Jumat, 09 Desember 2011

Sinema Wajah Indonesia: Pahala Terindah


(Setelah sekian kali kelewatan nonton program SWI karena ketiduran atau sedang tidak berada di rumah, akhirnya kali ini berhasil nonton sampai tamat lagi, dan menuliskan resensinya lagi…horeeeeee! Sedikit berbeda dengan penayangan sebelum-sebelumnya, minggu ini slot tayang yang biasa di hari sabtu malam ditayangnkan kamis malam.  Anyway, gpp deh, yang penting ada..hehe)


Sutradara  : Herwin Novianto
Skenario   : Musfar Yasin
Pemain    : Slamet Rahardjo, Ratna Riantriatno, Tika Bravani
Synopsis   :
Kisah dibuka dengan adegan dua orang pasangan di usia senja berjalan menyusuri kebun jagung dan berbincang dengan riangnya, tak lama datang seseorang menghampiri serta lantas memanggil mereka pak Haji dan Bu Haji.  Di tengah jalan mereka bertemu Trisno yang sedang membujuk Seruni, gadis desa yang baru lulus Aliyah, untuk menjadi TKW.  Tak jauh mereka bertemu dengan ibunda Yanti, TKW yang sudah enam bulan tak brkabar dengan keluarganya, yang sedang membetulkan antena dengan alasan barangkali ada berita seputar Yanti anaknya.

Bu Haji bermimpi pak Haji memintanya melamarkan Seruni untuk memberikannya keturunan yang tak bisa dipenuhi oleh sang istri.  Meski hanya sebuah mimpi, akhirnya lamaran itu pun terjadi di kehidupan nyata.  Bu Haji benar-benar melamarkan Seruni untuk Pak Haji.  Pak Haji yang awalnya menolak dengan alasan sulit berlaku adil akhirnya setuju juga demi mendapatkan keturunan yang shaleh yang dipercayainya akan memberikan doa yang menghantar orang tuanya ke surga.

Tanpa menunggu lama, pernikahan yang telah atas restu bu Haji sang istri tua ini pun dilangsungkan.  Sebelum menjalani malam pertama, bu Haji mengajak Seruni untuk berbagi tugas.  Ia mengajak Seruni membuat perjanjian kalau anak pertama mereka lahir maka hak asuh menjadi milik bu Haji, semntara Seruni jatahnya nanti anak kedua.  Selain itu, Seruni diberi tugas menyapu halaman, mencuci, bersih-bersih rumah hingga mengantar makanan ke sawah, sedangkan bu Haji bertugas memasak karena menurutnya Pak Haji tipe pemilih masakan sehingga masakan Seruni belum tentu cocok untuknya.  Seruni yang istru muda dan jauh lebih muda hanya manggut dan terpaksa setuju tanpa bisa protes.

Dalam perjalanannya baik pak Haji maupun Seruni sama-sama menikmati peran dann kebersamaan mereka sebagai suami istri.  Bu Haji mulai gerah apalagi setelah mengetahui bahwa Seruni sering berkeluh kesah pada Pak Haji.  Tidak cukup sampai disitu semakin bermasalah ketika sang suami lebih sering mampir ke kamar istri muda dibanding seranjang dengannya.  Bahkan bapak sampai melanggar jadwal yang ditentukan dengan dalih biar segera punya anak maka mesti memanfaatkan kesempatan sekecil apa pun.  Kecemburuan bu Haji makin menjadi tatkala hubungan suami dan istri mudanya itu kian menghangat hingga Seruni keasyikan “bermain” bersama Pak Haji di sawah sampai-sampai melalaikan tugasnya di rumah seperti mencuci yang membuat sang istri tua Berang.

“Aku mengizinkanmu menikah dengan Pak haji bukan karena aku suka padamu, sama sekali titak! Tapi akau melakukan semua ini karena aku mencintai dan menyayangi Bapak” ujarnya saat menyambut Bapak dan Seruni yang baru saja tiba dari sawah seraya menyambut dengan seember baju kotor. 

Tak berapa lama kemudian, Seruni dinyatakan positif hamil dan membahagiakan seisi rumah tak terkecuali Bu Haji.  Bahkan bu Haji jadi melunak pada Seruni dengan kehamilan anak pertama yang diwanti-wanti menjadi “milik” bu Haji.  Ia bahkan tak segan mengambil alih tugas Seruni yang disuruhnya banyak-banyak istirahat.  Seruni hampir tak diizinkan beraktivitas terutama aktivitas yang berat oleh bu Haji.  Tidak berhenti sampai disitu, bu Haji pun mengatur asupan makanan, pendeknya menjadi protektif.  Saking perhatian berlebih pada Seruni, ibu sampai-sampai hampir melupakan Bapak.

Seruni yang diatur-atur begitu lama-lama menjadi gerah dan mulai malakukan pemberontakan-pemberontakan kecil dengan menolak makan sebanyak porsi yang disediakan ibu hingga merubah perjanjian pengasuhan anak pertama yang semula menjadi hak ibu.  Bapak mencoba bersikap sebijak mungkin menghadapi perebutan hak asuh anak yang dikandung Seruni dengan berkata bahwa masalah pengasuhan mereka memang rumit tapi jangan dirumit-rumitkan.  Bahkan Bapak meminta perjanjian yang senantiasa  diungkit oleh kedua istrinya tsb untuk dibatalkan dan mengajak mereka untuk mengasuh anak mereka kelak bersama-sama.  Keduanya bersikeras, Seruni mengancam tidak akan melahirkan anak mereka (cukup konyol juga nih Seruni, keliatan lah sisi ABABIL nyaa…secara tamatan Aliah which is still under 20); Ibu yang kecewa memilih pergi ke luaar rumah.   Bapak jadi stres (kesian udah sepuh tapi masih dipusingin masalah perempuan..ckckck).

Atas nama keadilan dan rasa sayang pada kedua istrinya, Bapak akhirnya membuat keputusan bahwa jika yang lahir laki-laki maka ibu yang berhak mengasuhnya; sebaliknya jika perempuan menjadi milik Seruni.  Keputusan yang disepakati keduanya sekaligus merupakan win win solution (si Bapak pinter yaaa..heu)!  Tak lama setelahnya Seruni melahirkan bayi perempuan sehingga hak asuh tetap berada di tangan sang ibu kandung.  Kemesraan Seruni, yang jarang memberikan kesempatan pada bu Haji untuk sekedar menimang bayinya yang menurut Pak Haji karena Seruni tengaha asik-asiknya bermain dengan sang anak, dengan bayinya membuat bu Haji sedih.  Upayanya mengingatkan Seruni untuk banyak makan sayur supaya ASI nya banyak, kontrol ke Puskesmas agar cepat pulih, minum obat penambah darah agar tidak lesu, serta cuci tangan dahulu sebelum memegang bayi justru ditafsirkan lain oleh Seruni.

Suatu malam, Seruni yang amat kelelahan akhirnya rela memberikan kesempatan pada bu Haji.  Kesempatan emas yang tidak disia-siakn bu Haji untuk mencurakhan buncahan kasih sayangnya yang sempat tertunda.  Keadilan itu memang sulit, tapi berbagi dengan adil akan membawa suatu keindahan.  Pak Haji mengurungkan niatannya membangun pondok penampungan calon TKW dan mengalihkan modalnya untuk meminjami modal usaha warga setempat.   

Ternyata potongan kisah pernikahan Pak Haji dan Seruni serta proses kehidupan pra nikah, pembagian tugas, kehamilan Seruni, bayi perempuan Seruni, dan semuahal terkait hubungan Pak Haji – Seruni ternyata tak lebih dari mimpi atau khayalan bu Haji semata (sempet loading juga pas disini).  Setelahnya mereka memang mendatangi rumah  Seruni yang sependengaran mereka akan bekerja di Taiwan atau Arab.  Mereka memang menyambangi rumah Seruni tapi tidak untuk melamarkannya sebagai calon istri Bapak, tetapi melamarnya untuk menjadi anak mereka dan melanjutkan pendidikannya.  Baik Seruni maupun ayahnya menyambut baik rencana pasangan yang telah mengidamkan kehadiran anak sejak lama ini.  Sebagai taanda terima kasih dan pesetujuannya, diciumnya kedua tangan orang tua barunya. 

Sebagai penutup, kedua insan yang pemurah ini sebagiamana adegan awal berjalan menyusuri jalanan desanya, sawahnya, kebunnya, hingga akhirnya berhenti di suatu bukit sambil berpegangan tangan membelakangi senja yang mulai menghiasi langit di belakangnya.  Duhh…so sweet….


*Review*
Such an unpredictable plot! Edan lah bisa-bisanya si bu Haji ngayal sejauh itu! Tapi, anyway, meksi khayalan namun pesannya sama sekali tak semu.  Isu poligami yang dibalut dengan apologi kebutuhan akan hadirnya anak di tengah-tengah kehidupan pernikahan mereka menjadi tema besar sinema ini.  Pahala Terindah mengacu pada kerelaan bu Haji sebagai istri tua memngizinkan Pak Haaji (suaminya) untuk menikah lagi denga gadis yang lebih pantas menjadi anaknya.  Meski tekesan mudah secara teori, namun kenyataannya berbuat adil dalam praktek poligami sama sekali tidak mudah.  Pokonya mah ahh…plotnya bener-bener penuh kejutan sekali, jempol deh!   Dinanti saja judul selanjutnya! J

Tidak ada komentar: