![]() |

![]() |
karena dia putih, jadi polar bear deh..heu |
![]() |

![]() |
![]() |
karena dia putih, jadi polar bear deh..heu |
![]() |
A Confession from a Secret Admirer
Senyumnya memaksaku tuk mengaguminya di kali pertama ku melihatnya. Dia tampan dibandingkan dengan rekan-rekan sejawatnya saat itu, namun ketampanannya toh masih dibawah lelaki idamanku di masa SD, semacam cinta monyet begitulah. Tapi yang paling menraik darinya justu pesona yang entah dari mana datangnya. Pandangan pertama saja telah mampu mebius hatiku.
Saat itu, aku tak sengaja melihatnya. Meski tak terjadi kontak mata, malah hanya ada kontak sebelah mata (dari pihakku), namun ku langsung saja merasakan satu getaran aneh yang mendesir begitu saja di rongga antara dada dan perut ini. Senyum pun tiba-tiba smerekah dari kedua sudut bibir ini tatkala ku menangkap sosoknya berkeliaran dalam jarak yang cukup jauh untuk dibilang dekat, namun tak begitu jauh pula. Sosok yang tidak tinggi, namun tak begitu pendek; tidak krempeng, namun tak juga kekar. Sosknya dalam balutan kaos oblong dan celana selutut ketika menaiki satu per satu anak tangga begitu ajeg, aahh…meski ku hanya sanggup memandangi penggunggnya.
Lamunanku akan sosoknya yang memesona tiba-tiba saja mesti diakhiri tatkala seseorang dari arah belakangku berteriak halus namun tegas dan kuat “hey..!” yang sepertinya memang ditujukan pada sosok yang sedang menapaki satu demi satu anak tangga di depan. Kontan saja ia yang merasa terpanggil memutar kepalanya dengan takzim. “hey…apa-apaan ini!?” jeritku dalam hati. Tak lama suara itu pun kembali berseru “hey, ini kata mbak Aya” serunya enteng penuh kemnangan. “apa??” pekikku masih dalam hati kaget bercampur malu dan senang. Kaget dengan ‘serangan’ tak terduga dari pihak tak terduga, malu tatkala si empunya suara menunjuk ke arahku membuatnya menyadari keberadaanku, tapi senang karena ku bisa menikmati sejenak wajah penuh karismanya. Ya karisma, ada semacam karisma yang mebikin wajah yang tampan tapi tidak terlalu dalam seleraku ini menjadi begitu menguasai seluruh ruang di kepalaku. “oh, God! What is wrong”.
Beruntung, ku masih bisa menguasai diriku untuk sekedar mengambil langkah seribu sebelum ia menyadari keberdaannku. Keputusan yang kuanggap tepat mesti terjadi di detik-detik terakhir dan tetap menyisakan penyesalan.Penyesalan karena ku tak bisa lagi menatapnya lebih lama. Yah, pemandangan yang begitu menawan itu kini hilang, sirna seketika karena ulah si empunya suara yang secara –maaf- kurang ajar menggangguku. Namun aku pun mestinya berterima kasih karena berkatnya setidaknya ku bisa menyaksikan waah tampannya meski hanya sekilas saja.
Si empunya suara tak lain ialah pamanku. Ya, paman yang baik sebetulnya, tapi tidak untuk saat itu. memang jarak ku berdiri di rumah nenekku yang bersebrangan dengan tempat ia tinggal saat ini hanya terpisah oleh jalan selebar 4-5 m jadi mudah saja untuk mengamati bahkan memanggilnya begitu saja. Apalagi dalam kondidi jalanan yan lengang dari kendaraan tanpa harus berteriak seperti para pdagang di pasar pun suara kita bisa mudah terdengar oleh orang di seberang sana.
Yang membuatku kaget serobotan pamanku yang tiba-tiba membuatku panik dan menjadi begitu tak berdaya. Oke, akau kagum, bukan lebih dari sekedar kagum karena aku sudah tertarik padanya, ya dia telah berhasil mencuri perhatianku! Tapi tidak seperti ini caranya, sungguh aku ingin menatapnya bahkan dari jarak yang begitu dekat tapi tidak saat itu, aku belum siap. Bagaimana jika persaanku yang entah apa ini bertepuk sebelah tangan? Terlalu dini memang untuk menakarnya saati tu, tapi…….
Aahh..salah satu momen yang sulit ku lupa bahkan hingga saai ini. Sayang pamanku tidak benar-benar menyeriusi menjadi semaca mak combalang bagiku dan dirinya, tak ada sesuatu yang bisa membuat kami jadi lebih dekat sejak kejadian itu meski pada akhirnya aku dan dia saling kenal. Bertahun-tahun berlalu, beberapa kali ia menyenyumiku, namun sayang kejaimannku membuat hubungan kami tak berkembang dari hanya sekedar saling membalas senyum.That’s all. Bahkan ia bisa begitu saja lebih mudah akrab dengan karbibku yang tahu (tepatnya ku beri tahu) bahwa aku tertarik padanya. Aku tak pernah lagi punya kesempatan yang dulu pernah kulewatkan itu. Aku tak pernah benar-benar berinteraksi dengannya, ku tak pernah hanya sekedar berbas-basi dengannya, ku tak pernah mempersempit arak yang 4-5 m tadi, bahkan yang ada jarak itu semakin melebar dan nyata adanya. Ku tak bisa menjadi bagian darinya. Bahkan di saat terakhir ia berada ditempatnya tinggal selama menamatkan masa sekolah menengahnya, sampai saat itu pula kami tak pernah benar-benar lebih dari sekedar berbalas senyum.
Enam tahun dalam khayalan tanpa akhir yang manis. Mengambang tanpa ada akhir yang nyata. Semua tak lebih dari kekaguman terpendam, yang masih dan sepertinya memang akan terus terpendam tanpa sempat terucap. Ku tak tahu apa ia pernah merasakan rasa yang sama denganku, namun aku pun tak begitu ingin tahu lagi. Cukup. Harus ku akhiri perasaan yang tanpa sadar telah kubiarkan tumbuh ini. Ia telah manjalani kehidupannya sendiri, pun ku. Pasca perpisahan itu sempat ku beberapa kali berumpa dengannya. Dan tiap-tiap ku tatap lagi wajah itu, sosok itu, desiran aneh itu meski halus, halus sekali masih terasa. Bahkan terakhir kali ku bertatap wajah dengannya getaran halus itu masih ada, senyumnnya masih begitu berkesan, dan kekaguman itu ternyata belum benar-benar hilang.
Pintaku hanya agar aku bisa istiqomah dengn perasaaknu. Sudah kuniatkan sejak aku tak jua bisa bercengkrama lebih jauh dengannya untuk tidak lagi memelihara perasaan yang memang sengaja tidak kubabad meski juga tak ku rawat dengan baik (dibirkan mengalir saja). Ku tak pernah senantisa mnegingatnya di setiap hariku, namun bayangankannya masih rutin mencuri-curi muncul di benakku. Ohh, andai saja rasa ini berbalas, andai ia menjadi nyata alangkah indahnya. Namun, sekali lagi ku sama sekali tak berani berharap, jangankan berharap ia akan membalas perasaanku, berharap ia mnyedari keberadaanku pun saja kini aku enggan. Biarkan semua menjadi kenangan manis bagiku yang cukup hanya aku saja yang tahu.
setelah sekian lama..aahh...akhirnya kembali bisa memposting resensi Sinema Wajah Indonesia :D, mengambil setting di Banyumas, SWI kali ini mendapuk Kirana Larasati sebagai pemeran utama. Here the story..
Cerita dibuka dengan rencana pernikahan Ulfah, putri Pak Makbur dan ibu Halimah. Pak makbur merupakan salah seorang pejabat pemerintahan daerah yang tinggal di dusun. Dengan statusnya yang pejabat ditambah status putrinya yang baru saja menyandang gelar dokter yang sekaligus menjadi dokter pertama di desa tempatnya tinggal, ia merasa perlu menyelenggarakan pesta pernikahan putrinya secara besar-besaran. Selain mengundang warga desa setempat, ia pun mengundang sejumlah koleganya dari kalangan elit pemerintahan kabupaten serta tokoh berada serta berpengaruh lainny. Ia banyak mengundang mereka yang konon dekat dengan Bupati.
Permasalahan berawal ketika Pak Makbur menginginkan agar resepsi dibagi dalam dua sesi, yakni: pagi dan sore. Sesi pagi khusus untuk warga desa di sekitar tempat tinggal pak Makbur yang sekaligus merupakan tetangganya, sementara sesi sore diperuntukkan bagi para tamu undangan khusus (pejabat dan sejenisnya). Menjadi lebih bermasalah ketika undangannya pun bahkan dibedakan ke dalam dua warna; merah dan kuning. Undangan merah khusus untung tamu undangan di pagi hari yakni warga desa setempat, sedangkan yang kuning bagi tamu undangan khusus. Makanya, ketika ia sendiri mendapat undangan berwarna merah (yang ia sendiri anggap undangan kelas dua), ia malah mengabaikannya (karena dianggap tidak begitu penting).
Sebenarnya Ulfah, sang pengantin, sebenarnya kurang setuju dengan ide ayahnya yang membeda-bedakan tamu undangan dengan memberikan dua jenis undangan yang berbeda serta membagi resepsi dalam dua sesi. Namun, pada akhirnya sebagai anak ia manut saja dengan kemauan ayahnya. Terlebih setelah ayahnya meyakinkan bahwa pembedaan seperti itu sudah mulai umum dilakukan oleh ornag-orang berada. Alasannya sih, untuk mengantisipasi membludaknya tamu undangan, padahal alasan yang jauh lebih pokok sepertinya lebih pada gengsi sebagai pejabat dan sejenisanya.
Warga setempat yang pada akhirnya mengatahui ihwal pembedaan undangan serta waktu resepsi bagi mereka dan para pejabat put menjadi geram. Banyak diantara mereka yang merasa harga dirinya diinjak-injak dan bakhirnya memilih untuk memboikot resepsi pernikahan putri orang penting di kampungnya tersebut dengan mengancam tidak akan hadir dalam resepsi tersebut. Celakanya, banyak diantara warga yang kontra akan keputusan pak makbur. Mereka protes, mengapa mereka yang jelas-jelas tetangganya harus dibeda-bedakan dengan mereka yang sekedar “rekan” nya. Diantara warga yang ikut memboikot itu ialah ibunda Sulis (Early Ashi) serta istri Pak RT.
Mengetahui rencana pemboikotan yang akan dilakukan oleh warga, Pak makbur sempat kalangkabut. Karenanya ia meminta batuan dari beberapa warga yang masih “waras”, seperti Sulis (Kiran Larasati) gadis desa setempat yang cerdas dan bepikiran terbuka serta para tokoh desa setempat seperti Pak RT dan Pak Ustad. Ia meminta ketiganya untuk meberikan pengertian pada warga serta mebujuk mereka untuk mengurungkan niat mereka memboikot resepsi putrinya nanti. Bahkan ia meminta Sulis untuk menjadi penerima tamu di kedua resepsinya. Mereka bertiga pun kemudian dengan kompak memberikan pengertian pada warga lainnya bahwa perbedaan undangan dan waktu resepsi bukanlah suatu masalah yang mesti dibesar-besarkan. Mereka mengatakan bahwa perbedaan itu lebih karena faktor efektivitas, bukannya gengsi. Warga pun setelah mendapat “pencerahan” dari ketiganya secara perlahan namun pasti mengubur niatnya untuk memboikot acara resepsi pernikahan putri Pak Makbur tersebut.
Hari H pun tiba. Sesuai rencana resepsi dibagi ke dalam dua sesi: pagi dan sore. Resepsi pagi meski sempat diwarnai “kericuhan” warga yang saling berdesakan saat hendak memasuki arena resepsi, namun secara keseluruhan acaranya berlangsung lancar. Semua warga yang diundang berobondong-bondong hadir, bahkan beberapa warga desa yang mendapat undangan kuning pun memilih hadir di pagi hari bersama warga lainnya. Menjelang sore, para tamu pagi yang masih ada di area resepsi diminta segera meniggalkan lokasi karena akan dibereskan dan dipersiapkan untuk resepsi sore. Warga pun kemudian bubar, sementara petugas segera mempersiapkan kebutuhan untuk resepsi sore.
Sore hari pun tiba. Mempelai beserta kedua orang tuanya sudah kembali siap di pelaminan. Pun Sulis yang telah berganti kostum, sudah siap menerima tamu kembali di kloter kedua, di sore hari. Area undangan sudah rapi kembali, bahkan kali ini dekorasinya jauh lebih mewah. Makanan pun telah tersaji denga rapi di meja. Tak lupa satu set gamelan yang dipersiapkan untuk mengiringi para tamu yang hadir juga telah siap di salah satu sudut area pelaminan. Namun, menjelang waktunya belum satu kursi pun terisi, kontras dengan kondisi di luar yang telah disesaki warga yang penasaran menyaksikan seberapa meriahnya resepsi sore, bagi para tamu berundangan kuning, para pejabat atau tokoh penting.
Hari semakin sore, dan belum satu undangan pun yeng menampakkan batang hidungnya di lokasi undangan. Semua yang ada di sekitar, tak terkecuali Pak Makbur mulai resah. Setelah sekian lama, akhirnya ada tanda-tanda kedatangan tamu, aba-aba pun segera diberikan, dan orkes pun mulai berdendang. Namun, sayang yang datang hanya kurir yang diamanahi mengantar kado dari beberapa undangan. Beberapa waktu berselang, yang dinanti pun tiba, tiga pasang undangan tampak mengisi kursi yang telah bersarung putih. Sayangnya, sampai sekian lama tidak ada satu undangan lagi pun yang hadir. Malah, semakin banyak saja kado yang mampir tanpa sang tuan. Pak Makbur dan semua yang ada disitu kecuali warga—yang menjadi keheranan—pun mulai resah.
Akhirnya pada satu kesempatan, ia paham juga mengapa banyak sekali undangan yang tidak hadir. Rupanya berdasarkan informasi dari seorang kurir tahulah ia bahwa kebanyakan undangan yang rata-rata merupakan kolega dekat bupati lebih memilih hadir pada acara serupa yang diadakan bupati yang amat kebetulan dilaksanakan bertepatan dengan resepsi pernikahan anaknya. Ia pun sadar akan undangan merah yang pernah diterimanya beberapa hari yang lalu. Bergegas ia meninggalkan pelaminan dan berlari dengan senewen ke dalam rumah untuk mencari undangan merah yang sempat diabaikannya dulu. Ia pun tersedu dan menyesal telah mengabaikan undangan itu hanya karena undangan tersebut berwarna merah sehingga dianggapnya tidak penting. Ia merasa begitu sembrono sehingga memilih hari yang keliru: bertepatan dengan hajatan Bupati yang notabene jauh lebih penting bagi para undangan. Halimah, sang istri pun, sudah tidak ammpu lagi membujuknya untuk kembali ke pelaminan. “kasihan anak kita, Ulfah, bujuknya”. Setelah cukup puas meratapi kebodohannya, ia pun mau ke pelaminan setelah menyadario bahwa masih ada harapan untuk meningkatkan jumlah tamu undangan yang hadir, yakni mereka dari desa utara.
Akan tetapi, bagai jatuh tertimpa tangga, ternyata tak lama setelah ia kembali ke pelaminan, serombongan tukang ojek mebawa bnyak kado pun berhamburan ke lokasi pernikahan. Mereka membawakan kado sekaligus membawa berita buruk bahwa jembatan yang menghubungkan desa mereka dengan desa utara terputus sehingga tidak memungkinkan mereka yang rata-rat a bermobil untuk lewat karenanya hanya kado dan ucapan selamat yang mereka bisa berikan tanpa mampu hadir. Pak Makbur yang akhirnya mengetahui musibah itu berusaha tegar di depan putrinya. Tiga pasang undangan yang telah hadir pun akhirnya memilih pulang setelah menunggu sekian lama. Warga di sekitar yang menyaksikan peristiwa itu sekaligus mengatahui fakta ketidahadiran para undangan pun berinisiatif mengisi kursi-kursi yang tak kunjung berpenghuni sedari tadi.
Tangis Ulfah pun meledak menyaksikan pemandangan tersebut. Para warga yang telah berganti kostum dengan pakaian sehari-harinya (daster, kaus oblong, dsb) berbondong-bondong mengisi kursi seraya menatap kea rah pelaminan. Tangisan Ulfah tak kunjung mereda, bahkan semakin menguat. Sampai pada stu titik, akhirnya ia yang merasa malu dan sedih memilih berlari meninggalkan pelaminan, disusul robohnya pertahanan sang ayah. Akhirnya pelaminan pun hanya tinggal menyisakan besan Pak Makbur yang kebingungan dengan serangkaian fenomena tersebut. Warga pun kemudian segera meninggalkan tempat itu dan bubar setelah kepergian Ulfah dan Pak Makbur. Resepsi sore pun menjadi kacau balau. Entah berapa kerugian secara materi yang diderita oleh Pak Makbur untuk katering, sewa tenda dan dekorasi, serta biaya sewa orkes gamelan berikut sound sistemnya. Namun kerugian materil itu tidaklah seberapa dibanding kerugian moril yang ditanggunggya.
*Moral Values*
Jadi, pesan moralnya yang terakndung dalam kisah ini yakni bahwa dalam kehidupan bermasyarakat mungkin saja ada tingkatan sosial yang berbeda dari segi penghasilan dan pendidikan. Namun, bukan berarti perbedaan itu mesti dibesar-besarkan, atau malah dikentarakan. Toh pada dasarnya semua manusia sama nilainya di hadapan Sang Khalik. Kita, sebagai manusia kadang kala terlalu sombong ketika dititipi sedikit harta yang berlebih saja. Melalui tokoh Pak Makbur, kita diajak untuk tidak merendahkan orang lain hanya karena status sosialnya. Terlena dengan status sosial, merasa perlu membedakan mereka dari kalangan elit dan non elit yang berakhir kekecewaan. Dalam cerita tersebut, tentu akan lain bila pak Makbur hanya menyelenggarakan satu kali respsi. Sekalipun para tamu undangan kuning tidak bisa hadir, masih ada para tamu berundangan merah yang hampir 100% merupakan tetangga di desanya sendiri akan tetap memenuhi area pernikahan. Juga bila saja Pak Makbur tidak menganggap remeh undangan merah yang diterimanya, tentu ia bisa memilih hari lain yang berbeda agar memungkinkan seluruh tamu undangan untuk hadir. Pesan moral lainnya, apa pun status sosial tetangga kita, tentangga tetaplah tetangga, selayaknya keluarga kedua yang akan menadi pihak pertama yang menolong kita di kala susah. Maka, sinngkat kata, mari tumbuhkan rasa saling menghormati antar sesame, terutama pada tetangga kita. Sebeda apa pun status sosial kita, kita tetap sama-sama makhluk Tuhan, dan sama-sama warga Negara dengan hak yang sama. ^^
*Preface*
Hey, visitor, since it is Saturday night so for now on I wanna share about someth related to Saturday night: pinky-heart story! J (jarang-jarang gitu loh, ahaha, buat menjawab pertanyaan beberpa orang juga deh ini postingan penulis persembahkan selain emang untuk kepuasan pribadi penulis saja untuk mengungkapkan isi hatinya *ceileeeeh*)
*Prolog*
Yaah…kisah ini memang tak lebih dari curahan hati penulis. Bukan kisah yang semanis lengkeng, tapi lebih mirip dukuh yang ada sedikit paitnya kadang-kadang, atau strowbery yang asam-manis! Anyway, sebenernya ini postingan udah dibikin agak lama tapi dibiarkan “vakum” dulu karena belum menemukan waktu yang pas. Tapi hari ini, hari sabtu, awal oktober (yang bagi penulis cukup bersejarah ya disamping memang hari kesaktian Pancasila juga! ehehe) di malam Ahad ini penulis rasa sebagai waktu yang cukup pas untuk berbagi seputar kisah ini.
*Here We Go..*
Kisah ini bagai buah simalakama. Di satu sisi menggembirakan, di sisi lain sekaligus menyayat hati. Betapa tidak, setelahsekian lama dan dengan dipancing oleh berbagai umpan, akhirnya kail pun bergeming. Umpan bersambut. Apa yang selama ini ingin telinga ini dengar, tersuarakan. Ya, akhirnya tersiar pula kabar tentangnya. Kabar bahagia. Kabar kelulusannya. Aahh, belum cukup, bukan Cuma itu, tidak, sama sekali tidak cukup. Masih banyak yang ingin kudengar, jadi asal dan iseng saja kutanya tentang jodoh. Ku harap jawabannya sesuai dengan apa yang kuharapakan, namun tidak, pertanyaan yang membunuhku! Aahh jawabannya 180 derajat berlainan dengan harapanku. Kudengar ia telah memiliki seorang calon, dan jedeeeeeeer bagai sambaran petir yang mengguncang saraf otakku dan ditransfer dengan kilat ke hatiku. Bukannya berhenti, aku yang sedang patah hati (eiaa…berasa lirik lagu! :p) ini malah nekat menambahi pertanyaan ‘teman kampusnyakah atau???”. Kulayangkan sebuah pertanyaan sederhana namun penuh makna itu sewajar dan selempeung mungkin meski hatI ini sudah porak poranda.Aahh…bodoh, kenapa pula harus kutanyakan pertanyaan itu. Pertanyaan yang pada akhirnya hanya menyayat-nyayat hatiku. Pertanyaan yang sebenarnya sangat ingin aku hindari karena sungguh jawabannya pasti persis sperti yang kuduga-duga lebih tepatnya kuprediksikan. Yaiyalah, makhluk sepertinya tentu laris manis di pasaran, memangnya aku ini apa. Meski secara tampang termasuk kategori standar, tapi ya dia punya karisma yang jadi nilai plus sekligus bikin dia tampak good looking. Hey, wake up girl, wake up!!!! He’s never looks on you. No matter what he’ll never look on you seriously. You’re will not be exist in his list! Hemm…pada akhirnya selalu ada hikmah di setiap kejadian entah yang menyenangkan apalagi yang tidak. Dengan fakta bahwa he has had someone in his heart, and he just wait to marry her, berarti pula tanda bagiku untuk try to forget him totally. No more thinking of him, jangan lagi membayangkan tentangny a, ENOUGH! So, time to move on, find another one who is the best for me, who is the fittest one on me. Let’s find the right one in the right time! ^^
*epilog*
Actually I just met him recently; I talk a little bit to him. His smile still make me die actually *lebaaaay!*. In one moment when I’m going to smile at him, he just like ignoring me *he stairs to another part*. It’s quite disturbing me for while, but the I remember that I’m in the planning of FORGETING HIM to find someone, THE RIGHT ONE, IN THE RIGHT TIME! Then, the song of this posting will be Ungu feat Rossa’s…
Tuhan memberikanku cinta
Untuk ku persembahkan hanyalah padamu
Dia memberikanku kasih
Hanya untuk berkasih, berbagi denganmu…
Ada beberapa faktor yang mungkin bias menjadi pemicu munculnya pengunduran diri masal tersebut, diantaranya jadwal yang terlalu padat mengingat sebelumnya mereka telah mengikuti dua turnamen secara marathon China Master dan Japan Open. Apalagi turnamen Super series berikutnya yang akan mereka hadapi ialah Denmak Open yang notabene merupakan turnamen kelas Premiere yang hadiahnya mencapai USD 400.000. Memang mulai tahun inisebagaimana yang pernah (dan bahkan nampaknya cukup sering) penulis ulas, BWF memperkenalkan turnamen kelas premiere yang hadiah serta gengsinya berlipat dari turnamen super series non premiere. Iya, begitulah, perbedaan kelas akan menyebabkan perbedaan nominal hadiah serta jumlah perolehan poin. Itu pula barangkali yang melatarbelakangi banyaknya pemain yang mengundurkan diri. Mungkin daripada mereka harus menelan resiko kelelahan dan bahkan cedera, lebih baik mereka istirahat dan fokus menghadapi Denmark Open karena toh poin dan hadiah yang ditawarkan jauh lebih menggiurkan (itu mah kalo mereka berfikiran matrealistis kayak penulis aja..heheh). Kan juga sekalipun yang menyelenggarakan adalah Indonesia yang merupakan salah satu raksasa bulu tangkis dunia (masih ya meski gak tau masih akan bertahan berapa lama julukan ini..huhu), namun tetap saja ini merupakan turnamen kelas GPG.
Turnamen kelas GPG ini biasanya dimanfaatkan oleh beberapa negara (yang membawa nama TINMAS) dan atau pemain (yang professional—tidak terikat pada negara) untuk memberikn pengalaman pada para pemain muda/lapis kedua mereka, atau bahkan ajang mendulang poin-poin tambahan untuk menyokong posisinya di delapan besar klasmen Super Series sehingga bias berpartisipasi di ajang Super Series final yang hanya mempertemukan delapan pemain teratas di masing-masing sektor seperti halnya di Tenis. Bagi para pemain yang sempat absen beberapa lama karena cedera misalnya, turnamen ini pun dijadikan sebagai area pemanasan untuk menghadapi “laga sesungguhnya” di Super Series. Secara umum, mesti diakui bahwa gaung GPG ini tidak semeriah Super Series. Bukti sahihnya ialah absennya sejmlah pemain papan atas dunia. Kecuali para pemain Indonesia dan beberapa pemain Jepang, tidak ada pemain delapan besar dunia lain yang ambil bagian di kejuaraan ini. Bahkan sebagaimana yang telah disinggung di awal Korea sama sekali tidak mengirimkan pemainnya di Indonesia GPG ini. Lalu ada yang salahkah dengan penyelenggaraannya?
Penulis rasa sih tidak ya, semua ini ya bisajadi karena factor tadi sehingga para pemain pun merasa absen di ajang ini tidak akan berepengaruh banyak dan memilih rehat. Pemilihan tempat di Samarinda, yang biasanya di Jakarta, sepertinya tidak menjadi soal ya. Justru malah menjadi satu hl yang positif mengingat selama ini Indonesia hanya mengandalkan Jakarta sebagai tempat penyeenggaraan berbagai kejuaraan bulu tangkis dunia mulai dari Indonesia Open, Indonesia GPG, hingga Thomas-Uber Cup dan Sudirman Cup. Jadi, ketika para atlet dunia datang ke Indonesia yang luas nan eksotik ini yang mereka tahu malah hanya Jakarta dan Bali saja (iyalah Bali mah reputasinya udah internasional gitu loh). Kan, seharusnya mereka bermain sambil disuguhi pemandangan alam serta budaya Indonesia yang khas, biar sekalian promosi pariwisata Indonesia juga. Lumayan kan, setidaknya motivasi mereka bertamabah selain untuk memenangi gelar juara, menambah poin, dan mendapatkan hadiah, mereka pun bias sambil berwisata disini. Uang hadiahnya bias mereka sisihkan sebagian untuk melalukan wisata alam kek, bahari kek, sejarah kek, budaya kek, atau bahkan kuliner. Hemm..sepertinya patut dicoba yaa diadakan semacam koordinasi dan kerjasama antara Mentri dan Dinas Olah Raga serta Mentri dan Dinas Pariwisata. Yaa, setidaknya bakal ada cerita lain yang mereka bawa bukan hanya sekedar kemenangnan mereka atas para pemain tuan rumah saja (wihh…ini mah kalau loh ya) tapi mereka bisa promosi pada sanak family, kerabat, teman, dan warga negaranya akan pesona alam dan budaya serta makanan Indonesia (sangat mungkin loh kata penulis mah!). Hal ini cukup potensial terutama bila tidak ada turnamen lagi dalam 1-2 pekan setelahnya, dan setelah melalui serangkaian jadwalyang ketat beberapa pecan sebelumnya, kan bias menjadi ajang refreshing tuh buat para atlet (kan mereka juga manusia ya yang buth hiburan..hehe).
Wah..daripada postingannya semakin ngaco akan segera penulis akhiri saja dengan kesimpulan bahwa gaung turnamen ini kurang terdengar. Minimnya pemain papan atas dunia yang ambil bagian turut mempengaruhi lemahnya gaung turnamen ini. Meski demikian nilai positifnya adalah Indonesia sebagai tuan rumah sehharusnya bisa mengoptimalkan prestasi dengan memanfaatkan celah absennya para pemain papan atas dunia tersebut. Hal ini bukan berarti bhwa pemain Indonesia tidak bisa bersaing dengan para pemain tersebut, namun absennya mereka membuat jalan dan langkah para pemain andalan merah putih ini relative lebih mudah. Namun, bukan berarti akan sama sekali mudah. China masih menebar ancaman sekalipun bukan pemain nomor satu mereka yang dikirim, terutama di ganda campuran. Jepang pun masih konsisten melaju hingga babak perempat final hari ini. Konon, mulai semifinal hingga final esok stasiun TV Nasional kita akan menayangkan secara live pertandingan di IndonesiaGPG, namun entahlah penulis pribadi jujur terlalu banyak kekecewaan dengan dukungan dari awak media tanah air terhadap cabor yag satu ini. Beberapa kali penulis merasa dikecewakan oleh stasiun TV Indonesia yang seperti setengah hati menyiarkan tayangan kejuaraan badminton. Ngomongnya aja stasiun badminton nasional, buktinya NON SENSE! (udah aah..ngomongin ini the bawaannya jadi emosi). Semoga saja stasiun TV pemerintah itu (kan punya pemerintah ya yang seharusnya mensupport betul) bisa konsisten dalam menyiarkan turnamen ini.
Well, saat ini prestasi perbulutangkisan Indonesia masih belum membaik, sebaik dan sejaya di awal 2000’an, ada bayak hal yang mesti dibenahi. Di beberapa ajang supers series terakhir, Indonesia belum pernah lagi kebagian gelar juara, paling bater hanya sampai final sebagaimana Bona/Ahsan di Jepang Terbuka pekan lalu. Wajar jika pada akhirnya masyarakat menjadi sepeti tidak begitu peduli akan perkembnagan bulu tangkis tanah air. Mereka lebih suk amengikuti sepeka bola Indonesia yang prestasinya pun sama-sama tak kunjung menunjukka perbaikan. Hal ini disukung oleh rendahnya ekspos dan kepedulian awak media dalam menyeberaluaskan informasi seputar kejuaraan bulu tangkis. Syukur-syukur jika di satu program berita olah raga ada yang menampilkan berita plus cuplikan gambar pertandingan yang dgelar di luar Indonesia karena paling banter biasanya hanya menampilkannya di running text saja. Padahal stasiun TV hari ini akan jauh lebih populer dibanding Koran. IRONIS! Jadi sungguh dengan disiarkannya ajang IndonesiaGPG ini diharapkan mampu menyentil kepedulian dari masyarakat Indonesia akan keberadaan dan kondisi bulu tangkis tanah air saat ini. MAJU TERUS BULU TANGKIS INDONESIA!
Lee Chong Wei kembali unjuk gigi setelah absen beberapa pekan untuk mengamankan posisinya di peringkat satu dunia. Ia, tentu saja tidak sendiri, Taufik Hidayat, Lin Dan, Peter Gade, serta beberapa pemain muda China dan jangan lupa tunggal tuan rumah seperti Shoji Sato dan Kenichi Tago siap bertarung bersama-sama demi meraih gelar juara.
Di ganda, semua pemain peringkat atas dunia ambil bagian, mulai dari pemain peribgkat satu dunia, Cai Yun/Fu Haifeng asal China; ganda nomor satu Malaysia, Koo Kien Kiet/Tan Boon Heong; ganda teratas Eropa, Mogensen/Carsten; serta tak ketingalan pasangan-pasangan kebanggaan tanah air, Bona Septano/M. Ahsan, Markis Kido/Hendra Setiawan, serta Alvent Yulianto/Hendra Aprida Gunawan. Sayangnya salah satu ganda dunia lain asal Korea sekaligus juara China Master pekan sebelumnya bermain dengan pasangan yang berbeda (bertukar pasangan—rotasi), yang sayangnya masih belum bisa menembus kekompakkan para pemain ganda yang telah ajeg dengan pasangannya masing-masing dalam kurun waktu yang cukup lama itu.
Dari sektor putri, di tunggal, para pemain China seperti biasa masih dan selalu mendominasi. China menyertakan semua pemain terbaiknya di sektor ini seperti Wang Yihan dan Wang Shixian yang menduduki unggulan satu dan dua di ajang ini. Namun, mereka patut waspada pada ancamman yang ditebar pemain-pemain non China yang sering kali merepotkan para putri China ini seperti Tine Baun, yang mesti sudah tidak muda namun permainannya masih bisa mengimbangi para pemain muda; Juliiane Schenk, pemain Jerman yang juga sudah tak muda lagi, namun acap kali merepotkan pemain muda; juga tak ketinggalan saina Nehwal, pebulutangkis andalan India yang beberapa kali berhasil mempecundangi para pemain China. Di luar itu, belum ada pemain yang terlihat menonjol lagi termasuk pemain Indonesia seperti Ardianti Firdasari, Maria Febe, dan Aprilia yang masih belum mampu mengimbangi para tunggal putri teratas dunia tersebut.
Sama halnya seperti di tunggal, pemain China pun masih mendominasi di sektor ini. Namun demikian China tidak menurunkan ganda terbaiknya yang masih dilanda cedera sejak final China Master lalu. Ancaman serius datang dari ganda tuan rumah. Ya, Jepang memang dikenal cukup kuat di sektor putrinya, terbukti dua pasanganny tercatat sebagai unggulan keempat dan keenam di turnamen ini. Ganda Denmark, Christina Pedersen/Kamilla Ryther Juhl, pun menjadi ancaman tersendiri, pasalnya mereka sama-sama bermain baik di ganda campuran (keduanya merupakan pemain ganda campuran). Indonesia sendiri diwakili oleh Greysia Polii/Meiliana Jauhari yang diunggulkan di peringkat 8 serta Lindaweni/, non unggulan, juga Vita Marissa/Nadya Melati pasangan senior-junior yang sempat tampil di final Indonesia Open Super Series. Persaingan di sektor ini memang patut diakui tidak seketat di sektor lainnya.
Sementara di sektor ganda campuran, Zhang Nan/Zhao Yunlei pasangan kekasih sekaligus ganda teratas dunia asal China berhasrat memperpanjang rekor kemenangan pasaca meraih gelar juara di China Master pekan sebelumnya. Ancaman bagi pasangan ini akan datang dari beberapa pasangan seperti Cristina Pedersen pemain asal Denmark yang jika permaianannya sedang stabil menjadi sangat kuat; Lee Yong Da/Ha Jung Eun, pasangan reuni yang sempat berpisah saat LYD dipasangkan dengan Lee Hyo Jung sebelum gantung raket; beberapa pasangan China lainnya seperti Xu Chen/Ma Jin, Hong Wei/Pan Pan; juga tak lupa pasangan Indonesia Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir. Indonesia sendiri mengirim beberapa wakil lainnya seperti Fran Kurniawan/Pia Zebadiah, Muhammad Rijal/Debby Sutanto, serta pasangan lawas yang sempat berjaya di awal 2000’n-Nova Widianto/Vita Marissa. Pasangan lain yang juga berpotensi mengancam ialah ganda India yang pekan lalu membuat kejutan dengan menembus final China Master juga pasangan China Taipei yang kerap menyulitkan ganda-ganda lainnya.
China secara keluruhan masih mendominasi peringkat teratas di hampir semua nomor, dan hampir semuanya ikut ambil bagian dalam turnamen ini. Kecuali di ganda putri, China tampil dengan kekuatan penuh. Pun Denmark, Malaysia, dan Indonesia serta Negara-negara lainnya yang banyak menurunkan pemain terbaiknya. Kecuali Korea yang memilih merotasi sang juara China Master Lee Yong Dae/Jung Jae Sung yang justru dipasangkan dengan pemain muda.
FINAL YJOSS
Sekarang (ahad) ini turnamen berhadiah total USD 200.000 ini sudah memasuki babak finalnya. Tidak ada kejutan yang berarti kecuali lolosnya ganda putri China non-unggulan ke final menghadapi ganda China Taipe. Final YJOSS ini merupakan salah satu final paling ideal, artinya final tidak hanya didominasi oleh satu dua Negara saja, tetapi ada sekitar enam Negara yang berlaga untuk memperebutkan lima gelar dari lima nomor.
Dari sepuluh pemain yang berlaga di final ini, empat diantaranya ialah pemain China yaitu: Wang Yihan (WS—1), Chen Long (WS—3), Bao Yixin/Zhong Qianxin (WD), serta Cai Yun/Fu Haifeng (MD—1). Semntara enam pemain lainnya sebagai berikut: Denmark 2 Cristina Pedersen (XD—4); Indonesia 1 Bona Septano/M. Ahsan (MD—4); Taipe 1 Chen/Cheng (XD—3); Jerman 1 Julianne Schenk (WS—8); serta Malaysia 1 Lee Chong Wei (MS—1).
Hasil ini menjadi kejutan tersendiri mengingat biasanya China mendominasi denga lebih dari lima wakil di final, yang artinya tak jarang menciptakan all-CHINA-final. Maka, kali ini, jangankan menyapu bersih gelar, bahkan di Ganda Campuran, China tanpa perwakilan di final! Meski demikian, toh China tetaplah China yang walau berapapun jumllah wakilnya di final selalu bisa meraih hasi maksimal. Artinya, peluang China untuk membawa pulang empat gelar dari empat partai yang mereka wakili masih sangat amat mungkin terjadi (China gitu loh *wiwwwww*).
Sayangnya prestasi luar biasa China ini sering kali diikuti oleh kontroversi yang juga tak kalah biasa. Bayangkan hampir di setiap turnamen nya bila ada partai yang mempertemukan sesame pemain China tak jarang salah seorang dari mereka mengundurkan diri atau bahkan WO dari pertandingan. Artinya, lawan sekaligus compatriot mereka diberi kemenangan mudah dan Cuma-Cuma. Banyak spekulasi berkembang bahwa hal tersebut dilakukan China sebagai suatu strategi guna memuluskan langkah para pemainnya di ajang tertentu. Umumnya kasus WO ataupun retired dilakukan oleh para senior ketika mesti menghadapi junior mereka supaya mereka meraih gelar dan mendapat poin yang nantinya di penghujung tahun akan diakumulasi sebagai acuan untuk berlaga di ajang super series final.
Alasan pengunduran dirinya beragam mulai dari sakit perut, demam, hingga cedera. Jika memang itu hanya alasan, sungguhlah tidak sportif strategi yang dirancang oleh kubu negeri tirai bamboo ini. Sah-sah saja berstrategi, namun dalam dunia olah raga kan dikenal adanya sportivitas yang semstinya senantiasa dijunjung oleh para atlet. Jika begitu caranya, dimana letak sportivitasnya? Ketika yang lain berjuang hingga tiga set menuju final, eeh mereka mah melenggang tanpa meneteskan keringan sebutir pun yang notabene akan membuat fisik mereka lebih fit. Adilkah? Merasa nyamankah mereka sebagai seorang atlet yang memenangi satu pertandingan tanpa keringat? Jawabannya ada pada diri mereka sendiri.
Terlepas dari kontrooversi tersebut, patut diakui China memang masih sangat mendominasi terutamadi putri. Tetapi, sayangnya dominasi China di turnamen ini sedikit berkurang seperti yang telah disinggung di atas. Bisa dikatakan raihan prestasi China di YJOSS ini tidak semulus di turnamen-turnamen sebelumnya, terbukti dengan banyaknya pemain China yang berguguran di babak-babak sebelumnya. Turnamen ini bisa dibilang kurang bersahabat dengan China. Selain dengan China, turnamen ini pun bahkan tidak bersahabat dengan Korea. Wakil terakhir Korea di ajang ini yakni pasangan baru LYD/Ko Sung Hyun mesti kandas di perempat final dari pasangan Indonesia Markis Kido/Hendra Setiawan.
Well, berikut daftar pemain yang berlaga di final Well, berikut daftar pemain yang berlaga di final YJOSS:
Men Single: Lee Chong Wei (Malaysia, 1st Seed) vs Chen Long (China, 3rd Seed)
Women Single: Wang Yihan (China, 1st seed) vs Juliane Schenk (Germany, 8th Seed)
Men’s Double: Cai Yun/Fu Haifeng (China, 1st Seed) vs Bona Septano/M.Ahsan (Indonesia, 4th Seed)
Women’s Double: Chen Wen Hsing/Chien Yu Chin (Taipe, 5th Seed) vs Bao Yixin/Zhong Qianxin (China)
Mixed Double: Chen Hung Ling/Chen Wen Hsing (Taipe, 5th Seed) vs Joachim Fiesher/Christina Pedersen (Denmark, 4th Seed)
Dari ajang MotoGP (ceileehh…udah kayak narrator berita olah raga aja yee..heu), berbanding terbalik degan nasib tim kesayangan penulis di dunia sepak bola, pembalap andalan penulis di ajang MotoGP, Casey Stoner berhasil kembali meraih kemenangan di Sirkuit Aragon, Spanyol, Ahad (18/09). Ia sukses mempertahkan posisi setelah sehari sebelumnya berhasil meraih pole position di ajang kualifikasi. Semantara Dani Pedrosa, rekan setimnya, dan Jorge Lorenzo, pembalap Yahama yang juga peraih juara dunia musim 2010 lalu finish di urutan kedua dan ketiga. Marco Simoncelli yang sempat merangsek ke posisi tiga harus puas finish di uturan 4 setelah melakukan kesalahn fatal dengan melebar dari lintasan di lap pertengahan. Finish di belakang pembalap Italia itu Ben Spies, rekan setim Lorenzo. Sementara Valentino Rosi harus puas berada di tempat ke-10.
Dengan kemanangan ke-8 Stoner sekaligus ke-100 bagi timnya, Repsol Honda Racing Team, posisinya di puncak klasmen semakin kokoh dengan 184 poin. Lorenzo masih setia menguntit sang rival di posisi kedua denga raihan 240 poin, terpaut 44 angka dari Stoner. Semnatara posisi ketiga dan keempat masing-masing dihuni oleh Andrea Dovisiozo dan Dani Pedrosa, yang sama-sama merupakan pembalap tim Repsol Honda. Performan Honda tahun ini memang luar biasa, terbukti dari tiga pembalapnya di klasmen lima besar perolehan poin sementara. Untuk memastikan gelar juara, Stoner, sebagaimana yang penulis baca di sebuah artikel Koran lokal, butuh 56 poin lain lagi sekitar dari 4 race tersisa. Artinya dua kemenangan sudah cukup bagi Stoner untuk kembali menyandang gelar dunia setelah terakhir pada tahun debutnya di motoGP tahun 2007 lalu bersama Ducati Malrboro. Atau, meski tidak menang,finish di tiga besar berturut-turut dalam empat race sisa itu pun tetap masih akan mengamankan kans nya untuk menngambil alih gelar juara dunia dari Lorenzo.