Tampilkan postingan dengan label Catatan Archipelago :)). Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Catatan Archipelago :)). Tampilkan semua postingan

Senin, 23 Juli 2012

3rd Day: Transportation Day


Setelah hari kedua kami-kami sangat go green dengan berjalan kaki mengintari malioboro tanpa berkendara sedikit pun, akhirnya hari di hari terakhir kami di kota ini kami putuskan untuk berkendara.  Mulai dari becak yang tradisional sampai Trans yang modern.  Oh, ya, sekedar informasi, entah apanya yang salah ya, yang jelas hari ketiga kami awali dengan terkantuk-kantuk.  Kalau kemarin hari pukul 09.00 kami sudah siap meluncur keluar penginapan, hari ini bahkan beranjak dari kasur pun belum!  Dinginnya cuaca seakan makin melenakan.  Dengan berat, akhirnya penulis menyeret diri masuk kamar mandi.  Baru setelahnya teman penulis menyusul.  Dengan kondisi seperti ini, ya tidak heran kalau akhirnya kami baru meninggalkan penginapan pukul 10.30.  Memulai agenda dengan mengunjungi toko oleh-oleh dan mengunjungi salah satu toko di Malioboro, pukul 12.00 kami sudah kembali ke penginapan untuk bersiap check out.  Pukul 12.30, setelah shalat zuhur, kami pun resmi meninggalkan kamar dan hanya menitipkan barang kami di kantornya si pengelola pengginapan.  Kaminya? Mabur pake Trans Jogja! haha

Trans Jogja!


Wiiw…setelah sekian hari dibikin puas sekadar melihat bus mini berwarna hijau kekuningan ini berseliweran di sepanjang malioboro, akhirnya penulis berkesempatan juga naik angkutan umum khas kota ini.  Apa sih yang spesial dari bus trans?  Ya..dgak ada yang istimewa ya secara di kota penulis pun sudah ada kendaraan sejenis meski penulis memang belum pernah berkesempatan naik (keburu ditarik lagi dari peredaran soalnya..heu), terus penulis juga sudah pernah merasakan naik bus sejenis di kota lain.  Nah, tapi justru bagi penulis pribadi, gak afdol rasanya kalau kita gak nyobain berkendara pake kendaraan khas kota yang penulis kunjungi.  Ada rasa penasaran saat belum mencoba dan kepuasan setelah mencobanya. Dan, sekalinya make trans ehh….diajak yang jauh sekalian, samapi shelter terakhir, sekitar 45 menit, alhamdulillah…puas! J

Prambanan


Kesinilah Trans membawa kami.  Ke shelter Prambanan.  Barang tentu lokasinya dekat, bahkan sangat dekat ke Prambanan.  Tinggal nyebrang aja sih sudah masuk kompleks Prambanan.  Tapi, pintu masuknya itu loh lumayan lah sekitar sepuluh menitan ditempuh dengan berjalan kaki.  Itu  baru sampai gerbangnya aja tapi, nah ke pintu masuknya sekitar lima menitan.  Dari pintu masuk ke kompleks utamanya sendir ya sekitar lima-sepuluh menita, jadi ditotal ya kurang lebih 30 menitan lah kami berjalan kaki.  Belum di kompleksnya sendiri, naik turun tangga plus ngelilingin kompleks candinya sendiri.  Mana di tengah suhu udara yang serasa menusuk kulit.  Tapi syukurlah, kesejukan seketika melanda saat kami menepi di salah satu sudut kompleks dan bernaung di bawah pohon yang rindang.  Entah bagaimana yang jelas beristirahat disana sangat-sangatlah menyejukkan.  Padahal ya saat penulis keluar dari area pepohonan tersebut untuk berfoto, udara panas yang tadi dirasakan langsung kembali menggerogoti.  Sungguh ajaib. 

Kauman


Sepulang dari Prambanan, sebelum kembali ke pnginapan kami sempat mampir ke toko sekitar malioboro untuk membelikan batik titipan kakak teman penulis.  sepuluh menit selepas maghrib kami baru kembali ke penginapan untuk shalat dan lalu mengambil barang yang kami titipkan.  Penulis sih masih menitipkan barang sampai jam 20.30-an karena berencana ingin bertarawih pertama di Masjid Gede Kauman dahulu.  Hasrat, ya, bertarawih di Masjid Gede ini sudah lebih dari sekedar keinginan, malah sudah menjadi hasrat.  Sejak awal berencana pergi kemari (sekalipun dadakan dan tak terduga) dan mengetahui kalau jadwal kepulangan tepat di malam pertama Ramadhan, sebenarnya penulis ingin memundurkan jadwal kepulangan hingga esok, tanggal 20 supaya sempat merasakan bersahur dan berbuka disana.  Namun, apa daya, ada satu jadwal akademik yang tidak bisa tidak penulis indahkan.  Jadi, ramadhan kali ini harus puas hanya dengan bertarawih pertama disana.  Ya, mungkin itu lebih dari cukup untuk saat ini.  Bukan jarak yang dekat dan harga yang murah sebenarnya untuk bisa bertarawih disana.  Maklum, kesana ya sama aja kayak ke keratin, perlu ditempuh dengan becak mengingat tidak ada kendaraan lain.  ada sih Trans, tapi konon kata mang becaknya gak lewat, tetep harus jalan.  Masalah karena jalan?  Oh, tentu saja tidak!  Wong kemarin saja kan penulis dengan teman dan adik udah puas gitu nyingkreuh.  Masalahnya kali ini justru adalah fakta bahwa penulis Cuma turis domestic *ceileh* di kota ini.  Sekalipun penulis sangat mengagumi kota ini, ya tetep ini bukan wilayah jajahan penulis.  Hari gini masih takut nyasar?  Secara kan teknologi udah canggih gitu…. Iya memang, tapi kan sayangnya penulis termasuk salah satu yang belum bisa mencicipi kecanggihan teknologi itu seutuhnya.  HP penulis ya boro-boro ada GPS-nya, masih seri W610i gitu, I-Pad mana punya, wong saking niat mengabadikan tiap momen lewat tulisan buat dishare via postingan blog kayak gini aja penulis sampe kudu memboyong net-book tercinta yang…masyaallah….berat!  Jadi intinya penulis tidak berani berspekulasi di kota asing dengan teknologi terbatas.  Titik. Mana male mini juga kan jadwal kepulangan penulis.  lewat pukul 21.24, penulis hampir pasti terlunta-lunta, kan sudah check out dari penginapan sejak siang hari.  Well, sudah-sudah, kembali ke kauman.  Masjid ini bagi penulis memiliki makana dan kedekatan tersendiri.  Ya, maklum ini kan masjid yang didirikan oleh pendiri persyarikatan yang dimana penulis menjadi bagian di dalamnya.  Mana pernah dibuatkan pula film biografinya, sampai kita faham betapa masjid ini dibangun dengan pengorbanan yang tidak sedkiti.  Dari tadinya surau kecil yang bakan sempat dirobohkan, ehh…sampa akhirnya berdiri kokoh sebagai sebuah masjid di kampung Kauman.  Lokasinya yang strategis (dekat Alun-alun dan Keraton) juga menjadi nilai plus tersendiri *ya walalupun dari Malioboro lumayan*.  Penulis tiba disini sekitar pukul 18.30, dan tanpa membuang waktu penulis langsung bergegas menuju kamar mandi.  Keringat yang melengketi tubuh yang dibekal dari Prambanan tadi sudah menghilang saat penulis berbecak seorang diri menuju kemari tadi.  Angin sepoy-sepoy menemani perjalanan penulis.  Seusai mandi, penulis pun segera memasuki masjid mencari lokasi strategis, dan akhirnya meski tidak strategis-strategis amat, tapi syukurlah ada tempat yang lumayan strategis.  Lokasinya ada di samping dekat kipas angin!  Ya, bukan rahasia kalau suhu di kota ini kan emang tidak sesejuk kota tempat penulis tinggal.  Dan, meskipun penulis baru saja mandi, ya, ruangan tertutup dengan jumlah orang yang banyak otomatis bikin suhu yang memeng sudah panas makin panas.  Makanya, sedari awal, posisi yang berangin yang penulis incar.  Dan kenapa penulis agak terburu-buru ya satu saja sih alasannya, supaya tidak kehilangan posisi strategis itu.  seperti bayangan penulis bahwa Kauman malam itu cukup disesaki jama’ah yang hendak melaksanakan tarawih.  Sekalipun ada perbedaan penetapan awal Ramadhan, toh di kota yang sedang penulis kunjungi ini kan memang merupakan pusat salah satu persyarikatan sosial agama terbesar di Indonesia sehingga tidak heran jika mayoritas sudah melaksanakan shaum di hari jum’at dan bertarawih di kamis malamnya.  Oh, ya, mengapa penulis hanya seorang diri? Karena rekan penulis enggan diajak bertarawih disana, takut ketinggalan kereta, malas berat bawa barang dan jauh, dan terutama doi setia sama pemerintah memulai shaum di hari sabtu.  Jadi ya itu tadi, kami berpisah pas penulis naik  becak menuju kaumana, sementara teman penulis masih berjalan-jalan di Malioboro sambil mencari becak menuju stasiun.  Kembali ke Kauman.  Shalat isya, Tausyiah, Shalat iftitah dan Tarawih semua berlangsung selama kurang lebih satu setengah jam.  Artinya, penulis hanya tinggal punya sejam kurang untuk tiba di stasiun.  Itu pun belum termasuk mengambil barang dan membeli makan *satu hal yang tidak pernah penulis lupakan*.  Hampir lima menitan menunggu sebelum penulis akhirnya mendapatkan becak.  Akhirnya, penulis pun meninggalkan Kauman dengan perasaan bahagia sekaligus sedih.  Bahagia sudah berkesempatan tarawih disna, sedih karena harus buru-buru meninggalkan tempat tersebut.  Lebay? Kan semua masjid sama aja, dan rata-rata masjid disana emang udah mulai taraweha juga malam itu? begini ya, yang mahal disini bukan Cuma ongkos becaknya, tapi lebih jauh dari situ sejarahnya, kedekataan emosionalnya.  Angin, angin, anginn…. Kegerahan di Kauman tadi terbayar dengan sepoyan angin yang meniupi penulis sepanjang berbecak menuju stasiun.  Sampai jumpa lagi Kauman, nantikan kembali kehadiran penulis….segera. 

Back Home: Lodaya Malam
Ini nih kejadian aneh unik lucu tapi nyata.  Perasaan penulis sudah dengan sangat gambalang bilang sama mamang becak-nya sedari awal kalau minta diantar ke penginapan untuk ambil barang sebelum ke stasiun.  Ehh…tapi entah apanya yang miss, yang jelas ini mang becak malah langsung bawa penulis ke stasiun, ya ampuun…kan gimana mau pulang juga orang barang masih di penginapan.  Akhirnya setelah menjelaskan beberapa kali dengan susah payah *nah lho, gak ngerti, penulisnya yang kurang jelas apa mamangnya yang…ahh sudahlah* akhirnya becak pun berbelok kea rah berlawanan, menuju penginapan.   Syukurlah lokasi penginapan tidak seberapa jauh ditempuh dengan becak, kebayang kalau lokasinya di dekat Beringharjo, alamat ketinggalan kereta ini mah.  Ya, bisa dibilang penulis kayak kejar-kejaran pas menuju stasiun itu.  mana teman penulis tak henti-hentinya menghubungi, pake anceman suruh ganti tiket kalau ketinggalan kereta lah, ditinggal lah.  Ahh, tapi sekalipun iya ketinggalan ataupun ditinggal penulis sama sekali tidak akan menyesali memaksakan diri bertarawih di kauman, paling yang bikin nyesel dan ngenes ya rugi di tiketnya.  Ditinggal seorang diri disini pun sebelutlnya penulis tidak takut, Cuma ya itu sayang tiketnya!  Dan, syukurlah semua masih berjalan sesuai waktunya.  Pukul 21.00 penulis tiba disana.  Menunggui teman yang tenyata baru shalat isya karena menunggu penulis dulu sedari tadi *maaf*, penulis akhirnya membeli amunisi untuk dimakan di jalan *secara ritme makan penulis yang santai dan menikmati tiap suapnya tidak memungkinkan penulis makan disitu*.  Kereta datang sesuai jadwal, tanpa berhenti lebih lama, pukul 21.30, kereta pun sudah melenggang lagi.  Jika perginya penulis terpaksa menumpang Kereta Eksekutif, sekarang penulis naik kereta bisnis yang tentu saja masih enakan eksekutif kemana-mana! *yaiyalah*.  Awlanya, fine, tapi lama-lama hawa panas tak tertahankan sangat-sangat menganggu, mana kaca jendela pas di tempat penulis duduk tidak bisa dibuka, kipas angina cukup jauh, pas di bawah sorot lampu.  Hemm…sama sekali bukan posisi strategis.  Dan entah bagaimana caranya penulis mampu bertahan hingga tengah malam sebelum akhirnya di tengah terjaganya penulis dari tidur untuk yang kesekian kalinya ini, penulis menyerah.  Saat ada petugas keamanan yang berpatroli, akhirnya penulis buka suara meminta si bapak membukakan kaca jendela.  Tidak mudah memang, perlu menggunakan alat, tapi syukurlah akhirnya bisa juga.  Sempat sedikit membuat gaduh, tapi ya untungnya tidak fatal.  Dan, alhamdulillah……sejuka dan segar nian saat jendela terbuka.  Iya pas enulis melihat sekeliling gerbong sih rata-rata pada kedinginan.  Malah, beberapa kipas angin tidak dinyalakan.  Beberapa lainnya berselimut.  Tapi ya gimana, kan kali kondisi dan perasaan kita beda satu sama lain.  Toh, teman penulis pun sama kegerahannya.  Meskupun semakin ke barat dan semakin menjelang subuh udara dingin terasa mulai menusuk, tapi itu jauh lebih baik daripada berasa seperti di panggang dalam oven.  Ya, mohon maaf ya bilamana kkeputusan saya membuat beberapa orang menggigil, tapi yakin ahh tidak sebegitunya.  Hehe.  Kereta tiba di Bandung pukul 05.30, dan segera kami menuju mushola, menunaikan shalat subuh.  Setelahnya, kami berpisah di luar stasiun karena menggunakan angkutan yang berbeda.  Dan, itulah akhir dari perjalan 3 hari 2 malam penulis di kota impian penulis, kota yang selalu ngangenin, kota yang selalu nagih buat dikunjungin, ahh… tunggu kehadiran penulis kembali ya!  Oh, ya, ini untuk pertama kalinya juga penulis mengalami “sahur on the road”, loh, sahur di kereta.  Serba terbatas dan kurang berselera, tapi ya dinikmati sajalah, namanya juga darurot. Hehe. Next time penulis bakal sahur  plus buka di kauman deh, semoga ya. Aamiin.
***

Begitulah kisah tiga hri perjalana penulis selama di kota Pelajar.  Aneh? Ngebosenin?  Ahh…gapapa yang penting penulis sudah berusaha menshare pengalaman, suka duka penulis disana.  Masih kerasa kaku apa lebay?  Maklumi saja ya, masih belajar.  Belum bisa meringkas.  Kalau ada yang punya tips dan masukan, dengan senang hati penulis terima.  Akhir kata, mohon maaf atas kebingungan yang penulis hadirkan di tiga postingan ini, dan selamat menikmati. J

2nd Day: Go Green Day (baca: Nyikreuh Day)



Yap, setelah tidak banyak beraktivitas di hari pertama, nih hari kedua ini nih saatnya berseliweran.  Sayang aja ya udah kesini Cuma ngeringkuk di penginapan.  Let’s be more casual, then.  Dengan rencana setengah matang, akhirnya kami memulai hari kedua dengan menyantap mie kemasan *gak boleh sebut merek*, baru setelah mandi *akhirnya untuk pertama kalinya setelah sampai di kota ini kemarin harinya* kami memulai agenda pertama yaitu ke stasiun.   Satu tujuan dua agenda:  menukar struk dengan tiket dan membeli tiket pulang untuk malam harinya.  Setelah sempat bingung dengan tempat tujuan berikutnya ssampai-sampai persis kayak lagu Ayu Ting Ting “kemana….kemana….” akhirnya, Taman Pintar pun menjadi tujuan berikutnya. 

Morning to Early Afternoon: Taman Pintar

                   
Setelah sebelumnya mengisi perut untuk sarapan (jam 11 loh sarapannya, hello), kami pu n tiba di wahana edukasi ini sekitar pukul 11.30.  setelah sempat menimbang-nimbang masuk-tidak, masuk tidak dengan memperhatikan beberapa rombongan anak sekolah yang ada di sekitar pelataran tamannya, akhirnya kami memutusakan masuk saja.  “Ngapain kesini gitu loh kalau gak masuk”, celoteh teman penulis.  beruntung, pas kami masuk pas kebanyakan anak-anak itu beres, jadi yaa….Cuma ada kami dan beberapa pengunjung umum lainnya di dalam.  Di taman Pintar ini ada dua wahana ekshibisi utama, ruang pameran tokoh baik raja-raja, ulama, hingga negarawan di gedung pertama (dan baru spertinya, soalnya saat pertama kali mengunjungi tempat ini dua tahun silam, ruang pamer ini belum ada), serta ruag pamer science, mulai dari dinausaurus, alam raya, teknologi pangan hingga mesin, ruang angkasa, dan teknologi science lainnya.  Sangat cocok buat kamu-kamu yang ingin nambah pintar!  Berhubung ini taman Pintar ya, begitu kita menelusuri araj jalan keluar kita langsung dihubungkan dengan semacam Palasari-nya bandung, pusat buku. 

Full Middle Afternoon: Jogja Art festival










Sempat jajan dan kongkow sejenak di FOOD COURT-nya, kami mendapati adanya sinya wifi dari art jogja festival yang berlokasi di pusat kebudayaan Jojga yang ternyata berdampingan lokasinya dengan Taman Pintar ini.  Tak ingin kehilangan momen sekaligus untuk mengisi kekosongan agenda, ya tanpa membuang waktu kami pun bergegas kesana.  Di luar gedung pamer, kami telah disuguhi dua mega karya, yaitu: seonggok patung gajah dengan gading panjang  besar menjuntai yang terperangkap dalam bebatuan dari batok kelapa dan ‘sarung’ kayu berbentuk gajah yang menyelimuti gedung pamer.  Hanya dengan mengisi daftar hadir tanpa harus merogok kocek, akhirnya kami menapaki ruang depan gedung pamer yang diisi satu manekin pesawat kecil yang tergantung sendirian disana.  Setelahnya kami disuguhi pilihan, kanan atau kiri, dan kami pilih kanan.  Gedung yang memanjang dan melebar tersebut hampir menyimpan kejutan-kejutan tersendiri di setiap sudutnya.  Hampir tidak ada sudut yang tidak dihiasi karya seni.  Lukisan berbagai media, patung, miniatur, foto, dan berbagai karya seni lainnya, terutama yang bersifat kontemporer.  Sayangnya tidak adanya buku panduan dan atau petunjuk arah bagi pengunjung sehingga jujur penulis pribadi agak kebingungan darimana mau kemana duku dan kemana lagi.  Bukan apa-apa, banyaknya karya yang dipamerkan di ruangan yang cukup besar dan luas membuat pameran ini seolah tak berujung, ada lagi dan lagi.  Kan, sayang sekali jika ada yang terlewat.  Tapi, dengan susunan seperti itu tanpa arahan yang jelas bukan tidak mungkin banyak yang melewatkan beberapa karya seni yang sungguh sayang untuk dilewatkan sebenarnya.  Overall sih sebagai pengunjung biasa yang kurang paham dan mahir berkarya seni, penulis terhibur lah dengan suguhan Fesrival Seni tersebut.

Almost late Afternoon: Salaks
Ini dia nih salah satu komoditi wajib beli penulis kalau menengok si kota yang selalu ngangenin ini.  Manis dan empuknya salaks-salaks aseli sini selalu bikin penulis ngiler!  5 Kg Salaks pun akhirnya penulis bawa pulang dengan susah payah.  Yah, 5 Kg salaks digotong sendiri sampai penginapan yang jaraknya sekitar hampir sekilo-an dari tempat jualan salaks tersebut.  Alhasil, sampe penginapan, bukan Cuma kaki yang pegel, tapi tangan juga udah kayaknya tinggal diputer biar putus!   PIJEEEEEEEEEEEEEEEEEEEET!

Late Afternoon: Mirota
Oh, ya, sebelum langsung meluncur ke penginapan, kami sempat mampir ke salah satu batik ternama di sekitaran Malioboro.  Lokasinya, untungnya, besebrangan dengan penjual salaks tadi, jadi yaa…lumayan ada tempat istirahat.  Disana sebenarnya penulis hanya berkepentingan mebeli seprai batik sebagaimana diamanahkan oleh ibu penulis.  Tapi gimana ya dasar perempuan, kalau udah masuk ke toko gitu ya gak afdol kalo gak sambil liat-liat dan tentu saja ngacak-ngacak sambil sesekali masuk kamar pas.  Sayang seribu sayang setelah keasyikan mencari-cari dan menemukan beberapa yang cocok, ukurannya tidak ada yang bersahabat di tubuh penulis.  kalau gak terlalu ngaleupeut, ya bikin badan penulis makin melar.  Mana penuh BGT, pegawainya pada sibuk gitu, heh….. dengan berat hati penulis melenggang dari sana hanya dengan satu sepre dan 5 kg salaks (tidaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaak).

Early Evening: Angkringan Kopi Jos
Setelah tiba di penginapan beberapa  saat selepas maghrib, penulis berkomitmen melepaskan keringata sejenak sebelum mandi untuk kembali menyegarkan tubuh penulis.  Tepat sebelum masuk isya, penulis sudah siap untuk kembali beraktivitas di malam harinya.  Selepas isya, kami pun bbersiap mencari makan malam.  Ingin mencoba suasana baru, akhirnya kami pun memutuskan makan di angkringan yang tepat berada di sebrang jalan tempat penginapan kami berada.  Setelah menunggu beberapa saat, gudeg, pecel elel, dan pecel ayam pun tersaji di hadapan kami.  Dasar penulis yang terbatas pemahaman seputar kuliner ya, si sambal yang melumuri ayam malah penulis singkirkan, dan bertanya-tanya mana bumbu pecelnya!?  Sumpah ya inni entah kekonyolan jenis apa yang pasti di fikiran penulis, pecel itu ya bumbu saus kacang kayak yang memang sering penulis temui di kota tempat penulis tinggal ini.  Iya tapi darisana at least ya penulis jadi gak akan salah pesen menu ya kalau pilihanny antara pecel ayam dan ayam goreng!  heu

Evening: Tip Top Ice Cream


Nah, sehabis makan, ini nih tempat incaran kita selanjutnya: kedai es krim klasik!  Kenapa klasik, karena menurut info dari mbah google, ini temat sering jadi tempat nongkrongnya oma-oma dan opa-opa, so….eitss….kalau kita sih in the name of curiosity ya, no more.  Lokasi yang ternyata tidak jauh dari angkringannya Pak Agus membuat tempat tujuan terakhir kami di hari kedua ini tidak sulit ditemukan.  Tiba disana, oke, gimana mau gak bikin betah para opa-oma, wong suasana dan tetek bengeknya aja masih mempertahankan zamannya beliau-beliau.  Tempat ice cream-nya, meja-kursi-nya, musik-nya.  kami memesan tiga ice cream sundae berbeda rasa: Cokelat, Strawberi, Vanila.  Rasanya sih ya sebenernya gak jauh beda sama es krim kemasan, tapi ya yang bikin harganya relatif mahal (20.000/gelas ice cream) ya penulis rasa suasana klasik-nya itu.  Cita rasnya juga sepertinya masih sama klasiknya, dan ya memang itu yang bikin tempat ini tersohor, menurut penulis ya ini.

#Pegeelengankaki
Tidak berlama-lama karena salah seorang dari kami harus sudah berada di stasiun pukul 21.00, setelah habis kami npun segera kembali ke penginapan.  Tidak sanggup terjaga lebih lama setelah mengintari malioboro dan sekitarnya seharian dengan berjalan kaki dan menjinjing beban yang lebih dari sekedar berat, penulis pun sudah menyerah kalah di atas kasur mungkin sejak jarum jam belum beranjak jauh dari angka Sembilan.  Tema hari ini ya itu dia pegel lengan dan kaki.  ISTIRAHAT. HOAAAAAAAAM.

JOGJA!



Pulang ke kotamu, ada setangkup haru dalam rindu
Masih seperti dulu
Tiap sudut menyapaku bersahabat penuh selaksa makna
Terhanyut aku akan nostalgi saat kita sering luangkan waktu
Nikmati bersama suasana Jogja
Di persimpangan, langkahku terhenti
Ramai kaki lima menjajakan sajian khas berselera
Orang duduk bersila
Musisi jalanan mulai beraksi seiring laraku kehilanganmu
Merintih sendiri, di tengah deru kotamu
(Yogyakarta - Kla Project)
Gak ada hujan, gak ada badai, gak ada topan, gak ada banjir, dan jreng-jreng tiba-tiba saja dalam hitungan hari, setelah tiga tahun, kembali menginjakan kaki di kota yang bisa dikatakan kota impian, impian penulis pribadi.  Well, berlebihan? Okelah…kita ganti dengan kota yang ngangenin, yang selalu membuat kita rindu untuk sesegera mungkin kembali setelah meninggalkan kota ini.  Masih berlebihan?  Okay, setidaknya itu yang penulis alami dan rasakan.  Sekali lagi ya ini tentang KOTA NGANGENIN dari sudut pandang seorang penulis, jadi kalau sangat subjektif ya dimaklumi dann anggap wajar saja, ya!

Sedari awal  menginjakan kaki di kota ini,  sekitar  tiga belasan tahun lalu, ada kesan tersendiri yang jauh lebih istimewa dibanding kota-kota lain di luar kota tempat penulis tinggal yang pernah penulis kunjungi.  Kesan yang semakin menguat dengan rekaman sudut-sudut kota ini melalui sinetron Gita Cinta Dari SMA beberapa tahun silam.  Dikukuhkan dengan kunjungan kedua, kedtiga, keempat, dan sekarang ini kelima.  Rasanya selalu begini, tidak pernah ingin cepat pulang, dan selalu ingin segera kembali.  Ohh….kota yang penuh kerinduan…

Dan sekarang, pada kunjungan kelima ini, tak ingin kehilangan kesempatan merekam, mengabadikan, dan tak lupa mendokumentasikan seraya membagikannya disini.  Berbagi kebahagian, suka cita, pengalaman dan kegiatan yang penulis lakukan selama berada di kota yang selalu membangkitkan kekangenan penulis ini.  Kali ini penulis ditemani sohib semasa SMP, dan ceritanya menemani adik yang diterima di salah satu universitas ternama di kota Pendidikan ini yang juga didampingi oleh ayah penulis.  kali ini penulis akan mengisahkan perjalanan di hari pertama.

Selasa, 17 Juli 2012
07.45 WIB, dengan terburu-buru penulis memasuki pintu masuk stasiun Bandung sambil menggenggam HP dan menggotong tiga gembolan seraya memandangi sekeliling, mencari-cari keberadaan teman penulis.  Kereta yang sudah siap memboyong para penumpang menuju arah timur, ke tengah-tengah pulau Jawa tersebut, sudah nangkring saja di lintasan.  Sementara si teman yang sudah tiba entah sejak berpuluh menit sebelumnya itu dan berkali-kali menghubungi HP penulis belum juga kelihatan.  Celakanya, penulis GAK PUNYA PULSA!  Well, kepanikan yang seketika menyergap.  Apalagi itu bunyi mesin kereta sudah mulai terdengar.  Ditambah petugas penjaga pintunya yang mengumumkan beberapa kali bahwa kereta yang penulis tumpangi akan segala meluncur.  Dercitan pagarnya itu loh, sangat-sangat membuat jantung penulis berdegup kencang.  Kacamata, penulis tidak menggunakan kacamata!  Celaka! Beruntung, tak lama si teman kembali menghubungi dan akhirnya sebuah lambaian tangan melegakan penulis.  Sang teman yang sedari beberapa menit lalu menjadi sosok yang paling penulis cari, kami pun masuk ke lintasan.  “syukurlah tidak harus mengganti tiket teman gara-gara ketinggalan kereta” batin penulis, legaa. 

Begitu lega karena sudah memasuki lintasan, ehh…terjadi sedikit masalah di dalam keretanya.  Setelah memastikan bahwa kami tidak memasuki gerbong yang salah, ehh..ternyata kursi kami sudah ada yang menempati!  Seorang bule perempuan yang berhadap-hadapan dengan keluarganya.  DILEMA.  Mengusir artinya membuat satu keluarga itu terpisah, dan lagipula akan menimbulkan ketidaknyamanan satu sama lain.  tapi, di lain pihak itu toh kursi kami, hak kami.  Sempat merasakan duduk di kursi tersebut selama beberapa detik dengan kikuk, akhirnya setelah berdiskusi dan menyelesaikan secara “kekeluargaan”, kami akhirnya mengalah untuk pindah ke kursi si bule seharusnya.  Win-win solution lah itu.  Akhirnya hingga tiba di stasiun tujuan dengan menempuh selama kurang lebih delapan jam tiga puluh menit perjalanan, kami pun menikmati duduk di kursi belakang.  Nah, lucunya yaitu si embak (semacam pramugarinya Kereta) yang napak kebingungan dan kesulitan untuk mengklarifikasi tempat duduk sang bule.  Kendala bahasa, menjadi sumber permaasalahan utamaa, menurut hasil analisa penulis. 

Pukul 16.30, akhirnya  kereta yang mengangkut kami tiba juga di stasiun tujuan, telat hampir sejam dari yang tertera di jadwal tiba pada tiket.  Setelah melaksanakan kewajiban yang belakangan menjadi kebutuhan untuk mengucap rasa syukur diberi keselamatan tiba di a lovely city, sebagaimana menjadi slogan kota ini di salah satu spanduk, kami pun bergegas menuju penginapan dengan berjalan kaki!  Dua  satu buah tas gendong dan satu tas selempang serta satu ‘tas’ jinjing berisi snack membebani punggung, dan kedua lengan penulis.   Sedangkan teman penulis, melenggang dengan satu tas yang membebani bahunya saja.  Berkomitmen tidak berbecak dan atas kemurahan hatinya membewakan salah satu beban penulis, akhirnya sekitar sepuluh-lima belas menitan, kami pun tiba dengan……cukup ngos-ngosan di penginapan yang masih berlokasi di kawasan Malioboro!  Legaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa.

Nasi Kucing
Beranjak malam, kami pun bergegas mencari makan.  Maklum, semenjak turun kereta tadi, kami belum mencari makan, mana siangnya tidak sempat makan siang karena harganya yang lumayan uwow untuk saku kami (ups…ketahuan deh…heu).  Makin lengkap karena ternyata kami sama-sama tidak sarapan di pagi harinya (Cuma makn roti doank dua biji, hoho).  Kebayang kan bagaimana kondisi perut kai ini kalau dibedah…heu.  Akhirnya selepas isya, kami pun menuju warung yang menjajakan nasi kucing tepat di seberang rel yang banyak dlirekomendasikan orang, “WARUNG KOPI JOS PAK AGUS”, begitulah sang pemilik menamai kedainya. 

Sama seperti kebanyakan kedai makanan di kawasan sekitar Malioboro, warung Pak Agus ini pun berkonsep angkringan atau lesehan.  Tidak ada kursi dan meja, hanya bergulung tikar yang memanjang dari sudut jalan sampai batas trotoar pertama.  Warungnya pun lumayan ramai pengunjung.  Itu hari biasa loh, sudah terhitung hari kerja, terbayang jika musim liburan betulan, hem…curiga mesti menunggu beberapa saat sebelum akhirnya mendapat wilayah strategis untuk duduk dan menikmati suasana malam kota yang dicintai banyak orang ini.  Ya, tentu saja dengan konsep angkringan, ya warung ini emang pas buat mengisi perut sambil nongkrong bareng teman atau keluarga.  Minimal, menyantap kopi jos!  Itu loh kopi hitam yang dicelupi arang.  Rasanya? Entahlah, penulis sempat ditawari, tapi…segelas cappuccino dingin sudah kadung mencuri perhatian dan selera penulis.  Namun yang pasti bagi yang suka sepertinya nikmat, secara kopi tersebut malah jadi ikon dari warungnya sendiri.  Well, next time mari kita coba.

Dan, how about nasi kucing?  Bukan makanan buat kucing loh ya, tapi porsi kucing!  Ya artinya porsinya memang tidak banyak, setengahan barang kali.  Mengenyangkan bagi yang porsi makannya memang sedikit, tapi kurang bagi mereka dengan selera makan besar, termasuk penulis (upss….kan udah cerita di atas, belum makan dari pagi, jadi laparnya kuadrat…heheh).  Lauknya bawaannya ada yag sekedar sambal, ikan teri, pindang, dan tempe.  Penulis memilih yang terakhir.  Dengan ditemani tempe goreng (doyan kuadrat-kuadratan), satu tusuk usus krispi, dan setusuk telur puyuh, dua bungkus nasi kucing pun berhasil diluncurkan dengan mulus untuk dicerna oleh usus-usus dalam perut penulis. 

21.00 Till end:  Cold Day
Perut kenyang, kasur pun menanti.  Setelah sempat melihat-lihat sebentar di malioboro yang terlewati sepanjang perjalanan menuju dan kembali dari warung makan, kami sempat mampir dan membeli beberapa barang keperluan disana.  Namun,  setelahnya dengan pertimbangan sudah larut dan masih capek oleh perjalanan delapan jam yang kami tempuh siang harinya, kami pun memutuskan istirahat untuk menyiapkan tenaga esok hari.  Kami sudah kehilangan kesadaran sejak kurang dari pukul 23.00, dan sejak saat itu hingga kembali terjaga di tengah malam dan bahkan saat benar-benar terjaga diwaktu subuh, kami merasakan sesuatu yang bagi penulis pribadi aneh ya bisa terjadi di kota ini bagi kami yang tinggal di kota dengan cuaca jauh lebih sejuk daripada disini: KEDINGINAN!  Itu pula yang sampai akirnya membuat kami tidak mandi sebelum tidur karena tak ada keringat dan malah ya itu kedinginan. 

In short, agenda hari pertama ya hanya diisi oleh makan-makan sambil nangkring dan istirahat.



Jumat, 09 Juli 2010

Taman Pintar




ini nih "Laskar MoCil (baca: Mojang Cilik)Asber 37" sedang berpose di tengan jembatan gantung di area Taman Pintar(TP)@Ngayogyakartahadiningrat!

awalnya sempet mikir, TP? apaan sih? kayak anak kecil ajah, tapi yah setelah nyampe di lokasi..iya sih di luarnya ada arena bermain semacem jungki2an, jembatan2an, sampe apa tuuh yg muter2 sampe bikin pusing tuh??*lupa*.

eitt tunggu dulu, itu kan di luarnya, pas udah masuk ke dalem mah asik lagi! Awalnya begitu masuk sempet mikir "apaan nih, cuma saguliwek doank ginih?!?" coz tuh bagian bawah diisi ma stand purba, kendaraan umum, alam terbuka, ma percobaan2 fisika gituh kayak logam yg ternyata bisa ngapung di atas permukaan air loh! Jangan bosen dulu, ternyata setelah merangkak naik ke lantai kedua lewat tangga yang apa yah pkoknya muter gitu deh dengan diiringi gambar planet yg ada di galaxy kita berikut keterangannya (masya allah suhunya dari yg plus ampe yg minus ratusan derajat C!) truz di atas berturut2 disambut sama yg berhubungan ma geografi lah (kayak gempa, gunung meletus, etc) sstt..malah da rumah gempanya juga loh! selain itu ada juga tentang pertania, peternakan, pengolahan susu, matematika, fisika, sampai kebudayaan ndonesia semuanya lengkap deh ada di sini! buseeet dah, pkoknya di lt.2 tuh kayak gak ada abisnya deh! kalo kata obiet ma lagi..lagi..lagi!! ^^

eehh..ternyata masih ada satu lantai lagi: lantai 3! dan itu ternyata tempat pemurteran film ttg dinosaurus kalo gak salah, yah semacem biodkop mini gitu deh! gak tau juga yah bayar lagi ato gak coz gak sempet nonton juga sih soalnya udah ditungguin (kan rombongan gituh).

overall, ini tempat bagus BGT apalagi buat anak kelas 4 SD mpe SMP, tpi bukan berarti kite2 yang dah berubah sataus jadi maha dan juga orang2 deasa lainnya gak bisa menikmati tempat ini, yah lumayan lagi buat nge upgrade pengetahuan kita yg mungkin ja udah pada kabur! hehe pkonya disini kita bisa mengenal macem2 pengetahuan dari sejarah, kebudayaan, science, ampe teknologi (trutama yg dua trahir sih dominannya!). So, yuuukz ibu2, bapak2, kalo lagi "mampir" ke kota pelajar ajak deh tuuh anak-anaknya kemari, truz buat mbak2 n mas2 juga hayu atuh mampir juga jgn cuma mampir ke toko2 doank, gak jauh koq dari Malioboro..yah 5-10 menit nyampe laah! In short, nih tempat recommended to vist lah! ^^