(Setelah
sekian kali kelewatan nonton program SWI karena ketiduran atau sedang tidak
berada di rumah, akhirnya kali ini berhasil nonton sampai tamat lagi, dan
menuliskan resensinya lagi…horeeeeee! Sedikit berbeda dengan penayangan
sebelum-sebelumnya, minggu ini slot tayang yang biasa di hari sabtu malam
ditayangnkan kamis malam. Anyway, gpp
deh, yang penting ada..hehe)
Sutradara : Herwin Novianto
Skenario : Musfar Yasin
Pemain : Slamet Rahardjo, Ratna Riantriatno, Tika
Bravani
Synopsis :
Kisah dibuka dengan adegan dua
orang pasangan di usia senja berjalan menyusuri kebun jagung dan berbincang
dengan riangnya, tak lama datang seseorang menghampiri serta lantas memanggil
mereka pak Haji dan Bu Haji. Di tengah
jalan mereka bertemu Trisno yang sedang membujuk Seruni, gadis desa yang baru
lulus Aliyah, untuk menjadi TKW. Tak
jauh mereka bertemu dengan ibunda Yanti, TKW yang sudah enam bulan tak brkabar
dengan keluarganya, yang sedang membetulkan antena dengan alasan barangkali ada
berita seputar Yanti anaknya.
Bu Haji bermimpi pak Haji
memintanya melamarkan Seruni untuk memberikannya keturunan yang tak bisa
dipenuhi oleh sang istri. Meski hanya
sebuah mimpi, akhirnya lamaran itu pun terjadi di kehidupan nyata. Bu Haji benar-benar melamarkan Seruni untuk
Pak Haji. Pak Haji yang awalnya menolak dengan
alasan sulit berlaku adil akhirnya setuju juga demi mendapatkan keturunan yang
shaleh yang dipercayainya akan memberikan doa yang menghantar orang tuanya ke
surga.
Tanpa menunggu lama, pernikahan
yang telah atas restu bu Haji sang istri tua ini pun dilangsungkan. Sebelum menjalani malam pertama, bu Haji
mengajak Seruni untuk berbagi tugas. Ia
mengajak Seruni membuat perjanjian kalau anak pertama mereka lahir maka hak
asuh menjadi milik bu Haji, semntara Seruni jatahnya nanti anak kedua. Selain itu, Seruni diberi tugas menyapu
halaman, mencuci, bersih-bersih rumah hingga mengantar makanan ke sawah,
sedangkan bu Haji bertugas memasak karena menurutnya Pak Haji tipe pemilih
masakan sehingga masakan Seruni belum tentu cocok untuknya. Seruni yang istru muda dan jauh lebih muda
hanya manggut dan terpaksa setuju tanpa bisa protes.
Dalam perjalanannya baik pak Haji
maupun Seruni sama-sama menikmati peran dann kebersamaan mereka sebagai suami
istri. Bu Haji mulai gerah apalagi
setelah mengetahui bahwa Seruni sering berkeluh kesah pada Pak Haji. Tidak cukup sampai disitu semakin bermasalah
ketika sang suami lebih sering mampir ke kamar istri muda dibanding seranjang
dengannya. Bahkan bapak sampai melanggar
jadwal yang ditentukan dengan dalih biar segera punya anak maka mesti
memanfaatkan kesempatan sekecil apa pun.
Kecemburuan bu Haji makin menjadi tatkala hubungan suami dan istri
mudanya itu kian menghangat hingga Seruni keasyikan “bermain” bersama Pak Haji
di sawah sampai-sampai melalaikan tugasnya di rumah seperti mencuci yang
membuat sang istri tua Berang.
“Aku mengizinkanmu menikah dengan
Pak haji bukan karena aku suka padamu, sama sekali titak! Tapi akau melakukan
semua ini karena aku mencintai dan menyayangi Bapak” ujarnya saat menyambut
Bapak dan Seruni yang baru saja tiba dari sawah seraya menyambut dengan seember
baju kotor.
Tak berapa lama kemudian, Seruni
dinyatakan positif hamil dan membahagiakan seisi rumah tak terkecuali Bu
Haji. Bahkan bu Haji jadi melunak pada
Seruni dengan kehamilan anak pertama yang diwanti-wanti menjadi “milik” bu
Haji. Ia bahkan tak segan mengambil alih
tugas Seruni yang disuruhnya banyak-banyak istirahat. Seruni hampir tak diizinkan beraktivitas
terutama aktivitas yang berat oleh bu Haji.
Tidak berhenti sampai disitu, bu Haji pun mengatur asupan makanan,
pendeknya menjadi protektif. Saking
perhatian berlebih pada Seruni, ibu sampai-sampai hampir melupakan Bapak.
Seruni yang diatur-atur begitu
lama-lama menjadi gerah dan mulai malakukan pemberontakan-pemberontakan kecil
dengan menolak makan sebanyak porsi yang disediakan ibu hingga merubah
perjanjian pengasuhan anak pertama yang semula menjadi hak ibu. Bapak mencoba bersikap sebijak mungkin
menghadapi perebutan hak asuh anak yang dikandung Seruni dengan berkata bahwa
masalah pengasuhan mereka memang rumit tapi jangan dirumit-rumitkan. Bahkan Bapak meminta perjanjian yang
senantiasa diungkit oleh kedua istrinya
tsb untuk dibatalkan dan mengajak mereka untuk mengasuh anak mereka kelak
bersama-sama. Keduanya bersikeras,
Seruni mengancam tidak akan melahirkan anak mereka (cukup konyol juga nih
Seruni, keliatan lah sisi ABABIL nyaa…secara tamatan Aliah which is still under
20); Ibu yang kecewa memilih pergi ke luaar rumah. Bapak jadi stres (kesian udah sepuh tapi masih
dipusingin masalah perempuan..ckckck).
Atas nama keadilan dan rasa sayang
pada kedua istrinya, Bapak akhirnya membuat keputusan bahwa jika yang lahir
laki-laki maka ibu yang berhak mengasuhnya; sebaliknya jika perempuan menjadi
milik Seruni. Keputusan yang disepakati
keduanya sekaligus merupakan win win
solution (si Bapak pinter yaaa..heu)!
Tak lama setelahnya Seruni melahirkan bayi perempuan sehingga hak asuh
tetap berada di tangan sang ibu kandung.
Kemesraan Seruni, yang jarang memberikan kesempatan pada bu Haji untuk
sekedar menimang bayinya yang menurut Pak Haji karena Seruni tengaha
asik-asiknya bermain dengan sang anak, dengan bayinya membuat bu Haji
sedih. Upayanya mengingatkan Seruni
untuk banyak makan sayur supaya ASI nya banyak, kontrol ke Puskesmas agar cepat
pulih, minum obat penambah darah agar tidak lesu, serta cuci tangan dahulu
sebelum memegang bayi justru ditafsirkan lain oleh Seruni.
Suatu malam, Seruni yang amat
kelelahan akhirnya rela memberikan kesempatan pada bu Haji. Kesempatan emas yang tidak disia-siakn bu
Haji untuk mencurakhan buncahan kasih sayangnya yang sempat tertunda. Keadilan itu memang sulit, tapi berbagi
dengan adil akan membawa suatu keindahan.
Pak Haji mengurungkan niatannya membangun pondok penampungan calon TKW
dan mengalihkan modalnya untuk meminjami modal usaha warga setempat.
Ternyata potongan kisah pernikahan
Pak Haji dan Seruni serta proses kehidupan pra nikah, pembagian tugas,
kehamilan Seruni, bayi perempuan Seruni, dan semuahal terkait hubungan Pak Haji
– Seruni ternyata tak lebih dari mimpi atau khayalan bu Haji semata (sempet
loading juga pas disini). Setelahnya
mereka memang mendatangi rumah Seruni
yang sependengaran mereka akan bekerja di Taiwan atau Arab. Mereka memang menyambangi rumah Seruni tapi
tidak untuk melamarkannya sebagai calon istri Bapak, tetapi melamarnya untuk
menjadi anak mereka dan melanjutkan pendidikannya. Baik Seruni maupun ayahnya menyambut baik
rencana pasangan yang telah mengidamkan kehadiran anak sejak lama ini. Sebagai taanda terima kasih dan
pesetujuannya, diciumnya kedua tangan orang tua barunya.
Sebagai penutup, kedua insan yang
pemurah ini sebagiamana adegan awal berjalan menyusuri jalanan desanya,
sawahnya, kebunnya, hingga akhirnya berhenti di suatu bukit sambil berpegangan
tangan membelakangi senja yang mulai menghiasi langit di belakangnya. Duhh…so sweet….
*Review*
Such an unpredictable plot! Edan
lah bisa-bisanya si bu Haji ngayal sejauh itu! Tapi, anyway, meksi khayalan
namun pesannya sama sekali tak semu. Isu
poligami yang dibalut dengan apologi kebutuhan akan hadirnya anak di tengah-tengah
kehidupan pernikahan mereka menjadi tema besar sinema ini. Pahala Terindah mengacu pada kerelaan bu Haji
sebagai istri tua memngizinkan Pak Haaji (suaminya) untuk menikah lagi denga
gadis yang lebih pantas menjadi anaknya.
Meski tekesan mudah secara teori, namun kenyataannya berbuat adil dalam
praktek poligami sama sekali tidak mudah.
Pokonya mah ahh…plotnya bener-bener penuh kejutan sekali, jempol
deh! Dinanti saja judul selanjutnya! J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar