Jumat, 03 Agustus 2012

Tragedi London 2012: Ketika Bulu Tangkis Indonesia Berada di Titik Nadir


SELAMATKAN BULUTANGKIS INDONESIA!

“Prestasi Angkat Besi dan Aib Bulu Tangkis”

#MiriSedih membaca judul satu tayangan programdi salah satu TV Berita swasta.  Iya di satu pihak sebagai penggemar olah raga netral dan rakyat Indonesia penulis harus sepakat bahkan tersenyum simpul ketika membaca judul tersebut di lama mikroblogging; tapi sebagai pecinta dan pengikut kejuaraan bulu tangkis (khususnya atlet tanah air) penulis erasa itu JLEB BANGET, nusuk BGT sampe ke tualng-tulang!  Iya, gimana bahasanya aib, yang mungkin itu pun sudah salah satu istilah yang diperhalus..

Kekalahan Owi/Butet atas Xu Chen/Ma Jin seharri setelah insiden diskualifikasi Geysia Polii/Meiliana Jauhari seakan menggenapkan keapesan PBSI.  Hasil ini sebetulnya hanya pelengkap dari serangkaian prestasi minor yang ditorehkan para pemain Indonesia di berbagai ajang dan level kejuaraan pada era kepengurusan PBSI di bawah pimpinan yang sekarang *ogah sebut merek*.  Karena sebenarnya tanda-tanda ketidakberesan ini telah terlihat jauh sebelumnya, semenjak pemecatan dan pengunduran diri atlet papan atas dari PBSI, dua ajang Indonesia Open, Final Super Series, hingga yang masih hangat tentu saja kegagaltotalan tim Indonesia di ajang bergengsi Thomas-Uber Cup.  Sudah tim Uber hampir-hampiran tidak lolos ke babak utama, ehh..Tim Thomas untuk pertama kalinya sepnjang sejarah gagal melaju kefase Semi Final.  Masalahnya dimana? Pemain? Pelatih? Atau di pembinaan dan pengurus?

Jarang sih yang menyudutkan pemain dan pelatih karena ya bagaimanapun prestasi mereka selain berasal dari skill individu dan motivasi pribadi yang bersifat internal, juga mesti ditunjang oleh dukungan dari factor eksternal semisal pembinaan yang baik (regenarasi dan peningkatan jumlah jam terbang), perhatian yang mumpuni (dalam hal ini terutama fasilitas fisik dan jaminan kesejahteraan baik di dalam maupun luar kompetisi).  Oke, pemain pun ada andilnya terutama dari segi mental dan stamina.  Ini dua PR utama yang sekaligus jadi momok bagi kebanyakan atlet kita.  Kan tidak jarang sudah unggul jauh bisa terpangkas bahkan beberapa kali terkejar oleh lawan, hal yang rada mustahil dilakukan oleh atlet kita.  Nah, tapi balik lagi, pengurus juga berperan besar dalam membina mental dan fisik pemain.  Caranya? Digenjot lewat berbagai program latihan misalnya. 

Sekarang kalau para pengurus berdalih, sudah…sudah…nah, buktinya mana? Kan bukan sekali dua kali ketika gelar sudah di depan mata musti terlepas begitu saja karena kalah stamina sampai poinnya ketinggalan jauh di set ketiga, aatu bahkan memberikan poin percuma setelah banjir error dalam kondisi tertekan.  Kalau saja PBSI berbesar hati untuk berbenah diri setidaknya tidak egois dengan hanya mementingkan diri sendiri sehingga enggan melepaskan dii dari jabatan pengurus dengan hasil minor betubi-tubi, mungkin target mempertahankan tradisi emas bisa saja terwujud.  Tapi, mungin kegagalan dan kasus ini di sisi lain memberikan hikmah tersendiri yakni agar masyarakat sadar bahwa olah raga kebanggannya kini tengah berada di titik nadir.  Dan, lebih jauh kesadaran masyarakat ini mendorong gelombang ‘masukan’ bagi PBSI agar segera melakukan evaluasi besar-besaran.  Dan, yang terpenting jangan sampai evaluasi itu hanya berhenti di tahap sekedar WACANA.

Kita, masyarakat negeri ini, sudah terlalu lama dibiarkan kecewa, menanti prestasi yang tak kunjung membaik.  Memang dalam sejumlah event masih ada saja atlet kita yang mengharumkan nama bangsa, seperti pasangan Ow/Butet yang berhasil mengakhiri paceklik gelar All England.  Tapi, kalau dirunut lagi itu memang sudah dasar atletya mumpuni, bukan semata-mata kesuksesan PBSI.  Toh, beberapa kali terungkap adanya keluhan mengenai minimnya fasilitas dan lain-lain dari para penghuni Pelatnas Cipayung.  Sampai kapan kita dibiarkan menunggu untuk lagi-lagi dikecewakan kesekian kalinya? Ayolah, wahai para pengurus PBSI yang terhormat, jangan egois.  Yuk, evaluasi sejauh mana keberhasilan kinerja Anda-Anda.  Toh, PBSI ini bukan parpol yang meti dimonopoli.  Jika sudah tak sanggup, tolong berikan kesempatan pada yang lain untuk mengurusinya.  Ya, siapa tahu dengan begitu akan ada pencerahan bagi Bulu Tangkis Indonesia.  Akan ada kebangkitan kembali dari cabor yang tengah berada di titik nadir ini, nama Indonesia kembali disegani di kancah bulu tangkis internasional.  Semua itu bisa terwujud jika ada sinergisits antara para pengurus, atlet, pelath, pemerintah dan tentu saja masyarakat Indonesia itu sendiri.  Tapi, PBSI, sekali lagi itu dimulai dari organisasi yang Anda naungi.  Jadi, yuk, lakukan pembenahan dan bahkan (jika perlu) perombakan total, demi bulu tangkis Indonesia yang lebih baik. STOP WACANA, IT’S ACTION TIME! 



 

 




Tidak ada komentar: