 cabang olah raga (cabor) di 29 nomor.  Negara-negara langganan juara seperti Cina dan AS kemungkinan besar masih akan merajai Olimpiade ini.  Keduanya masih akan bersaing ketat di papan atas dalam perolehan medali.  Korea Selatan, Jepang dan Rusia membuntuti agak di belakang.  Ya, di luar dua negara pertama tadi, kalaupun menduduki posisi lima teratas selisih medali emasnya akan cukup jauh dengan dua posisi teratas.  Bahkan kurang dari sepuluh medali pun biasanya bisa masuk ke belasan atau bahkan sepuluh besar.  Hal ini menunjukkan bahwa banyaknya negara yang ambil bagian membuat negara yang belum semapan negara penghuni papan atas harus rela berbagi dengan negara-negara lainnya.  Kalau Cina bisa merajai di hampir seluruh cabor, negara lain sih biasanya hanya merajai di beberapa atau bahkan satu cabor saja.  Tapi, namanya Olimpiade, satu emas saja sudah berarti daripada tidak sama sekali.  Bagaimana dengan peluang Indonesia sendiri?

Seperti yang sudah-sudah, Indonesia turut berpartisipasi dengan mengirimkan  22 atlet dari  8 cabang olah raga (cabor).  Tidak ada target muluk yang dicanangkan KONI-KOI mengingat persaingan yang sangat ketat dengaa ratusan negara lainnya.  Namun, target minimal  menyamai prestasi Olimpiade sebelumnya tentu ada.  Di Olimpiade Beijing lalu, Indonesia mendulang satu emas dari cabor bulu tangkis melalui pasangan Markis Kido/Hendra Setiawan di nomor Ganda Putra.  Prestasi tersebut mengulang sukses emas Olimpiade Athena, 4 tahun sebelumnya, dimana Taufik Hidayat di nomor Tunggal Putra juga berhasil menyumbang satu emas.  Prestasi terus berulang dan sudah menjadi tradisi sejak Olimpide Barcelona tahun 1992 silam.  Kala itu, bulu tangkis untuk pertama kalinya dipertandingkan di ajang Olimpiade.  Dan, pasangan suami istri Susi Susanti dan Alan Budi Kusuma sama-sama berhasil mendulang emas.  Tidak heran kalau kemudian pasangan ini dijuluki pasangan olimpiade. 

Nah, kini target satu emas sudah barang tentu menjadi target paling realistis yang dicanangkan di Olimpiade tahun ini.  Kalau gagal, ya otomatis terjadi penurunan prestasi di kontingen Indonesia.  Bulu tangkis pun kemabli menjadi cabor andalan untuk mendulang emas.  Dan, peluang terbesar ada di pasangan Ganda Campuran, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir.  Akan tetapi bisa dipastikan bahwa jalan pasangan juara All England 2012 ini untuk mencapai partai puncak tidak akan mudah.  Ada pasangan Korea, jerman, dan Denmark yang harus mereka hadapi di babak penyisihan.  Belum lagi jika lolos, besar kemungkinan berhadapan langsung dengan unggulan pertama Zhang Nan/Zhao Yunlei.  Kesiapan mental, stamina, dan konsistensi akan menjaid kunci utama.  Apalagi, mereka pun sempat menyerah dari pasangan Thailand di final DIOPSS Juni lalu.  Persaingan yang ketat dan hasil pertandingan terakhir mereka memang sedikit menggoyahkan keyakinan beberapa pihak, termasuk penulis.  Namun, semoga dengan dukungan penuh bangsa ini, emas bisa dipertahankan dari cabor ini, dan bahkan bertambah.

Oleh karena itu Melihat jumlah pesaing yang lebih dari sekedar banyak dan minimnya jumlah atlet yang lolos ke Olimpiade, membuat pengurus KONI dan KOI tidak heran bila sebagaimana disinggung di atas bahwa tidak memasang target muluk, bahkan malah cenderung pragmatis.  Berapa pun dan medali apa pun yang diraih Indonesia, minimal dari klasmen perolehan medali akhir nantinya bisa berada di atas negara ASEAN lainnya macam Thailand, Malaysia, dan Vietnam yang seringkali bersaing ketat di level SEA GAMES.  Ya, apa pun ahsilnya nanti yang jelas semoga para pahlawan bangsa ini bisa berjuang mengerahkan segenap kemampuan dan semangatnya untuk memepersembahak yang terbaik bagi bangsa ini.  Semoga kumandang ‘Indonesia Raya’ dan kibaran sang saka Merah Putih bisa terdengar dan terkihat di Olympic Stadium Arena.  Ayo, INDONESIA BISA! J



What a Spectacular Opening Show of London Olympic!
Dari sekian suguhan yang terpapar di layar (ya nasib masih Cuma bisa liat lewat layar kaca doang), sebenarnya yang dinanti-nanti dari opening pesta olah raga sejenis itu kalau bagi penulis ada dua: pawai negara peserta dan penyulutan obor. 

Untuk yang pertama, penulis sangat suka memperhatikan gaya para atlet yang seolah berjalan di karpet merah-nya olimpiade.  Biasa berkaos dan berkeringat, nah di ajang opening ini biasanya kalau tidak berjas (lengkap dengan kemeja atau dress), ada beberapa negara yang gemar memamerkan kostum tradisionalnya.  Apalagi kadang si atlet ada yang melenggok bak model, lurus-lurus aja, atau malah jadi ajang gila-gilaan.  Selain itu kita juga bisa mendeteksi beberapa negara yang selama ini terasa asing di telinga, macam negara-negara kecil di pasifik sana, plus dengan bendera-bernderanya.  Sangat membantu untuk pelajaran Geografi deh.

Nah, yang penulis respek dari kebanyakan negara yang berlaga di karpet merah-nya Olimpiade ini adalah bahwa mereka bisa berdandan dengan rapi dan berterima.  Ada banyak negara yang biasa lekat dengan image seksi bagi para perempuannya justru rata-rata kalaupun mengenakan rok, dirancang selutut.  Jadi serasa bersahaja.  Sayang, masih ada saja beberapa negara yang seolah sayang tidak mengumbar bagian paha, termasuk yang mengejutkan negara tetangga serumpun kita, Kamboja.  Tapi syukurlah tidak seekstrim Panama yang sudah merah, ehh…belahan dadanya dibiarkan menjadi tontonan, gimana tidak menggoda mata (asal jangan samapi menggoda iman aja ya..hehe). 

Lalu, ada pula beberapa negara yang masih berseragam formal tapi lebih santai, seperti Serbia.  Dipimpin Novak Djokovic sebagai pembawa bendera, rombongan negara pecahan Yugoslavia ini mengenakan sweater sebagai atasan.  Kesan muda dan segar jadi terpancar (apalagi dari seorang Djokovic…heu).  Tapi, the best costume buat penulis goes to Poland!  It’s so subjective from woman’s view ya, dress atlet perempuannya yang memadukan warna putih merah dengan aksen bunga di bagian bawah dibalut kemeja itu so sweet and elegant IMO.  Bagaimana dengan kostum Indonesia?

Indonesia, hemm…karena hanya disorot sekilas, ya gak begitu jelas sih ya terutama yang putri.  kalau yang putra, setelan jas blazer merah biasa dipadu celana…hitam apa putih ya?  Kilat banget sih tadi.  Untuk putrinya sekilas tadi keliatan kayak pake long dress gitu nuansa meh Cuma motifnya kurang jelas, kemungkinan batik sih.  Ya, kalau diamati dan dibandingkan hampir mirip sama kostum Malaysia, bedanya mereka seperti biasa kuning bermotif loreng-nya harimau.  Ngomong-ngomong soal Indonesia tadi pas disorot itu bener-bener sekilas asli tok sekilas.  Cuma I Gede Sudartawa sebagai pembawa bendera aja yang disosorot jelas.  Kontingen Indonesia yang berlaga di karpet merah secara keseluruhan juga tidak sempat terekam kamera.  Kan sepertinya ada diskriminasi porsi nih sama negara-negara lain yang sekalipun jumlah kontingennya lebih sedikit, durasi penyorotannya sedikit lebih lama.  Entahlan, entah ini hanya perasaan subjektif dari penulis yang warga negaranya. 

Beralih ke yang kedua, penyulutan obor.  Ini nih yang paling ditunggu-tunggu penulis sebenarnya.  Selalu ada kejutan di tiap perhelatannya.  Ada yang terbang, ada yang pake panah, nah sekarang pake apa ya?  Setelah dibawa menyusuri Sungat Tames dengan boat yang dikendarai David Beckham, akhrinya si obor diserahkan pada Sir Steve Redgrave, peraih lima medali emas dari cabang dayung yang membawanya menyusuri Olympic Stadium.  Sesampainya disana, si obor diserahkan pada lima apa enam orang ‘pasukan’ yang masing-masing memegang obor untuk menyulutkannya pada cauldron, yang tadi dibawa sama anak-anak yang mengiringi masing-masing kontingen (berarti ada 114 harusnya).  Dari enam cauldron, lalu menyebar ke seluruh cauldron hingga tersulut apai semua.  Sudah usaikah? Belum!  Ini puncaknya, pas tiba-tiba si cauldron-cauldron itu naik, bangkit, dan akhirnya berdiri dan bersatu membentuk kuncup bunga.  Sebuah cauldron raksasa pun tercipta.  Dan resmilah pembukaan Olimpiade London 2012 ini.  Cuma satu kata setelahnya: SPECTACULAR!  Cuma dan harus bilang WOW!