Kamis, 24 November 2011

EMAS SEA GAMES XXVI INDONESIA

Akhirnya bulu tangkis berhasil menyumbang lima dari tujuh emas yang diperebutkan pada cabor Bulu Tangkis SEA Games XXVI.  Setelah sempat kehilangan emas perdana pada partai beregu putri, akhirnya tim putra menuntaskan kepenasaran akan perolehan medali emas SEA Games. Indonesia mengungguli Malaysia 3-1 di final beregu putra yang diselenggarakan 15 November lalu. 

Poin Indonesia diperoleh melalui dua tunggal dan satu ganda.  Simon sukses merebut poin pertama bagi Indonesia setelah mengalahkan Daren Liew dengan straight set di partai pertama.  Sayang di partai kedua, Malaysia berhasil menyamakan kedudukan setelah  Wah Lim Khim/Goh Wei Shem berhasil mempercundangi M. Ahsan/Bona Septano dalam tiga set.  Beruntung, TommySugiarto yang bermain sebagai tunggal kedua berhasil mengatasi perlawanan Mohammad Arif melalui pertandingan dua set.  Markis Kido/Hendra Setiawan yang bermain di partai keempat menjadi penentu kemenangan setelah tanpa kesulitan berarti berhasil menerkuk ganda Malaysia Mak Hee Cun/Ong Soon Hook dua set langsung.  Kemenangan peraih emas Olimpiade Beijing ini mem perbesar keunggulan Indonesia menjadi 3-1 atas Malaysia sekaligus memastikan emas pertama dari cabang olah raga bulu tangkis bagi kontingen Ondonesia di ajang SEA Games XXVI Palembang.  Telur pun terpecahkan!

4 Emas dari Nomor Perorangan
Gelar pertama dari beregu putra itu kemudian diikuti empat gelar lainnya di nomor perorangan melalui Tunggal Putra (MS) dan tiga nomor Ganda (Putra, Putri, Campuran).  Di final yang digelar tanggal 19 November lalu ini, Indonesia sebenarnya menempatkan semua wakilnya di nomor final, bahkan dua partai diantaranya terjadi sesama pemain Indonesia, namun sayang harapan untuk menyapu bersih gelar pupus setelah gelar tunggal putri berhasil dicuri Singapura. 

All Indonesia Final! :))
Dua partai final pertama dibuka oleh pertarungan sesama pemain Indonesia.  Uniknya dua partai ini bukan hanya mempertandingkan duel ganda, melainkan juga duel senior-junior.  Anekke/Nitya yang merupakan pemain penganti ganda utama Indonesia, Greysia Polii/Meiliana Jauhari yang cedera, berhasil menyempurnakan penampilan impresifnya sejak awal babak penyisihan beregu.  Di final mereka sukses menghempaskan perlawanan seniornya Vita Marisa yang berpasangan dengan pemain muda Nadya Melati dua set langsung.  Partai lain yang juga mempertandingan All-Indonesia-Final yakni ganda putra.   Uniknya, partai ini lebih dari sekedar pertarungan senior-junior, namun lebih jauh pertandingan ini bisa diilang perang saudara antara abng-adik.  Markis Kido/Hendra Setiawan yang sedang mengemban misi perburuan gelar keempatnya di ajang SG ditantang sang adik Bona Septano yang berpasangan dengan M. Ahsan di partai kedua.  Tanpa perlawanan berarti akhirnya sang junior berhasil mengalahkan seniornya dalam dua set.


Sementara partai ketiga mempertandingkan sektor Ganda Campuran, dimana Tontowi/Liliyana yang diunggulkan di tempat pertama berhasil mengatasi perlawanan ganda Thailand Sudket Prapakamol/Saralee Thoungtongkam dua set langsung.  Partai keempat mempertemukan Firdasari, tunggal andalan Indonesia, berhadapan dengan tunggal Singapura Fu Mingtian, yang sayangnya berkesudahan emas bagi Singapura melalui pertandingan ketat tiga set.  Firda yang bermain menekan di babak pertama mengalami penurunan permainan di babak kedua yang berlanjut hingga babak penentuan karena cedera otot yang tiba-tiba dialaminya sekalipun ia telah berusaha semaksimal mungkin memberikan perlawanan di set penentu itu.  Beruntung, kekalahan Firda tsb tidak mempengaruhi performa sang juara bertahan tunggal putra SEA Games, Simon Santoso.  Di final, ia berhasil mempertahankan gelarnya setelah mengalahkan tunggal Thailand Tanongsak Saensomboonsuk dengan stright  set.



Juara Umum
Dengan tambahan empat gelar dari nomor perorangan itu, total cabor bulu tangkis Indonesia menyumbang lima emas bagi kontingen Indonesia di ajang SEA Games XXVI, Palembang.  Perolehan lima emas tersebut melampaui target empat emas yang dicanangkan oleh PBSI sebelum perhelatan SEA Games ini.  Selain itu perolehan lima medali emas ini mengantar Indonesia menjadi juara umum di cabor ini, pasalnya Indonesia hanya kehilangan dua dari tujuh emas yang diperebutkan, yakni di nomor beregu putri dan tunggal putri.

Hasil mayor ini tentu saja menjadi jawaban tersendiri bahwa badminton Indonesia masih sangat besar sumbangsihnya bagi dunia olah raga Indonesia.  Hasil mayor Indonesia mesti diakui tidak diperoleh melalui perjuangan yang begitu susah payah mengingat beberapa pemain unggulan dari Malaysia dan Thailand tidak ambil bagian di ajang SG kali ini.  Namun demikian, Indonesia pun melahirkan calon pemain unggulan masa depan semisal Anekke/Nitya dan Tommy Sugiarto.  Keduanya memang bukan pemain baru sebenarnya, namun selama ini prestasi interansional yang masih terbatas dan usia mereka yang relatif masih muda membuat mereka kalah menonjol dengan para seniornya.  Semoga SEA Games ini merupakan langkah awal bagi para atlet muda kita, atlet masa depan, menapaki awal kesuksesan karier olah raga mereka.

Titel juara umum cabor Badminton SEA GAMES XXVI ini sekali lagi menjadi pertanda bahwa Indonesia masih sangat berpeluang dan mampu berprestasi di cabang ini sekalipun saat ini prestasinya di level kejuaraan internasional sedang mengalami penurunan.  Selamat pada para pasukan bulu tangkis Indonesia, semoga prestasi ini bisa dipertahankan bahkan bila mungkin ditingkatkan bukan hanya di SEA GAMES mendatang, melainkan juga di level yang lebih tinggi seperti ASIAN GAMES hingga Olimpiade.  Selamat atas kesuksesannya saaat ini, jangan berhenti berprestasi hingga batas tetes keringat terakhir, MAJU TERUS BULU TANGKIS INDONESIA! J

photos: PB PBSI

Rabu, 16 November 2011

Dan Tangis pun Menjawabnya...


Tuhan,
Pagi ini saya menangis,
Menangis layaknya seorang anak yang kehilangan permennya,
Inikah jawabannya?
Tuhan,
Pagi ini aku berfikir,
Berfikir layaknya seorang yang telah cukup umur,
Inikah jawabannya?
Tuhan,
Sering saya berfikir “saya siap”,
Sering saya meyakinkan diri “saya mampu”,
Inikah jawabannya?
Tuhan,
Tangisan pagi ini seolah-olah membangunkan saya,
Dari mimpi indah saya,
Dari khayalan tinggi saya,
Dari harapan muluk saya.
Tuhan,
Sepertinya memang inilah jawabanmu
Bagi berbagai Tanya yang membuncah dalam fikiran ini
Akan angan yang semu
Akan mimpi yang tak nyata
Akan asa yang pudar.
Inilah jawaban Engkau, Tuhan
Atas kelancangan saya
Yang merasa diri sanggup
Yang merasa diri siap
Padahal, Tuhan
Saya belum mampu
Saya belum siap
karena air mata itu
Merupakan jawaban Engkau Tuhan
Bahwa saya belum siap
Belum mampu,
Belum siap,
Belum mampu.



Selasa, 15 November 2011

Menanti Tradisi Emas Bulu Tangkis: gak ada loe gak rame!


Seperti sudah menjadi tradisi bahwa tim bulu tangkis Indonesia selalu menyumbang medali sejak keikutsertaannya dalam multi event baik dari skala regional terkecil seperti SEA GAMES (SG) hingga sekala terbesar Olimpiade.  Meski hanya sekeping, namun itu tadi, selama ini cabor yang telah menelurkan banyak atlet kelas dunia belum pernah absen menumbangkan medali emas.  Bukan bermaksud menganaktirikan cabor lain, hanya saja memang berdasarkan fakta sejarah membuktikan bahwa hingga saat ini memang baru bulu tangkis yang mampu konsisten membuat Indonesia Raya berkumandang hingga level Olimpiade.  Adapun cabor Perahu Naga yang Berjaya di ASIAN GAMES (AG) Guang Zhou dua tahun lalu dengan tiga emas nya, masih belum mengukir prestasi di Olimpiade, mungkin di Olimpiade London tahun depan, kita doakan saja. 

Kembali ke bulu tangkis, terakhir di ajang serupa (SG Laos) Indonesia berhasil memperoleh  dari 7 emas yang diperebutkan, satu tahun sebelumnya di Olimpiade Beijing, satu emas berhasil dipersembahkan pasangan Markis Kido/Hendra Setiawan di ganda putra setelah mengalahkan ganda Cina Cai Yun/Fu Haifeng, dan prestasi membanggakan keduanya kembali diulangi di AG Guang Zhou setelah di final mampu mengetasi perlawanan ketat ganda Malaysia Koo Kien Kiet/Tan Boon Heong.  Memang saat ini prestasi bulu tangkis kita tengah terpuruk (meski berat mengatakannya, namun memang itulah kenyataannya), terbukti dengan sedikitnya gelar yang mampu diraih dari ajang super series dalam beberapa tahun terakhir, terkhusus tahun ini.  Belum lagi mandeknya prestasi kita di ajang kejuaraan beregu baik Thomas, Uber, ataupun Sudirman Cup.  Sedah berapa lama Thomas hengkang dai bumi pertiwi ini? Sudah berapa dekat usaha kita untuk kembali “mencuri” Uber ke tanah air? Dan kapan kita mampu memulangkan Piala Sudirman, yang sejak diraih pertama kali tahun 1989 lalu dan hijrah dua tahun kemudian, belum juga kembali ke tanah air ini?

Beruntung, dengan semakin terpuruknya kondisi bulu tangkis tanah air yang disebabkan oleh beberapa faktor termasuk faktor utama yang terus menjadi momok sejak dulu : REGENERASI, setidaknya para atlet bulu tangkis kita masih mampu berbicara banyak di ajang multi event yang sarat gengsi.  Iya, ajang multi event bukan lagi semata untuk membuktikan seberapa tangguh dan hebatnya seorang atlet, lebih jauh menyinggung gengsi antar bangsa.  Memang, dalam dunia olah raga, sportivitas amat dijunjung tinggi karenanya meski bersaing satu sama lain, unsur kebersamaan dan perdamaian tetaplah menjadi isu utama yang diusung dalam ajang tersebut.

Kesempatan meraih emas pertama di cabor bulu tangkis, sayang sekali akhirnya mesti dikubur dalam-dalam setelah tim beregu putri kita yang diunggulkan di tempat kedua dipaksa mengakui keunggulan unggulan pertama Thailand 3-1.  Sempat menyamakan kedudukan 1-1 di partai kedua melalui ganda Anneke/Nitya yang sukses menghempaskan perlawanan Duanganong Aroonkesorn/Kunchala Voravichitchaiku dalam straight set, Indonesia akhirnya mesti takluk setelah Vita/Lili gagal membendung perlawanan Savitree Amitrapai/Saralee Thoungthongkam   di poin-poin terakhir yang mendebarkan setelah di partai sbelumnya Inthanon, tunggal masa depan Thailand yang tengah bersinar, berhasil mempecundangi tunggal kita, Firdasari, dalam tiga set.  Di satu sisi kegagalan ini bisa dimaklumi mengingat lawannya, Thailand, diunggulkan di tempat teratas.  Akan tetapi di sisi lain kekalahan ini menjadi menyakitkan mengingat Indonesia yang mesti diunggulkan di tempat kedua sesungguhnya diuntungkan dengan statusnya sebagai tuan rumah yang tentu saja mendapat dukungan penuh penonton yang sering kali menjadi “musuh” lain bagi tim lawan.  Sangat disayangkan para pemain putri kita tidak bisa memanfaatkan dukungan yang teramat besar dari para supporter Indonesia tsb.

Terlepas dari kegagalan tim putri kita, mari kita berharap target 4 dari 7 emas yang disediakan di cabor tepak bulu ini bisa tercapai, termasuk salah satunya disumbangkan para pahlawan kita di beregu putra, sekaligus menegaskan kembali dominasi Indonesia di ranah bulu tangkis Asia Tenggara.  Apalagi, di SG kali ini, Malaysia tidak diperkuat para pemain utamanya seperti Lee Chong Wei (LCW) dan Koo Kien Kiet/Tan Boon Heong yang fokus pada Olimpiade London tahun depan.  Maka, akan sangat tidak wajar dan sulit untuk dimaklumi jika kemudian Indonesia kembali gagal menyumbangkan emas di sektor putra ini.  Apalagi keuntungan Indonesia di sini berlipat tidak hanya karena pemain inti Malaysia tidak hadir, tetapi juga karena status Indonesia sebagai tuan rumah, sebagaimana di tim putri.  Pokoknya, tim beregu putra Indonesia WAJIB MENANG dan MENYUMBANG EMAS no matter what!

Anneke/Nitya yang bermain bagus di beregu
Jika satu emas sudah pasti diraih melalui beregu putra ini, tiga peluang emas lainnya tentu akan diperjuangkan dari sektor perorangan.  Tiga sektor yang menurut penulis berpeluang mempersembahkan emas menilik dari hasil pertandingan di beregu dan lawan yang ambil bagian yaitu ganda putra, ganda putri, dan ganda campuran.  Ganda Putra Indonesia dengan M. Ahsan/Bona Septano serta juara Olimpiade dan AG-nya, Markis Kido/Hendra Setiawan sepertinya sangat berpeluang meraih emas andai saja bisa bermain konsisten dan mengeluarkan kemampuan terbaik, bahkan peluang untuk menciptakan all-Indonesia-final bisa terjadi seandainya hasil drawing tidak mempertemukan mereka dalam satu pool.  Untuk di sektor putrinya, sebenarnya Indonesia akan menghadapi lawan tangguh ganda Thailand dan Malaysia, namun menilik permainan Anekke/Nitya di beregu kemarin penulis cukup optimis mereka mampu menghasilakan prestasi terbaik sekaligus menaikkan kembali pamor dan moral sektor Ganda Putri Indonesia dengan syarat mereka mampu memepertahankan permainan mereka seperti kemarin.  Sementara di Ganda Campuran, penulis rasa, Tontowi/Liliyana masih cukup tangguh jika bermain dalam kondisi normal, adapun lawan terberatnya adalah ganda nomor satu Thailand. 

Inthanon, tunggal masa depan Thailand
Sementara dua emas tersisa, setelah satu emas resmi menjadi milik Thailand, bisa jadi menjadi milik Thailand lagi dan atau Malaysia.  Di tunggal  putri, emas seharusnya menjadi milik Ithanon Ratchanok, kalaupun ada perlawanan pasti berasal dari para pemain tuan rumah yang tentu ingin mempersembahkan yang terbaik di depan publik sendiri.  Sedangkan di tunggal putra, penulis tidak begitu bisa memprediksikan siapa yang akan meraih emas, para tunggal Indonesia sangat berpeluang merebut emas disini, namun tunggal negara lain seperti Malaysia, Thailand, dan bahkan Vietnam pun juga berpeluang menyabet emas di sektor ini.  Tapi, ya semua itu hanyalah prediksi penulis dari kaca mata seorang pecinta sekaligus pengamat amatir bulu tangkis.  Adapun hasil di lapangan nanti akan sangat dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk faktor non teknis semacam penonton, mental pemain, stamina, kondisi lapangan (arah angin), dan faktor non teknis lainnya. 



Bagaimanapun hasil akhirnya nanti, berapa total emas yang akan diraih Indonesia dari cabor spesialis penyumbang emas di multi event internasional ini dan siapa yang akan meraihnya, tidak lagi menjadi begitu penting asal cabor ini kembali menyumbang emas.  Okay, total emas yang diperebutkan di cabor ini memang hanya tujuh, jauh lebih sedikit dibanding cabor lain semacam atletik, renang, dayung, serta bela diri yang memperebutkan puluhan keeping emas.  Artinya, maksimal cabor ini hanya akan mampu menyumbang tujuh (enam mengingat satu sudah remi milik Thailand) dari 155 emas yang ditargetkan, artinya hanya sekitar 3-4% saja kontribusinya terhadap perolehan emas total Indonesia nantinya.  Bandingkan dengan sepatu roda yang menyapu bersih 12 emas, taekwondo yang berhasil mengumpulkan 10 emas (dua kali lipat dari target yang hanya 5), pun cabor lain seperti Dayung yang semakin banyak menyumbang medali hingga hari keempat SG ini.  Namun, satu hal yang mesti dicatat, belum lengkap rasanya bila dari sekian emas yang berhasil diraih Indonesia tidak ada satu pun yang disumbangkan dari cabor BULU TANGKIS.  Bagaimanapun, emas dari cabor ini bukan lagi semata demi memperkaya raihan emas Indonesia, melainkan lebih jauh lebih kepada mempertahankan tradisi.  Sekali lagi, tanpa emas dari cabor bulu tangkis, raihan emas Indonesia, bagai penulis pribadi, tidaklah lengkap.  Maka, ayo dukung bulu tangkis Indonesia agar bisa mempersembahkan yang terbaik dan meraih hasil maksimal di ASG ini,  AYO INDONESIA BISA! J



Badminton SESEA Games Beregu Putri: “Emas pun Berganti Perak”



Emas pertama Badminton yang diharapkan mampu disumbangkan oleh tim beregu Putri Indoneisa akhirnya harus kandas setelah Ganda Kedua, Vita Marisa/Liliyana Natsir menyerah dari ganda Thailand Savitree Amitrapai/Saralee Thoungthongkam 21-19, 16-21, 24-22 di partai keempat.  Dalam tiga partai sebelumnya, Thailand memimpin 2-1 melalui dua tunggalnya Prontip dan Inthanon yang masing-masing mengalahkan Lindaweni dan Firdasari, sementara kemenangan Indonesia disumbangkan ganda pertama Anneke Agustine/Nitya Khrisninda Maheswari yang mengalahkan Duanganong Aroonkesorn/Kunchala Voravichitchaiku dengan straight set.  Kekalahan yang cukup menyesakkan bagi pecinta Badminton Indonesia, terkhusus mereka yang hadir dan memebrikan dukungan langsung di ISTORA, terlebih setelah Vita/Lili sempat mendapat beberapa kali kesempatan game point.

Tim Bulu tangkis Putri Thailand Memamerkan Medali Emasnya

Kekalahan ini bagi penulis pribadi sebagai pecinta badminton tentu sama sekali tidak menyenangkan, namun untuk dikatakan menyakitkan pun sebenarnya tidak terlalu karena pada dasarnya hasil ini untuk saat ini bisa dikatakan sebagai hasil  terbaik.  Sedari awal, Indonesia memang diunggulkan di tempat kedua di bawah Thailand, sang peraih emas.  Penentuan posisi unggulan ditentukan oleh akumulasi peringkat para pemainnnya.  Jika kemudian kita berada di peringkat kedua, artinya secara keseluruhan peringkat pemain kita berada di bawah pemain Thailannd.  Fakta  ini sedikit banyak membuktikan bahwa hari ini prestasi Badminton Indonesia, khususnya di sektor putri, belum bisa kembali setangguh dahulu bahkan tidak lebih tangguh dari era Piala Uber lalu.  Postingan ini penulis buat sama sekali bukan untuk kepentingan provokasi atau lebih jauh untuk menebar pesimisme serta bentuk sinisme pada Badminton Indonesia.  
Pasangan Senior, Vita Marissa/Liliyana natsir yang kembali berpasangan setelah cukup lama  "berpisah"

Sungguh, penulis adalah salah satu pecinta badminton Indonesia yang telah tersihir oleh permainan para atlet sejak era Taufik Hidayat baru menginjak usia sweet seventeen.  Penulis masih ingat betapa antusianya penulis menyaksikan partai menegangkan antara aa Opik dengan pemain Cina di partai kelima set ketiga Thomas Cup, partai penentuan yang akhirnya Alhamdulillah dimenangkan aa Opik sehingga lagu Indonesia Raya pun berkumandang.  Ada sebuncah kebahagiaan yang mengaliri dada ini, aahh…betapa membahagiakannya masa-masa itu.  Kalau tidak salah ingat, saat itu tahun 1998, ketika penulis masih duduk di kelas 3 SD.  Opik, yang kala itu masih sangat muda, tengah on fire on fire nya hingga ia meraih emas di Olimpiade Athena 2004 dan ASIAN GAMES Doha 2006.  Penulis pun masih terngiang masa-masa kejayaan ganda campura Nova/Lili, mulai dari awal mereka dipasangkan hingga mencapai masa jayanya dan kini telah “diceraikan” dan punya pasangan masing-masing.  Lili, yang dulu sempat main di ganda putri juga, kini hanya fokus di ganda campuran berpasangan dengan pemain muda Tontowi Ahmad.  Sementara Nova, kini telah “rujuk” dengan pasangan lamanya, Vita Marisa.  Pun begitu dengan regenerasi di sector ganda putra mulai dari era Chandra Wijaya/Sigit Budiarto, Alvent Yulianto/Luluk Hadiyanto, Markis Kido/Hendra Setiawan, hingga era Mohammad Ahsan/Bona Septano.

Kembali ke hasil Final Badminton Beregu Putri SG XXVI, hasil ini bagi penulis pribadi menjadi suatu bukti shahih bahwa badminton, olah raga kebanggaan masyarakat Indonesia, kini tengah mengalami penurunan prestasi yang jika dibiarkan akan membuat badminton Indonesia, terutama di sector putri, semakin terpuruk.  Apalagi kini banyak negara-negara Asia dan bahkan Eropa yang sudah mulai menyeriusi cabor yang satu ini.  Belum lagi Cina yang semakin superior dan makin sulit ditembus oleh negara lain disertai massif dan rapatnya regenerasi pemain badminton Cina.  Jangankan dalam wilayah yang luas semisal Asia atau Dunia, untuk skala dan regional lebih sempit, di tingkat ASEAN ini saja, kita sekarang ini sudah mulai terlewati oleh Malaysia dan Thailand.
   
Tim Beregu Putri Thailand, peraih emas bulu tangkis beregu putri

Yah, meskipun emasnya meleset dan berganti oleh perak, namum bagi penulis hal ini patut disyukuri.  Bagaimanapun sebagaimana telah disinggung berulang kali di atas oleh penulis, kita tidak boleh menutup mata bahwa kini prestasi Badmintonn kita, khususnya di sector putri sedang menurun.  Sekali lagi, ini bukan bentuk sinisme atau pesimisme penulis.  Sebaliknya, postingan ini dibuat sebagai bentuk kepedulian penulis akan prestasi Badminton tanah air sebagai cabor andalan Indonesia sekaligus favorit bersama sepak bola.  Bagi penulis kekalahan beregu putri kali ini bukan untuk diratapi terlalu lama atau bahkan dicaci maki, sama sekali bukan.  Kekalahan ini mesti dijadikan evaluasi bagi PBSI sebagai Pembina langsung Badminton tanah air serta penyadaran bagi rakyat Indonesia bahwa olah raga ini mulai pudar kejayaannya sehingga penting bagi seluruh pihak untuk bekerjasama antara PBSI, atlet, masyarakat, serta media  demi kembalinya kejayaan Badminton tanah air.  AYO INDONESIA BISA! J

Jumat, 11 November 2011

SEA GAMES XXVI 2011 Palembang-Jakarta: “AYO INDONESIA BISA!”

Logo Resmi Sea Games XXVI


Tidak terasa, Sea Games, hajatan Olah Raga terbesar se-Asia Tenggara akan dibuka seara resmi hari ini di Stadion Jaka Baring Palembang.  Dalam penyelengaraannya yang ke-XVIII ini Indonesia memang terpilih menjadi tuan rumah bersama ibu kota, Jakarta.  Kepercayaan ini tentu saja tidak disia-siakan oleh pemerintah Indonesia terbukti dengan sigapnya Indonesia untuk berbenah dengan merenovasi hingga membangun sejumlah venue pertandingan dan banyak fasilitas lain termasuk wisma atlet.  Yang terakhir malah paling ramai diperbincangkan beberapa waktu yang lalu.  Bukan, bukan masalah sudah berapa persen bangunan tersebut selesai dan siap guna, bukan pula seputar fasilitas penunjang yang disediakannya, namun masalah dibalik pembuatannya yakni kasus korupsi yang melibatkan sejumlah nama termasuk mantan Putri Indonesia yang kini mejadi politikus Angelina Sondakh dengan aktor utamanya mantan Bendahara Partai Demokrat, M. Nazaruddin, yang bahkan sempat kabur hingga Kolombia dan ditangkap disana.  Sungguh ironis, di tengah semakin dekatnya multi-event dua tahunan regional ASEAN ini digelar, bukannya seberapa jauh persiapan atlet kita demi meraih prestasi maksimal dan mengharumkan nama bagsa di negeri sendiri ataupun persiapan venue dan fasilitas penunjang lainnya, publik justru dijejali berita seputar kasus korupsi wisma atlet yang semakin hari semakin banyak aktor yang dilibatkan sampai-sampai merembet ke isu pembubaran KPK!

Wisma Atlet Palembang yang penuh kontroversi itu..
Tapi, yasudah lah ya, untuk saat ini lupakan dulu Nazaruddin, lupakan dulu kasus Wisma Atlet, mari kita fokus pada persiapan para atlet dan target prestasi yang akan dicapai.  Sebagai tuan rumah, tentu saja Indonesia menargetkan menjadi juara umum atau minimal menembus tiga besar (target yang wajar dan relaistis serta sering kali berhasil diwujudkan tuan rumah meski kadang terasa agak *ajaib*).  Dan, hal itu sangat mungkin diwujudkan oleh Indonesia sejalan dengan jargonnya “Ayo Indonesia Bisa!”

Terget juara umum dinilai Rita Subowo, ketua KONI-KOI Pusat, dinilai sangat realistis.  Dan, masih menurutnya, Indonesia menargetkan mendulang emas dari sejumlah cabang olah raga yang dinilai potensial sebagaimana dikutip dari situs vivanews.com berikut:
"Itu target yang sangat realistis. Banyak cabang olahraga yang potensial medali emas bagi Indonesia. Kami punya Angkat Besi, kami juga kuat di Badminton, Paragliding. Open Water Swimming juga bagus. Terus kami juga punya Karate, Taekwondo, Wushu, Pencak Silat dan ada beberapa cabang lain yang memang di atas kertas diunggulkan,"
Sementara target perolehan emasnya, Indonesia menargetkan mampu menguasi seperempatnya, masih sebagimana yang dikatakan oleh Ibu Rita Subowo masih di laman vivanews.com:
"Keseluruhan itu ada 545 medali. Paling tidak, kita harus dapat 25 persen atau lebih dari keseluruhan jumlah tersebut. Jadi kita kira-kira harus mendapatkan sekitar 145-150 medali emas untuk bisa berada di posisi aman menjadi juara umum," ujar Rita.
Bila diamati berdasarkan target yag dicanangkan Indonesia menurut Ibu Rita tersebut, Indonesia masih bertumpu pada cabag-cabang olah raga unggulan seperti Badminton, pencak silat, serta angkat besi.  Di luar ituyang rutin mneyumbangkan emas biasanya dari cabang bola Voli, baik indoor ataupun autdoor (voli pantai).  Selain itu, jangan lupakan cabang perahu naga dan olah raga dayung (kano. Kayak, dll) yang mecatat prestasi gemilang di ASEAN GAMES Guang Zhou tahun lalu.  Namun, yang perlu digarisbawahi adalah sekarang ini prestasi Indonesi di cabang unggulan, terutama di badminton tengah menurun.  


Maskot Remi Sea Games XXVI (sambil promo Komodo..hehe)
Prestasi badminton Indonesia kini tidaklah sekuat dua tiga tahun ke belakang.  Bukti sahihnya, hingga saat ini Indonesia belum mampu lagi eraih gelar juara Super Series setelah terakhir meraihnya melalui pasangan Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir (Ganda Campuran) di Singapore Open beberapa bulan ke belakang.  Belum lagi ancaman dari negara-negara seperti “Malaysia” sang musuh bebuyutan, Thailand yang sedang berkembang pesat di sektor putrinya, hingga Vietnam yang mulai menggeliat di kancah internasional terutama di sector tunggal putranya, tentu akan cukup mempersulit Indonesia dalam perebutan medali emas.  Meski demikian, Indonesia tetap berpeluang besar mendulang banyak emas di cabang olah raga kebanggaan masyarakat Indonesia ini.  Dipungkiri atau tidak, saat ini masyarakat masih memandang bulu tangkis sebagai cabang olah raga andalan penyumbang emas di multi-event seperti ini maka tentu saja mereka akan berharap banyak pada olah raga yang bermodalkan raket dan shuttlecock ini. 

Selain itu, masyarakat juga sedang menaruh harapan besar pada cabang sepak bola yang sudah mulai dimainkan sejak tanggal 7 November lalu.  Di pertandingan perdananya, Indonesia yang tergabung di Grup kuat bersama Thailand, Singapura, Malaysia, berhasil mengatasi perlawanan satu-satu nya tim lemah di grup ini, Kamboja 5-1.  Kemenangan besar tersebut member secercah asa pada masyrakat Indonesia akan prestasi yang akan diukir oleh tim asuhan Rahmad Darmawan ini.  Siang ini saja, mereka akan melakoni pertandingan kedua melawan Singapura yag dipertandingan perdananya melawan Malaysia hanya bermain imbang 0-0 dan unggul 2-1 atas Kamboja di pertandingan terakhirnya.  Seharusnya, Indonesia bisa bicara banyak mengingat secara stamina dan jadwal bertanding Indonesia relative lebih diuntungkan mengingat Singapura baru saja hanya memiliki jeda waktu istirahat satu hari sementara Indonesia tiga hari.  Yah, kita do’akan saja semoga kali ini, di rumah sendiri, timas U23 tidak mengulangi kenangan pahit TIMNAS Senior di ajang Piala AFF akhir tahun lalu.  Aamiin! :D

Di samping kedua cabor tersebut, masyarakat Indonesia tentu masih menaruh harapan di cabor Voli yang terakhir masih bisa menyumbangkan emas.  Dan, seperti yang telah disinggung di atas jangan lupakan cabor Perahu Naga dengan tiga emasnya di Asean Games tahun lalu.  Bahkan kini, tidak hanya di sector putra, sektor putrinya pun diharapkan mampu menyumbangkan emas mengingat China yang menjadi saingan utama meraka di Asean Games lalu, tidak mungkin terlibat disini.  Cabor lain ynag juga sangat diharapkan bahkan ditargetkan mendulang emas tentunya adalah cabang olah raga bela diri, terutama Pencak silat, yang asli berasal dari Indonesia.  Tak lupa sektor angkat besi pun digadang-gadang akan menyumbang emas terutama dari sektor putra dengan mengandalakan Eko Yuli sebagai lifter andalannya. 

Secara keseluruhan Sea Games kali ini diikuti oleh seluruh negara ASEAN yang berjumlah 11 negara (Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Singapura, Thailand, dan Vietnam) yang berlomba-lomba megumpulka medali emas terbanyak dari sekitar 545 medali emas yang diperebutkan dari 44 cabang olah raga yang dipertandingkan.  Dengan sistem dua kota yang menjadi tuan rumah ini menyebabkan ke-44 cabor itu dibagi menajdi 24 cabor dipertandingkan di Jakarta, dan 22 lainnya di Palembang.

Stadion Jaka Baring, Venue Utama sekaligus Lokasi Pembukaan
Meski baru, akan dibuka secara remi mala mini (11/11/11), namun dua cabor yakni sepak bola dan sepak takraw telah memulai pertandingannya sejak beberapa hari lalu dan kemarin.  Olah raga kano dan kayak pun sudah mulai bertanding, bahkan memperebutkan medali!  Peluang yang amat sangat baik bagi kontingen Indonesia untuk meraih emas pertama.  Hem..jadi penasaran negara manakah yang akan berhasil menjadi pemecah telur sang medali emas?  Mari bersama kita nantikan.  Penasaran pula akan seberapa dan sebagaimana spektakulernya pembukaan Sea Games XXVI malam nanti? Mari kita sama-sama menjadi saksi dari perhelatan yang digelar di Stadion Jakabaring, Palembang nanti malam.  Mari bersama doakan yang terabik bagi kontingen Indonesia, target juara umum sama sekali tidak mengada-ngada dan sangat di depan mata, maka mari teriakan bersama “AYO, INDONESIA BISA!” J


Senin, 07 November 2011

SEMESTA MENDUKUNG "MESTAKUNG"

Trailer
 
Adalah Arief (Sayev Muhammad Billah), seorang pelajar SMP asal Madura terendus memiliki bakat khusus di bidang Sains oleh ibu gurunya, Bu Tari (Revalina S. Temat).   Arief tinggal bersama ayahnya (Lukman Sardi) yang bekerja sebagai supir truk, sementara ibunya Salamah (Helmalia Putri) sudah tujuh tahun ini merantau ke Singapura sebagai TKW.  Sehari-hari, demi membantu bapaknya mencari penghasilan Arief bekerja paruh waktu di bengkel dekat pasar sepulang sekolah.

Suatu hari, bu Tari menawarinya mengikuti olimpiade sains.  Arief menolak dengan alasan nanti ia tidak bisa bekerja: Arief lebih memilih bekerja ketimbang mengikuti olimpiade sains!  Namun, bu Tari pun Tidak Menyerah begitu saja.  Ia mengiming-imingi Arief dengan beasiswa yang mebuatnya tak perlu bekerja lagi.  Arief, yang awalnya bergeming pun, akhirnya menyerah juga pada ajakan sang guru.  Bahkan ia pun ditawari bergabung dengan FUSI, lembaga Science yang dikelola oleh dua rekan Tari asal JakartaPak Tio dan Mbak Desi (Ferry Salim dan Feby Febiola) yang senantiasa menggojlok mereka yang berbakat di bidang science untuk disertakan dalam Olimpiade Science Dunia.  Arief, seperti halnya dulu, masih saja menolak ajakan itu, namun setelah mencuri dengar percakapan antara bu Tari dan Pak Tio yang menyinggung-nyinggung Singapura—tempat Salamah, ibunda Arief bekerja—ia pun segera berubah fikiran.  Dengan berbekal bakat dan restu serta dukungan orang-orang sekitarnya—termasuk sang Ayah yang awalnya sempat tidak mengizinkan—ia pun “hijrah” ke Jakarta bersama Pak Tio.

Di Jakarta ia telah “ditunggu” rekan-rekan sesama pecinta dan ahli science lainnya.  Disana, ia mesti bersaing dengan mereka yang rata-rata merupakan siswa sekolah menengah atas sehingga ia sempat merasa minder.  Malah ia pun sempat berniat kabur setelah nilainya tak kunjung membaik dan posisinya tak kunjung beranjak dari posisi buncit.  Apalagi, ia pun mendapat “serangan” psikis dari Bima (Rangga Aditya) cs, bintang di FUSI.  Nemun, beruntung ia dikelilingi orang-orang yang peduli dan baik hati padanya seperti Thamrin, Cak Kumis, Jessica, dan Clara yang membuat ia mengurunkan niatnya.  Thamrin (Angga Putra-ALNI) merupakan orang Betawi asli yang setia kawan dan bergabung di FUSI karena mengincar beasiswnya.  Cak Kumis (Indro WARKOP) ialah pedagang ketoprak yang berjualan di sekitar asrama FUSI dan sama-sama bersal dari Madura.  Anna (Omega Rossye), salah seorang anggota FUSI asal Indonesia Timur, serta Clara (Dinda Hauw—Surat Kecil Untuk Tuhan) yang tak lain gadis yang diam-diam dikagumi—atau bahkan ditaksir Arief.

Mereka diasramakan dan selama itu pula mereka digecek pemahaman tentang Science nya.  dari puluhan anak, hanya enam saja yang nantinya berkesempan membawa nama harum Indonesia ke kancah Olimpiade Internasional sebagaimana yang selalu diingatkan oleh Pak Fusi.  Beliau berkali-kali mengingatkan para anggota FUSI untuk memanfaatkan kesempatan sebaik-baiknya hingga hari penentuan tiba.  Dan ketika hari itu pun tiba, enam orang termasuk Bima, Clara, Jessica, dan Thamrin sebagai orang keenam yang lolos bersama Cut Mutia (Sheina Abdat) dan Erwi (Rendy Ahmad) berhasil menyingkirkan “pesaing” mereka lainnya termasuk Arief.  Sempat kecewa, namun akhirnya terobati tatkala bu Desy (Febby) mengabarinya bahwa ialah yang dinilai paling berhak mendapat tiket tambahan ke Olimpiade.  Ia pun segera sujud syukur.  Kesempatan bertemu sang ibu pun kian nyata baginya.

Sesampainya di Singapura, Arief dengan ditemani Thamrin, bergegas memisahkan diri dari rombongan—yang sedang jalan-jalan menikmati suasana Singapura sebelum mulai berpusing-pusing ria keesokan harinya—guna mencari sang ibu.  Sayang, setelah seharian berkeliling hingga membuat penyakit asma Thamrin kambuh, pencarian mereka tak membuahkan hasil.  Alamat yang diberikan Cak Alul  (Sujiwo Tejo) ternyata sudah tidak valid.  Arief pun akhirnya memutuskan menyerah dan fokus pada pertandingan esok hari.

Keesokan harinya, hari “H”  yang ditunggu-tunggu pun tiba.  Semua peserta olimpiade dari berbagai negara telah siap mengerahkan kemampuan terbaiknya dalam menjawab dan memechakan soal demi membawa nama baik negara masing-masing.  Lomba yang dibagi ke dalam sesi  tes tulis dan praktek ini berlangsung menegangkan.  Di satu soal praktek mereka ditantang untuk menciptakan bunyi yang luar biasa (sekeras mungkin) dari seutas tali.  Arief, yang sempat kebingungan secara brilian mendapat ilham untuk melakukannya dengan sarung pemberian sang ayah yang secara sadis dikoyaknya (baca: digunting) yang kemudian ia atur sedimikian rupa hingga menghasilkan bunyi yang menabjubkan.  Tak dinyana, Arief pun dinyatakan sebagai peraih emas Olimpiade Sains Internasional tersebut.  Semua orang tanpa terkecuali bangga padanya, seorang anak dari katakanlah daerah yang cukup pelosok, namun mampu berprestasi secara internasional berkat dua orang: Salamah, ibunya, dan Tari, gurunya, seperti apa yang diucapkan Arief di awal perkenalannya di layar.  Itu saja? Tentu tidak, kesuksesan Arief tak lepas dari dukungan semesta sebagaimana judul film ini. 

Lalu, bagaimana nasib Salamah? Apakah Arief akan bertemu dengan ibuu yang selama ini dicari-carinya itu? Dan bu Tari, apakah ia masih bersemangat mencari Arief-Arief lainnya?  Pun ayahnya Arief , apa kabar beliau?  Jika penasaran, silakan tonton sendiri saja yaa.. :D

**my own review**
Sejak awal membaca ulasannya di surat kabar lokal dan menyaksikan cuplikannya di sebuah acara berita ditambah berkali-kali menykasikan trailernya di Youtube, serta berikut memutar-mutar video klip Ost. “Mestakung” yang dibawakan oleh Golliath, penulis sudah penasaran sekali dengan film ini.  Jajaran pemain serta jalan ceritanya membuat penulis makin penasaran.  Begitu tau jadwal taywanangnya, penulis (seperti biasa) bergerilya mengajak (lebih tepatnya) membujuk kawan-kawan penulis.  

Reaksinya? Beragam!  Ada yang hanya sekedar “oh, ya”, atau “film apaan itu teh?”, sampai yang apatis sekalipun “idiih apaan sih, film Indonesia, ogah!”.  Begitulah, banyak di antara kawan-kawan penulis yang masih enggan menonton film Indonesia, jangankan menonton ya baru disebut judulnya saja sudah pada begidig entah geli atau apa.  Yah, mereka cenderung menstereotipekan dan kemudian mengeneralisasi film Indonesia, padahal gak semua film Indonesia itu gak layak tonton kan, gak semua film Indonesia itu cuma obral anggota tubuh, dan gak semua film Indonesia itu kayak yang mereka (yang kumengaku anti film Indonesia) fikirkan.  Hey, come on guys, Indonesia also has GOOD MOVIE to watch.

Dan, “Mestakung” ini adalah salah satunya.  Dalam “Mestakung” tokoh Arief yang memang diangkat dari kisah nyata seorang juara Olimpiade Fisika asal Madura dihadirkan sebagai satu tokoh yang memotivasi penonton bahwa ketika semesta mendukung, kita bisa mewujudkan impian dan cita-cita kita.  

Secara keseluruhan film ini memang layak tonton, terutama bagi mereka yang berkecimpung di dunia pendidikan.  Namun, ada beberapa hal yang membuat penulis kurang nyaman saat menonton film ini.  Bagi penulis, kisah Arief di Madura hingga kahirnya sampai di Jakarta terlalu lama dan bertele-tele (hampir menghabiskan waktu satu jam) ditambah lagi kebanyakan adegannya beratmosfer serius sehingga sangat berpotensi  membuat bosan penonton, termasuk penulis.  Malahn ya penulis sampai hampir tertidur saking terjebak dalam alur yang lambat dan panjang serta sepi sisipan dialog atau adegan yang mengundang tawa(heu, mungkin juga faktor capek kali ya soalnya sebelumnya abis  nganter temen cari-cari sepatu dulu).  Nah, baru deh pas Arief pindah ke Jakarta untuk bergabung dan tinggal di Asrama FUSI bersama siswa yang berprestasi di Sains lainnya, tempo cerita mulai mengingkat.
Kehadiran tokoh Thamrin jadi daya tarik sendiri bagi penulis.  Ia, bagi penulis, membuat cerita jadi lebih hidup.  Karakternya yang jenaka sering kali memancing tawa penonton.  Bukan, bukan dengan adegan slapstick, tapi melalui dialog dan mimik wajahnya.  Tanpanya, “Mestakung” akan sepi.  Pokonya, karakter favorit penulis di film ““Mestakung”” ini ya Thamrin.  Selain Thamrin, tokoh yang juga rada mencuri perhatian penulis yaitu tokoh Cut Mutia dan tokoh yang dimainkan oleh Rendy Ahmad (Ikal “Sang Pemimpi”). Wajah manis Cut Mutia, yang dari namanya sepertinya berasal dari Aceh dan berjilbab, cukup mencuri perhatian penulis walaupun porsi dan kemunculannya tidak sebanyak tokoh Clara Anabela (Dinda Hauw—Surat Kecil Untuk Tuhan).  Pun begitu dengan Rendy Ahmad, meski perannya tidak besar—berperan sebagai sohib Bima, “musuh” Arief—, namun penampilan comebacknya ini bagi penulis cukup menarik.  Coba keduanya diberi peran lebih besar, sepertinya akan lebih menarik.   Tapi, mungkin karena faktor perannya yang bersifat pendukung, pesonanya tidak sekuat saat memerankan Ikal, belum lagi gayanya juga emm…Ikal is the best lah!  Tapi, dinanti deh film Rendy Ahmad selanjutnya.

Sayang beribu sayang, dengan kualitas cerita dan pemain yang dimilikinya, “Mestakung” sepertinya mesti menerima kenyataan pahit dengan durasi tayang film ini di bioskop.  Bayangkan, baru satu minggu, di salah satu bioskop yang (memang) hanya berkapasitas tiga studio di kota tempat penulis tinggal, film ini sudah  turun layar dan diganti dengan film Indonesia lain bergenre thriller yang premiere pas seminggu pasca “Mestakung” naik layar.  Bahkan di  beberapa biokop yang memiliki 5-6 studio pun film ini sudah tidak ditaynagkan lagi, walhasil di minggu kedua penayangannya film ini hanya didapati di satu bioskop saja di kota tempat tinggal penulis ini, dan itu pun dengan jam tayang yang hanya dua kali dalam sehari (yang seharusnya sampai 4-5 kali tayang perharinya).  Makanya, penulis ngebet ngajakin temen-temen penulis nonton film ini sebelum benar-benar turun layar sama sekali di minggu ketiga penayangannya menurut prediksi penulis.  Padahal, teman seangkatannya masih bertahan sampai sekarang di semua bioskop di kota penulis ini, malahan di Koran-koran posternya saja masih mentereng diantara film-film lain yang kebanyakan adalah film Hollywood.  Entah ya mengapa apresiasi penonton Indonesia sepertinya amat minim terhadap film ini.  Seklai lagi, sayang sungguh sayang.

Selain animo masyarakat Indonesia yang masih kurang apresiatif dengan film Indonesia dan cenderung menstereotipekan serta mengeneralisasikan fiml Indonesia sebagai film yang termasuk kelas B yang kalau menurut penulis merupakan efek dari dibombardirnya bioskop Indonesia oleh film-film horror berbumbu komedi seks kemarin-kemarin, faktor lain yang membuat film ini sepi penonton barangkali pemilihan waktu tayang yang kurang atau bahkan tidak pas.  Memang, film ini merupakan film motivasi yang bisa dinikmati oleh seluruh umur dan bisa dikategorikan sebagai film keluarga, namun secara lebih khusus film ini sangat cocok dinikmati bersama keluarga dan terutama untuk anak-anak usia sekolah.  Naah, andai film ini diputar saat liburan sekolah, tentu potensi untuk menghimpun penontonnya pun (mungkin) akan jauh lebih banyak.  

Di luar jumlah penonton yang cukup mengecewkan (yang berimbas pada masa penayangannya itu tadi), “Mestakung” sebenarnya menawarkan banyak kesan mulai dari haru-biru nya hubungan ayah-anak, Arief dan Muslat, semangat pantang menyerahnya Arief demi meraih juara Olimpiade (pas adegan diumumkannya Arief sebagai peraih Olimpiade Sains Internasional, tanpa tertahan beberapa buliran air mata merembes saja dari mata ini), kejenakaan Thamrin, kebijaksanaan cak Kumis, kewibawaan bu Tari dan pak Tio, kesongongan Bima di awal, ke-innocent-an Clara dan Cut Mutia, serta sosok Salamah yang benar-benar dirindukan Arief membawa penonton terlarut.

Sebagi penutup, film ini mengajarkan pada kita untuk tidak menyerah pada impian dan tidak menyia-nyiakan kesempatan, terlebih ketika kita memiliki bakat tersendiri disana.  Kita juga diajarakn untuk tidak mudah putus asa dan menanamkan keyakinan bahwa ketika semesta mendukung yang tentu saja diiringi oleh usaha dan keyakinan kuat, maka taka ada yang tak mungkin dalam hidup ini, sebagaimana penggalan lirik lagu “Semesta Mendukung”, Ost. Film ini besutan Golliath (adapun teks penuhnya dilampirkan di bawah).  Sekian resensi kali ini yang digarap cukup lama (sstt…rahasia d apur ketauan deh! :p), semoga bermanfaat, selamat menikmati! :D

Eehh..terakhir, benar-benar penutup, cintailah produk lokal, cintailah produk Indonesia, dan cintailah film Indonesia.  Mari dukung film Indonesia dengan sudi datang ke bioskop demi menyaksikan film Indonesia, apalagi untuk film-film yang berbobot semacam ini.  Sekali lagi mari saksikan film Indonesia (berkualitas0 di bioskop keyangan Anda, hidup film Indonesia! ;))
***

Lirik Lagu Goliath – “Mestakung” (OST Semesta Mendukung)
langkah tegap kakiku, dengarkan hentakanku
kadang aku terjatuh tapi ku terus maju yeah
kejar dengan hatimu, lakukan sungguh-sungguh
apapun yang kau mau, apapun impianmu
karena di dalam hidup ini
tak ada yang tak mungkin

lihatlah kawan bulan masih bersinar
terangi malam hidup terus berjalan
raih mimpimu bulatkanlah tekadmu
“Mestakung” semesta mendukung

karena di dalam hidup ini
tak ada yang tak mungkin

lihatlah kawan bulan masih bersinar
terangi malam hidup terus berjalan
raih mimpimu bulatkanlah tekadmu
“Mestakung” semesta mendukung
lihatlah kawan bulan masih bersinar
terangi malam hidup terus berjalan
raih mimpimu bulatkanlah tekadmu
“Mestakung” semesta mendukung

lihatlah kawan bulan masih bersinar
terangi malam hidup terus berjalan
raih mimpimu bulatkanlah tekadmu
“Mestakung” semesta mendukung
“Mestakung” semesta mendukung
“Mestakung” semesta mendukung

  Video Klip "Mestakung"
 
Ost. "Mestakung"  by Golliath

credit for: Youtube

Rabu, 02 November 2011

hai visitor..
Pertama-tama penulis ucapkan selamat datang bulan November (apa?? November?? bulan depan berarti Desember..lusanya, udah ganti taun..ya ampuun cepat seklai yaa waktu ini berlalu, tidak berasa yaa visitor...heu)
Kedua, selamat (menyambut) hari raya Idul Adha 1432 H (hayoohh siapa yang taun ini kurban? bagi-bagi yaa dagingnya..)
Ketiga, selamat menikmati postingan ini..hehe
*****
Well, okay, postingan ini berisi tentang puisi yang penulis bikin di kelas translating tadi pagi.  Jadi konsep dosennya, kita diminta bikin sepuluh bait puisi dalam bahasa Indonesia yang digubah ke dalam bahasa Inggris nantinya.  "apa? puisi? ebuseet yang bener aja" batin penulis panik.  Ya, gimana penulis bukan pujangga yang lihai merangkai kata (#eaa base jam mode on), kalo yang iseng suka liat-liat atau sekedar mampir (secra kebetulan atau malah sengaja) ke blog penulis ini mungkin pernah ya menemukan beberapa postingan yang rupa dan bentuknya mirip puisi, tapi bagi penulis sendiri itu lebih seperti ungkapan hati yang dituangkan dalam beberapa bait kalimat pendek yang tersusun seperti puisi.  Kalau para visitor jeli, disitu labelnya "bukan syair pujangga", kenapa? karena itu tadi penulis bukan pujangga yang pandai bermain dengan kata-kata dan bermetafor.  Maka, pas tau tugasnya adalah bikin puisi tuingggggg...........otaknya serasa ngehank, butek, gak ada ide!  Sejenak berfikir, lalu "aha! I got it" batin penulis lagi.  Ya, penulis terikat akan serangkaian kalimat yang katakan saja itu puisi yang sempat penulis buat dan simpan di hp.  Tanpa buang waktu, segera saja cussss penulis cek hp, tapi sayang bin lebar ternyata sudah penulis hapus!  Sempat, desperate (#lebayyy), akhirnya penulis mencoba mengingatnya, menuliskan seingatnya, lalu menggubahnya sedemikan rupa hingga merenah dan pas sepuluh baris.  Dan, beginilah bunyi puisi yang sebetulnya mengadopsi puisi penulis yang diposting terakhir, seputar "mengirimkan" keluhan ke "alamat" yang tepat.
***
"puisi ini seperti semacam teguran untuk diri sendiri" buka penulis...

**INDONESIAN VERSION**

Sigh to the Lord
The creator of the universe
Sigh to the Lord
The most powerful Man ever
(And) don’t sigh to human being
Who are the Lord’s creatures as well
Who are vulnerable and powerless as well
He can’t answer the question of life
Nor create the destiny
As powerful as Lord to do so

Silakan cermati, dan terjemahkan ke Bahasa Indonesia, dak ada unsur puitis-puitisnya deh.  Tapi, satu hal yag pasti dan penulis banggakan yakni bahwa puisi ini 100% bikinan penulis sendiri!  Dan, puisi ini emang bener didedikasikan buat diri penulis sendiri sebagai teguran khususnya, juga bagi para pembaca dan pendengan secara umum.  Puisi ini berawal dari keprihatinan penulis ketika manusia (khususnya penulis) berada di masa sulit dan butuh seseorang sebagai tempat mengeluh, malah memilih mengeluh pada makhluk yang bahkan tidak lebih kuasa dari kita sebagaimana Tuhan, yang Maha Kuasa.  Semoga menginspirasi atau setidaknya menghibur.  Terima kasih telah berkunjung….. :)