Selasa, 08 Februari 2011

Home Sweet Home

Home, is the place where I feel really really comfortable with

Home, is the place where I feel relax

Home, is the place where my lovely family live in

Home, is the place where I can do what I want to do

The place where I can sleep along night peacefully

The place where I can stay along day

Sometime, actually, I feel bored

Very very bored

Especially when I used to have a busy days before

Or when I’m in ‘trouble’ with some of my family’s members

Such as my mother or my father or my brother or my sister

Yeah sometime, in some case, they are really annoying for me

But it’s only in a short time

Only a day

Or maybe several hours

Even only in a few minutes

No compulsion

No claim

No judge

Yes, sometimes I feel like my parent is not fair

In treating me and my siblings

So do them

Then I know that is depending on our own thoughts

Actually they love all of us

Even though in certain case they reprimand us

They scold at us when we made them mad

When we do something wrong

When we act inappropriately

But they will never ever hate us

And, yes sometimes I feel my siblings are so not well

In some case, in some time, in some situation

But I can't hate them in long time

Even I really really mad at first

But then I'll easily forgive them

My siblings:

My brothers

My sisters

and My Parents

They are all live together in our beloved home

Home sweet Home

Jumat, 04 Februari 2011

Love Story: A Sory of Sacrifation

Pemain: Acha Septriasa, Irwansyah, Henidar Amroe, Reza Pahlevi, Reza Rahardian, Maudy Koesnaedi, Dony Damara, Anbo
Sutradara: Hanny R. Saputra
Produser: Chand Parwez Servia
Produksi: Starvision
Sinopsis:

Hiduplah Galih dan Ranti dua sahabat yang hidup di dua desa yang terpisahkan sungai yang dipercayai membawa kutukan. Alkisah dahulu kala terjalin kisah percintaan antara Dewi Angin-angin dan seorang penggembala domba Joko yang mesti terpisah karena strata social. Jaka yang murka karena kekasihna ternyata dinikahkan dengan orang lain menghentak-hentakan kakinya ke tanah hingga membuat retakan yang kemudian menjadi sungai yan membelah kedua desa tersebut. Sejak saat itu masyarakat setempat percaya bahwa dua insane dari kedua desa tersebut tidak bisa saling mencinta karena dipercayai hanya akn membewa malapetaka dan meinggalkan korban, seperti halnya ibu Ranti yag menurut sang nenek (Henidar Amroe) menjadi korban dari kisah cinta terlarang itu.

Menginjak usia remaja mereka pun tumbuh sebagaimana remaja kebanyakan yang mulai merasakan manisnya cinta, dan celakanya perasaan itu tumbuh terhadap satu sama lain. Galih lah yang terlebih dahulu menunjukkan sinyal-sinyal lebih-dari-sekedar-sahabatnya pada Ranti. Sementara Ranti yang sebenarnya mempunyai rasa yang sama memilih berpura-pura tidak menyadari sinyal itu karena ia takut akan kutukan dari leluhurnya yang sudah tertanam turun temurun itu. Namun, suatu waktu Galih beserta kedua orang tuanya hijrah ke kota untuk meneruskan pendidikannya ke bangku kuliah. Saat itulah keduanya tak bisa lagi menyembunyikan perasaan yang sesungguhnya. Bahkan Ranti yang awalnya besikukuh bahwa mereke tidak mungkin bersatu pun akhirnya menyadari bahwa ia tak bisa memungkiri perasaannya pada Galih. Galih sendiri yang memang telah secara terang-terangan menunjukkan rasa cintanya sempat berjanji bahwa setelah lulus akan kembal lagi ke desa mereka untuk Ranti, dan ia mengatakan kedatagannya ditandai dengan klakson bus sebanyak tiga kali.

Waktu pun berlalu, harihari Ranti dilalui dengan mengajar anak-anak desa setempat di pondok seadanya di pinggir jalan. Sambil mengajar ia selalu memperhatikan bus yang lewat setiap harinya. Ia selalu kecewa ketika bus melintas dengan hanya satu kali klakson hingga suatu hari momen yang ditunggu pun tiba: klakson bus dibunyikan sebanyak tiga kali dan tak lama berselang muncul sesosok pemuda gagah tersenyum sumringah kea rah gadis berambut panjang sepinggang yang telah sejak lama menanti kepulangannya. Mereka pun bertemu di tengah sungai, saling melepas rindu setelah hampir lima tahun tak bersua. Perasaan antara kedua insane tersebut semakin bersemi. Ranti yang dulunya selalu berusaha meyakinkan dirinya sendiri pun Galih bahwa mereka tidak mungkin bersatu, kini justru berbalik tidak mempercayai mitos turun temurun itu. Ia seolah lupa akan segala cerita mengenai legenda Dewi Angin-angin dan Joko .

Dua sejoli ini mempunyai cita-cita mulia yakni mendirikan sekolah di desanya. Selama ini anak-anak di desa keduanya mesti menempuh jarak yang sangat jauh untuk bersekolah hingga banyak yang memiih untuk tidak bersekolah. Ranti yang merasakan betapa sulitnyabersekolah dengan menempuh jarak kiloan meter sedari dulu bercita-cita menjadi guru dan bisa mendirikan sekolah di desanya agar anak-anak sekitar tidak harus menempuh jarak yang jauh untuk bersekolah. Galih yang mengetahui cita-cita Ranti tersebut kemudian berusaha sekuat tenaga untuk mewujudkannya. Ia bahkan telah merancang mendirikan sebuah sekolah sederhana persis di pinggir sungai. Alasannya, agar masyarakat sekitar tidak lagi memandang sungai sebagai sesuatu yang harus dikeramatkan, namun justru bisa memaknai manfaat dari sungai yang sangat banyak bagi kehidupan. Ia bahkan merancang sebuah kincir air tidak jauh dari sekolah yang nantinya berfungsi untuk mengalirkan listrik dan mengairi sawah-sawah yang ada di dua desa tersebut.

Akan tetapi, niat mulia mereka tiak berjalan mulus begitu saja. Kisah cinta dua insan berbeda desa yang kemudian diketahui oleh penduduk setempat pasca lamaran Galih pada ayah Ranti pun menimbulkan polemik tersendiri. Terlebih saat seorang anak dari desa Ranti ditemukan mati tenggelam di sungai. Masyarakat kontan mnegaitkan kejadian tersebut dengan kutukan dari leluhur mereka. Ayah Ranti pun menjadi murka pada anaknya yang bersikukuh untuk mempertahankan hubungannya, dan menganggap bahwa kematian yang menimpa salah serang bocah di desanya tempo hari hanya kecelakaan semata. Ia mencoba memberikan analisis yang rasional bahwa Wage, nama sang anak yang meninggal, meninggal sat berusaha melalui jalan pintas yang meski ia tahu itu berbahaya teta ditempuhnya demi tidak terlambat sampai ke sekolah. Ia pun menekankan bahwa karena itulah perlu dibangun sekolah di desa mereka, agar taka a lagi Wage-Wage berikutnya, yang mesti meregang nyawa saking ingin tiba ept waktu I sekolah dan akhirnya memilih jalan pintas yang relative berbahaya medannya. Sejak saat itu Ranti dikurung di dalam kamar oleh Ayahnya.

Sementara itu, Galih yang telah mulai membangun kerangka sekolah sederhanya untuk Ranti, sempat terpukul atas kejadian yang menimpa Wage. Bahkan ia hampir saja merobohkan kembali kerangka yng telah susah dibuatnya. Ranti yang berhasil kabur dan menyaksikan kejadian itu merasa sangat kecewa pada Galih yang menyerah begitu saja pada “kutukan” tersebut. Ia seuat tenaga berusaha menyakinkan kembali Galih akan tujuan mulia mereka mebangun sekolah tersebut. Mereka bukan hanya ingin membuat anak-anak setempat menjadi berilmu, melainkan juga meyakinkan masyarakat dua desa tersebut bahwa legenda itu hanya sebuah mitos dan apa yang mereka lakukan semata demi kebaikan kedua desa tersebut. Keduanya pun bahumebahu membereskan pembangunan sekolah tersebut. Ranti yang sering dikurung ayahnya berkali-kali berhasil kabur, dan Galih yang bekerja siang malam membereskan bangunan sekolah pun mesti berulang kali menelan pil pahit bahwa pekerjaannya selalu berujung sia-sia. Pasalnya selalu saja ada yang menghancurkan bahkan membakar hasil kerja kerasnya.

Semakin hari, kondisi kesehatan Galih yang terlalu memforsis pekerjaan membangun sekolah tersebut semakin menurun, dua kali ia dibawa ke Puskesmas oleh Ranti. Dokter menyarankannya untuk istirahat total, tetapi ia tetap ngotot untuk menyelesaikan pekerjaannya meskipun resikonya kesehatannya semakin memburuk. Ranti yang sudah tidak tahan melihat peneritaan Galih memintanya untuk menghentikan semua kerja kersanya yang melulu berakhir sia-sia, bahkan ia sempat meminta Galih untuk melupakannya karena menurutnya cinta telah mebuat Galih menjadi tidak rasional hingga rela mengorbankan dirinya sedemikian rupa. Galih yang merasa kecewa tetap melanjutkan pekerjaannya hingga akhirnya berdirilah dengan kokoh sebuah bangunan sekolah sederhana yang di belakangnya tepat berdiri sebuah kincir air, persis sebagaimana yang digambarkannya. Ranti yang sempat tidak sadarkan diri selama tiga hari akibat menerima pukula bertubi-tubi ditambah begitu sedih dengan kondisi Galih bergegas mencari Galih meski sempat dilarang oleh sang nenek. Ia takjub begitu melihat sebuah pondok sederhana telah kokoh berdiri di bibir sungai lengkap dengan kincir air di belakangnya. Namun sejurus kemudian ia sadar bahwa ia tidak menemukan sosok yang dicarinya.

Ia sempat ketakutan sebelum akhirnya menemukan sosok yang dicarinya bersussah payah berusaha bangun di dekat kincir air. Galih, yang dicari Ranti, sedang berusaha menyambungkan saklar ke generator. Sayang, konisinya yang amat lemah setelah bekerja terus menerus membuatnya tak sanggup lagi untuk mengangkat tubuhnya. Ranti kontan mendekatinya sebelum segerombolan pendudukyang dipimpin ayah Ranti mendekat henak membakar kembali sekolah impian Ranti tersebut. Galih yang menyadari kondisi genting tersebut segera meinta Ranti menyambungkan sakelar dan menarik tuasnya. Tepat di saat penduduk hampir melemparkan obornya, lampu-lampu yang dipasang d sekeliling pondok menyala seiring Ranti menarik tuas generatornya. Mereka pun kemudian mengurungkan niatnya membakar pondok itu, malha obor itu mereka buang ke sungai. Galih yang masih sempat menyaksikan pemandangan tersebut bersyukur karena usaha dan pengorbannya tidak berakhir sia-sia. Di saat-saat terakhirnya ia berusaha meyakinkan Ranti bahwa cinta dan segaa sesuatu yang dilandasi cinta tidak akan penah berakir engan kesia-siaan. Pun ketika ia harus meregang nyawa, kematiannya tidak sia-sia karena pada akhirnya apa yang telah ia perjuangkan demi Ranti dan membawa manfaat bagi masyarakat setempat.



Penduduk yang menyaksikan hasi karya seorang Galih yang harus dibayar mahal dengan nyawanya itu pun kemudian menyadari kekeliruannya selama ini. Mereka sadar bahwa legenda turun menurunnya telah mengurung mereka dalam kesmpitan berfikir. Bekat hasil karya Galih, Ranti pun bisa mewujudkan cita-citanya mengajar anak-anak setempat. Dan masyarakat pun merasakan manfaat yang sangat besar dari kincir air yang dibuat Galih, selain sebagai sumber penerangan, kincir tersebut menyuburkan lahan-lahan pertanian mereka berkat aliran air dari sungai yang membelah kedua desa tersebut. Sungai kemudian tidak lagi menjadi sesuatu yang ditakuti masyarakat setempat, tetapi malah menjadi sahabat mereka. Hubungan antar penduduk pun semakin baik, bahkan tidak ada lagi larangan bagi sejoli dari dua desa tersebut untuk memadu kasih. Kisah Galih-Ranti telah menginspirasi asyarakat setempat unruk tidak kalah hanya oleh sebuah mitos. Galih memang telah tiada, namun jiwa dan jasanya tetap akan terus dikenang oleh masyarakat sekitar bahkan mungkin diturunkan ke generasi-generasi mendatang. Ranti pada akhirnya bisa mewujudkan cita-citanya menjadi guru. Kisah cinta Galih-Ranti mungkin tidak berakhir happy ending, namun cita-cita mulia meraka pada akhirnya mapu diwujudkan membentuk ending yang bahagia.

*****

---My Own Review---

Pertama-tama liat promo film ini di salah satu tabloid, penulis berfikir, “hemmm…apalagi nih, pasti termehek-mehek deh..”. Tapi, pas baca esensinya beberapa minggu kemudia mulai tergugah, apalagi pas tau jajaran cast-nya. Bukan Acha, apalagi Irwansyah, tapi faktor Reza Rahardian yang pertama kali menarik minat penuli untuk menyaksikan kisah drama percintaan ini. Yah, kan suah sejak beberapa tahun ini penulis mengagumi akting sang aktor peraih Citra untuk film “3 Hati, 2 Dunia, 1 Cinta” itu. Yah sempet kecewa juag pas tau doi Cuma jadi peran pendukung, tapi teteup ja penasaran apalagi pas disebutin kalau peran yang dimainin doi itu tuh peran yang udah doi incer-incer dari dulumakanya samapi minta ke sutradaranya coba! Hey..penasrankan, peran apa sih sampai segitunya?! Terus lagi masih menurut sumber yang sama disana doi lebih main di mimic bukan dialog, hwaaa…makin penasaran ajah! Heuu

Selain faktor seorang Reza Rahardian, faktor lainnya yah ceritanya itu sendiri. Dari beberapa resensi yang penulis baca, kayaknya cukup menjanjikan. Lumayan penasaran juga sama kolaborasi nostalgianya sang mantan Acha Septriasa-Irwansyah. Aaplagi sekarang kan Irwan udah bukan lajang lagi (haa….jadi bergosip, mamen! Hehe), bukan itu sih, maksudnya mau tau aja apa chemistry nya masih bisa sekuat pas mereka masih menjadi sepsang kekasih atau malah jadi kaku. Dan, yah lumayanlah, Acha nya sih bisa relative lebih total yah daripada Irwansyah nya. Dan finally sebagaimana Acha pernah ungkapkan di suatu tabloid juga bahwa dulu kritikan terbesar untuknya ialah tidak bisa membedakan ekspresi ketawa dan menangis. Penulis ingat betul donk pas liat aksinya di Heart, pas adegan dia nangis yang semestinya bersedu sedan, eehh…malah jadi bodor gara-gara gak nahan liat ekspresinya yang bak orang ketawa! Tapi, disini, kalau penulis pribadi sih uah nyaman ngeliat ekspresi aktris yang konon bayarannya paling mahal ini loh! Hehe

Dari segi cerita okelah, isu yang diangkat selain seputar kisah cinta seperti formula film Hani terdahulu Heart dan Love is Cinta, jga masalah budaya dan kepercayaan. Hani menngangkat isu seputar kkonservativan masyarakat yang masih memegang teguh kepercayaan kepada leluhurnya. Hemm..tidak ada unsure agama apa pun yang ditonjolkan di film ini, yah hanya masyarakat yang masih melakukan ritual tertentu dan gemar berkostum hitam-hita. Sempat tedengar salam di adegan awal saat Ranti dan Galih masih bersekolah di SD. Namun, bisa dimaklumi mengingat jarak sekolahnya yang memag jauh dari desamereka yang bisa dibilang terpencil. Jadi tidak terlalu masalah juga sebetulnya.

Namun yang cukup menganggu ialah beberapa adegan yang agak ajaib, seperti saat pondok yang hampir beres dibakar dan Galih diantar Ranti ke dokter. Saat Ranti sedang khusyk mendengarkan cerama dokter seputar penykit Galih, ia lengsung melengos begitu saja tanpa Ranti sadari. Baru beberapa saat sekitar lima menit kemudian Ranti sadar kalau Galih sudah tak ada di tempat! Logikanya Galih yang dalamkondisi sakit mana bisa menghiang dengan cepatnya dari Ranti yang sehat dn kepanikan mencarinya (pasti buru-buru donk orang panik, ya gak??), mana tanpa kendaraan lagi (kan sapi yang dibeli galih buat naik kereta dibunuh orang trus disate deh ma si Galih pas kelaperan), tapi tiba-tiba pas Ranti nyampe di tepi sungai Galih lagi sibuk bangun lagi ‘sekolah’ impian Ranti aja. Naah letak keganjilannya adalah, pertama, gimana caranya Galih bisa tiba-tiba undah mendirikan beberapa kayu disana dalam waktu sesingkat itu, dan yang kedua yang makin gak logis, kayu-kayu nya dapet darimana coba?? Ingat dalam waktu yang relative amat sangat singkat, malam hari, alam kondisi sakit pula! Kan kalau pake kayu puing-puing yang dibakar udah angus donk atau minimal wananya udah gak kinclong lagi, tapi apa coba, ini mah masih kinclong mamen! Heuu

Yah, terlepas dari beberapa kelemeahnnya, tema lain yang diangkat dan cukup mengena dari film ini yakni seputar pengrbanan. Bahwa dibutuhkan pengorbanan dari satu jiwa demi kemaslahatan bagi banyakjiwa yang lainnya. Kematian seorang Galih untuk member banyak sekali manfaat bagi masyarakat dua desa. Bicara soal pengorbanan, penulis jadi teringat beberapa kasus nyata. Betapa diperlukan pengorbanan demi tercapainya suatu kemaslahatan. Mari kita telaah kembali pelajaran Sejarah, sebelum bangsa ini merdeka jutaan nyawa melayang, sebelum Negara ini memasuki ere reformasi dan pergantian presiden ada nyawa yang melayang di kerusuhan Mei 1998, dan kini yang terhangat di Kairo, Mesir, lima nyawa melayang sudah dalam kerusuhan yang terjadi akibat munculnya mosi tidak percaya pada presiden mereka yang telah menjabat hingga 30 tahun. Korban dan pengoranan sepertinya menjadi harga tersendiri bagi terwujudnya sebuah situasi yang lebih baik.

Haah..akan panjang nampaknya bila penulis mebahas masalah pengorbanan, maybe bisa menjadi inspirasi untuk postingan selanjutnya, seputar pengorbanan dan kekuasaan..

Thanks for reading, waiting for ur comment, readers.. :))

Selasa, 01 Februari 2011

Sweet February

Well..orang-orang bilang bulan Februari itu bulan yang romantis! Salah satu buktinya ialah tanggal 14 Februari yang dipercaya oleh sebagian besar masyrakat sebagai hari kasih sayang atau yang lebih dikenal sebagai Valentine Day. Di hari itu banyak orang yang memepercayainya kemudian bertukar hadiah dengan orang-orang terkasih seperti teman, sahabat, pasangan hingga orang tua. Hadiahnya biasanya tidak jauh-jauh dari cokelat, bunga, dan boneka yang dikemas sedemikian rupa hingga Nampak begitu manias dengan aksen pink dan merah yang kentara sebagai perlambangan rasa kasih sayang. Eehh..tapi kali ini kita bukan mau membahas masalah valentine day karena akan ada pemabahasan khusus tentang itu nanti pada waktunya (sekitar tangga 14-red). Kali ini penulis akan membahas pengalaman penulis di awal bulan Februari yang konon katanya merupakan bulan kasih sayang nan romantis itu loh.

Penulis juga kuang begitu faham sebetulnya mengapa kemudian bulan Februari diidentikan sebagai bulan romantic, bisa jadi salah satu indikatornya yaitu kehadian hari Valentin tadi. Berikut penulis akan menceritakan pengalaman penulis selama berada di luar rumah hari ini, dari mulai secara umum sampai beberapa hal yang mendetail. Terus, apa hubungannya dengan romantisme dan kasih sayang?? penasaran?? Let's see.. enjoy J

The Beginning of February, 1st, 2011

Hari ini, 1 Februari 2011, seharusya menjadi hari awal perkuliahan penulis setelah rehat selaa sepekan kurang lebih. Hari ini, seharusnya, penuis sudah kembali menjaani rutinitas sebagai mahasiswa: duduk manis di kelas mendengarkan kuliah dosen, menerima wejangannya, mengerjakan tugas-tugas yang diberikannya. Namun apa yang terjadi? Memang penulis berangkat ke kampus untuk bersiap mengikuti mata kuliah pembuka di awal semester genap ini sesuai jadwal yakni pada pukul 08.50. Tiba sedikit telat, penulis berlari-lari kecil menyusuri jalanan menuju kantor Jurusan, maklum penulis ada janji dulu dengan seorang teman. Setibanya disana, penulis mendapati banyak mahasiswa berbagai angkatan berkerun disana, dari mulai yang antri melihat-lihat nilai, duduk nongkrong menanti waktu masuk kelas, menanti dosen, dan beragai alas an lain yang penulis pun tak begitu ingin tahu apa, maklumsaja saat itu merupaan saat pergantian jam kuliah. Penlis bergegas masuk dan mengedarkan pandangan dengan cermat kehampir semua sudut, tapi orang yang penulis cari tak terlihat batang hidungnya. “ooww..!” batin penulis, saat itu penulis tak punya pulsa untuk sekedar menanyakan keberadaan sang teman.

Sebelum penulis bergegas menuju kelas, mata penulis menangkap tiga orang teman sekelas yang masih duduk santai di salah satu sudut di sekitar kantor jusrusan tersebut. Penulis pun mendekati mereka seraya bertanya “Loh, kok pada belummasuk?” Tanya penulis setengah penasaran. Salah seorang diantaranya menjawab “si ibunya juga cuti 2 minggu!”. “hah? Cuti dua minggu? Berarti selama dua minggu ini kita gakda keas donk?” Tanya penulis heran seraya memastikan. “iya, kasian deh loe..” jawabnya lagi setengah bercanda. Oke untuk beberapa saat terbercik perasaan yang tidak bisa dikatakan senang namun bukn kecewa juga, namun sejurus kemudian penulis berfikir bahwa hilang dua minggu berarti kemungkinan besar aka nada make up dan 4 SKS yang dibagi menjadi 2 kali perteman tiappekannya. Artinya dua minggu absen berarti 4x make up, Masya Allah! Tidak ada kelas dan tidak ada pulsa! How perfect morning! “not a good start in the beginning of February” batin penulis.

Penulis terdiam sejenak di sisi ketiga rekan penulis sambil memikirkan apa yang akan penulis lakukan. PULSA! Ya pulsa ialah komoditas utama yang harus penulis penui, pasalnya itulah media satu-satunya agar penulis bisa berkomunikasi dengan teman penulis yang lain dan kemudian menentukan langkah selanjutnya. Saat hendak berangkat ke KOPMA membeli pulsa penulis berpapasan dengan anak kelas sebelah yang berjualan pulsa elektrik, penulis pun mengurungkan niat untuk berangkat ke KOPMA dan membeli darinya. Sialnya, jaringan operator kart ang penulis pakai sedang bermasalah sehingga setelah menunggu belasan bahkan mencapai 20 menitan sang pulsa yang amat dinanti pn tak kunjung datang. Beruntung penulis sempat berkomunikasi dengan seorang teman menggnakan pulsa teman lain yang penulis bajak (baca: pintai pulsanya dengan suka rela). Akhirnya penulis pun menemui teman penulis itu di masjid kampus yang sejuk nan dingin. Penulis pun sempat meminta teman penulis itu untuk mengisikan pulsa ke nomor penulis mengingat ia pun berjualan pulsa. Namun kembali, masalah jaringan membuat pengiriman gagal. Terpaksa penulis harus gigit jari menelan kenyataan pahit itu (*LEBAY*).

Memasuki pukul 11.30, sang teman rupanya ada kelas lagi, sementara penulis masih harus menunggu samapi pukul 13.00 untuk kelas berikutnya. Awalnyapenulis berniat menunggu di mesjid saja, namun dingin yang begitu menusuk membuat penulis memilih untuk menunggu di lobi fakultas saja sambil menunggu teman penulis selesai berkuliah (Rajin bener yah!? Heu). Sebenarnya penulis ingin menunggu sampai pukul 13.00 itu di kstan teman penulis yang lain, akan tetapi hari itu dua teman penulis yang biasa menerima tamu tak diundang seperti penulis ini masih ada di rumahnya masing-masing setelah memutuskan bolos di hari pertama perkuliahan semester genap ini. Beruntung penulis sudah membuat perhitungan akan kejadian yang kurang menguntungkan yang lumrah terjadi di hari awal perkuliahan seperti tidak adaya kelas dikarenkan sang dosen ada ini dan itu, pun para mahasiswa yang sudah mafhumdengan sindrom hari pertama sehingga memutuskan ikut absen sebagaimana absennya para dosen. Novel setebal 500’n halaman yang baru sekitar 60% penulis baca itu bisa cukup membantu penulis melewatkan waktu selama hamper dua jam. Ditambah lagi di sela-sela penulis khusyuk menkmati setiap kalimat yang digoreskan sang penulis tiba-tiba ada sms masuk yang memberitahukan bahwa pulsa sebesar 5 ribu rupiah telah masuk ke nomor penulis! “aahh…akhirnya…” pikir penulis bersyukur sekaligus bahagia (hemm..memang sedikit lebay, tapi dalam situasi seperi itu pulsa menjadi amat sangat berarti). Sejak saat itu penulis tidak begitu kesepian (meni watir nyak!), bahkn penulis konsentrasi penulis sudah terbagi antara membaca dan ber-sms ria.

Sekitar pukul 12.15, akhirnya sang teman kembali lagi ke lobi setelah perkuliahannya sai. Ia sempat bercerita riang mengenai sang dosen yang juga sempat mengajar kami beberapa semester ke belakang, seperti mengenang masa lalu katanya! O,y, beberapa saat sebelum kedatangan teman penulis itu, penulis lebih dahulu kedatangan sebuha sms yang membuat penulis dilema antara harus senang atau sedih. Smsnya berupa jarkom yang mengabarkan bahwa mata kuliah di siang itu dibatalkan akibat sang dosen berhalangan dikarenakan salah satu anaknya sakit. Ada kelegaan dan juga kemirisan dalam benak penulis. Di satu sisi lega karena tidak harus berada di kelas dua jaman lebih untuk menerima kuliah 3 sks. Namun di sisi lain miris karena kehadiran di kampus tidak lebih dari sekedar buang-buang ongkos dan waktu tanpa mendapatkan sesuatu yang baru yang seharusnya sudah kami (baca: para mahasiswa) dapatkan di awal perkuliahan. Yah, minimal rules dan silabus untuk satu semester ke depan. Akhirnya penulis pun memutuskan untuk pergi ke BEC mengantar teman penulis yang ingin membel cashing hp yang baru karena Cashing nya saat ini bermasalah dengan beberapa tmbol yang tidak berfungsi. Namun sebelum bergegas ke BEC ami terlebih dahulu melaksanakan shalat dzuhur di masjid kampus lalu mampir dulu ke warung bakso untuk menyantap ice cream goreng dan batagor sebagai pengganti makan siang (diet mode on)

Ice Cream Goreng Strawberry: So Sweet

“Ice Cream Goreng: panas di luar, dingin di dalam”, begitulah tag line dari menu yangmasih terhitug baru di warung bakso tersebut. Karena masih baru, hargaya pun masih harga promosi. Penulis tertarik setelah melihat-lihat foto ice cream goreng tsb di hand phone teman penulis tadi. Dari fotonya, menu baru tersebut terlihat cukup menggiurkan. Penulis yang iseng bertanya kahirnya diajaknya mencba menu itu, dan akhirnya penulis yang emang penasaran pun mengiyakan ajakan tersebut.

Sebenanrya Ice cream goreng bukan menu baru, banyak tempat makan lain yang telah menyediakan menu serupa, bahkan penulis sendiri pun telah mengenal menu ini sejak beberapa tahu ke belakang. Namun, hingga sebelum penulis merasakan secara langsung untuk pertama kalinya (kamana wae ateuhh??? Haha) di warung bakso tadi, selama ini penulis hanya bertanya keheranan sekaligus membayangkan dengan geli bagimana cara, bentuk, dan rasanya menu ice cream goreng tersebut.

Penulis mencoba meyakinkan bagaimana rasanya ice cream goreng itu, mengingat penulis bukan orang yng begitu senang coba-coba dengan menu makanan baru. Pengalaman penulis mencoba beberapa kali mencoba menu baru selalu berujung penyesalan (ya kan mana mungkin penyesalan muncul di awal, iya tak?? Heuu), makanya penulis cukup selktif dalam memilih menu apalagi yang harganya lumayan menguras kantong mahasiswa tulen (baca: belum punya profesi sampingan lain selain mahasiswa!). Dan teman penulis pun meyakinkanbahwa menu itu cukup worthed lah intinya. Sambil menunggu datangnya menu yang dinantikan, kami lebih dahulu menyantap batagor sebagai hidangan pembuka.

Akhirnya menu utama sekaligus dessert yang sudah dinanti sedari tadi pun tiba! Hemm..tampilan luarnya 90% mirip dengan gambar yang terapajang di hamper setiap sudut warung bakso tsb. Roti goreng burlapis krispi/kremes berebentuk menyerupai bulatan. Di atasnya dibubuhi selai strawberry yang digoreskan zigzaz di sepanjang permukaannya. Dan ditengah-tengahnya diberi satu biji buah strawberry yang dipotong menjadi dua bagian yang mempercantik tampilan luarnya. Sementara bagian dalamnya dipenuhi ice cream strawberry yang sudah mulai mencair. Potongan pertama penulis masukan ke dalam mulut, manis, itulah yang penulis pikirkan. Namun jujur saja penulis kurang mendapat sensasi panas di luar; dingin di dalam-nya itu tadi. Memang di beberapa bagian dingin dari ice creamnya masih teras, akan tetapi di banyak bagian lainnya ice creamnya malah berasa hangat, bukan dingin. Jadi, penulis kurang merasakan sensasi ice nya, justru ice cream goreng tersebut malah berkesan roti goreng yang berisi krim strawberry di dalammnya. Untung saja ada sang strawberry yang tidak hanya mempermanis tampilan, tetapi juga memberikan warna tersendiri bagi rasa ice cream goreng itu.

Over all, cukup nice lah, manisnya ice cream strawberry dipadu dengan asam manisnya rasa strawberry segar cukup membuat lidah ini bergoyang. Hanya saja untuk selai di bagian atasnya terlalu banyak jadi bikin enek karena ice screamnya sudah manis, namun semuanya kembali pada selera masing-masing. Oh, ya, satu lagi andai saja dinginnya ice cream di dalam roti goreng bisa terjaga pasti rasnya akan lebih maknyuss! Penulis jadi terpikir ingin memesan menu serupa di tempat lain dan ingin membandingkan rasanya untuk menambah referensi kuliner sekaligus meyakinkan konsep pans di luar dan dingin di dalam itu ya memang begitulah seharusnya (baca: penasaran!). Dan, sebelum kami meninggalkan warung bakso tersebut, penulis menyempatkan memesan jus cappuccino karena kurang puas dengan sensasi dinginnya! (modus: padahal mah maruk!) hehehe.

Si Ikan Merah: the new hp's accessories

Sesuai rencana, setelah memanjakan perut di warung bakso tadi, kami segera meluncur ke BEC untuk mencari cashing sang teman. Tanpa menunggu lama kami segera menaiki angkot yang melintas di depan kami, dan beruntung sang sopir rupanya sedang tidak bernafsu untuk mendzolimi penumpangnya (baca: ngetem) meskipun angkotnya tidak bisa dibilang penuh. Sayangnya, seperti biasa angkot yang kami tumpangi terjebak macet sedikit di beberapa titik yang memang biasa menjadi sumber kemacetan. Singkat waktu, kami pun tiba di BEC dan segera mencari lokasi bursa cashing. Tanpa membuang banyak waktu kami pun tiba di toko pertama. Di sana, ketika barang yang dicari sudah ditemukan, teman penulis minta mencoba terlebih dahulu barangnya, namun ditolak. Ia pun tidak menyerah, dijelaskannya masalah utama pada hpnya yaitu tidak berfungsinya beberapa keypad. Mendengar penjelasan teman penulis, si mbak-mbak menyarankan untuk memeriksakan hp sang teman terlebih dahulu, khawatir kerusakan bukan pada keypad melainkan spare part di dalamnya. Maka, kami pun berkunjung ke gerai resmi milik jenis hp yang dimiliki teman penulis.

Setibanya digerai, kami disambut oleh petugasnya yang juga mbak-mbak. Si Mbak kemudian menjelaskan ini dan itu yang intinya, untuk melakukan general chek up pada hp sang teman, hp nya mesti dirawat inap setidaknya tiga hari dengan resiko kehilangan seluruh memorinya juga dikenai biaya sebesar 66 ribu. Setelah berfikir beberapa saat, berdiskusi dengan sanak familinya, dan (akhirnya) berhasil memindahkan seluruh nomor kontak di mememory telepon ke SIM card, dan mendapat jaminan untuk mendapat pinjaman hp sementara dari kakanya, akhirnya ia pun ikhlas melepas hp-nya untuk dirawatinapkan. Naah, sebelum pulang kami menyempatkan diri masuk ke gerai aksesoris hp. Penulis kebetulan sedang ingin mencari gantungan hp baru, untuk menggatikan gantungan hp terakhir yang awalnya berbentuk kura-kura lucu namun kini telah berganti menjadi kura-kura tanpa kepala (kasian ya!).

Awalnya penulis pesimistis, pasalnya di eberapa toko sebelumnya penulis tidak menemukan yang cocok. maklum saja dalam beberapa hal penulis cenderung pemilih, dan penulis adalah tipe yang mudah suka ketika cocok, dan tidak mudah suka ketika memang tidak cocok. Setelah melihat-lihat di bagian depan, awalnya penulis sempat kepikiran untuk membeli gantungan tim sepak bola kesayangan penulis, namun berhubung tampilannya kurang eye catching, gak jadi deh. Ketika penulis hendak meninggalkan gerai tersebut sejenak penulis sempatkan melongok bagian dalam dan menemukan masih ada gantungan yang lainnya di dekat kasir! Penulis pun kontan mendekati sumber gantungan yang lain itu. Tanpa dinyana, di sana penulis menemukan beberapa yang cocok. Ada yang berebentuk kodok, monyet, huruf, namun akhirnya penulis memilih yang berbentuk ikan sebagaimana dalam gambar di bawah. Ada sedikit faktor terburu0buru ketika penulis akhirnya memutusakan membeli si ikan merah karena penulis pun tidak begitu paham letak istimewanya dimana. hanya saja warna merahnya yang menyala membuat penulis jatuh hati. Yah, merah kan lambang tim kesayangan penulis gitu loh. hehe.

Lalu sisi Romantis dan Kasih Sayangnya??

Pembaca yang budiman (hoallah..kayak iya ada yang baca aja ya?!? hee), begini loh coba lah Anda cermati, dalam rangkaian pengalaman di atas penulis menitikberatkan pada dua warna; PINK dan MERAH. Pink di Ice cream goreng, Merah di gantungan baru. Well, awalnya sama sekali tidak ada unsure kesengajaan untuk menyandingkan dua warna itu. Namun, pada akhirnya ketika penulis mengawali cerita ini terbesit bahwa okay, it's a destiny to feel the ice cream goreng and buy the red gantungan. Kenapa? karena toh keduanya pada akhirnya member inspirasi pada penulis untuk menghasilkan postingan ini.

Pembaca yang budiman, mari kita perhatikan warna Pink dan Merah sejak zaman dahulu kala selalu melambangkan nuansa romantisme dan kasih sayang. Pink merupakan warna yang lembut, manis, dan penuh cinta. Pun merah, disamping berani ia pun sering kali melambangkan cinta. Lihat bagaimana cara orang-oarang mengekspresikan rasa kasih sayangnya, romantismenya, cintanya. Sekuntum mawar merah biasanya menjadi simbol rasa sayang atau cinta seseorang terhadap orang lain. Ketika meminta seseorang mewarnai gambar berbentuk hati, mereka cenderung akan memilih warna pink atau pun merah. Dan cinta serta kasih sayang sering kali memabwa keceriaan dan kebahagiaan pada semua orang yang merasakan dan mendapatkannya. Yah, intinya kedua warna tersebut seringkali diidentikan dengan itu tadi keromantisan dan rasa kasih sayang sehingga bulan februari bisa dianalogikan dengan warna merah dan pink yang berarti bisa disimpulkan bahwa bulan februari merupakan bulan penuh kasih sayang.

Harapan penulis ialah, meskipun awalnya penulis merasa awal Februari yang seharusnya dilalui dengan suatu ilmu pengetahuan (formal) baru malah justru hamper berakhir dengan nothing, namun kemudian berubah menjadi satu optimisme akan keceriaan yang ditimbulkan di bulan romantis ini. Yah, ice cream strawberry dan si ikan merah telah mengembalikkan keceriaan bulan februari bagi penulis. Penulis, sama seklai bukan termasuk mereka yang percaya dengan ramalan-ramalan, namun semangat ice cream strawberry dan ikan merah sudah cukup mempengaruhi penulis. yah, sebelum tulisn ini makin melantur maka akan segera penulis akhiri. Satu hal, bulan februari ini (terutama dari pertengahan hingga akhir) akan menjadi hari-hari yang hectic bagi penulis. Jika tidak pandai-pandai membagi waktu, akan banyak yang terkorbankan. Akan banyak pressure dari mana-mana yang jika tidak disikapi dengan bijak akan meudah membuat down. Untuk itu, penting bagi penulis membawa konsep Februari romantis, penuh kasih sayang, agar penulis tidak mudah down. Last word for today: Have a good February, all :)).