Jumat, 30 September 2011

Indonesia Grand Prix Gold (GPG) 2011

(baru sadar nih tanggalnya gak sesuai, biarin lah ya ini versi belum diedit, nyari yang udah bener abisnya gada yang segede ini sih, jadi harap maklum! heheh :p)

Perhelatan turnamen yang satu kelas di bawah Super Series ini telh berlagsung sejak selasa (27/09) lalu da masih akan berlangsung hingga Ahad (02/10) ini. Turnamen yang diselenggarakan di Samarinda, Kalimantan Timur ini didominasi oleh pemain Indonesia serta beberapa pemain muda atau lapis kedua dari Negara-negara yang (masih) dianggap mendominasi peta bulu tangkis dunia, seperti: China, Denmark, dan Malaysia. Dengan kata lain Negara-negara papan atas bulu tangkis dunia ini sama sekali tidak tampil dengan kekuatan penuh dengan menurunkan para pemain terbaiknya. Bahkan Korea sama sekali tidak mengirimkan seorang pun wakilnya di ajang yang berhadiah total USD 120.000. meski demikian, bukan berarti turnamen ini menjadi sepi pemaindunia sama sekali. Juara ganda campuran dan tunggal putra Japan Open pekan sebelumnya, Chen Hung Ling/Cheng Wen Hsing (Taipe) dan Chen Long (China) pun awalnya turut ambbil bagian, namun sayang menjelang awal turnamen semuanya mengundurkan diri. Bukan hanya mereka, bahkan beberapa pemain unggulan lainnya pun sperti ganda Taipe di ganda putri, Jan O Jogersen (Denmark) di tunggal putra, tunggal putri unggulan pertama asal China, dan beberapa pemain unggulan lainnya. Penulis pribadi kurang tahu ya apa alasan seseungguhnya banyaknya pemain yang mengundurkan diri tersebut.

Ada beberapa faktor yang mungkin bias menjadi pemicu munculnya pengunduran diri masal tersebut, diantaranya jadwal yang terlalu padat mengingat sebelumnya mereka telah mengikuti dua turnamen secara marathon China Master dan Japan Open. Apalagi turnamen Super series berikutnya yang akan mereka hadapi ialah Denmak Open yang notabene merupakan turnamen kelas Premiere yang hadiahnya mencapai USD 400.000. Memang mulai tahun inisebagaimana yang pernah (dan bahkan nampaknya cukup sering) penulis ulas, BWF memperkenalkan turnamen kelas premiere yang hadiah serta gengsinya berlipat dari turnamen super series non premiere. Iya, begitulah, perbedaan kelas akan menyebabkan perbedaan nominal hadiah serta jumlah perolehan poin. Itu pula barangkali yang melatarbelakangi banyaknya pemain yang mengundurkan diri. Mungkin daripada mereka harus menelan resiko kelelahan dan bahkan cedera, lebih baik mereka istirahat dan fokus menghadapi Denmark Open karena toh poin dan hadiah yang ditawarkan jauh lebih menggiurkan (itu mah kalo mereka berfikiran matrealistis kayak penulis aja..heheh). Kan juga sekalipun yang menyelenggarakan adalah Indonesia yang merupakan salah satu raksasa bulu tangkis dunia (masih ya meski gak tau masih akan bertahan berapa lama julukan ini..huhu), namun tetap saja ini merupakan turnamen kelas GPG.

Turnamen kelas GPG ini biasanya dimanfaatkan oleh beberapa negara (yang membawa nama TINMAS) dan atau pemain (yang professional—tidak terikat pada negara) untuk memberikn pengalaman pada para pemain muda/lapis kedua mereka, atau bahkan ajang mendulang poin-poin tambahan untuk menyokong posisinya di delapan besar klasmen Super Series sehingga bias berpartisipasi di ajang Super Series final yang hanya mempertemukan delapan pemain teratas di masing-masing sektor seperti halnya di Tenis. Bagi para pemain yang sempat absen beberapa lama karena cedera misalnya, turnamen ini pun dijadikan sebagai area pemanasan untuk menghadapi “laga sesungguhnya” di Super Series. Secara umum, mesti diakui bahwa gaung GPG ini tidak semeriah Super Series. Bukti sahihnya ialah absennya sejmlah pemain papan atas dunia. Kecuali para pemain Indonesia dan beberapa pemain Jepang, tidak ada pemain delapan besar dunia lain yang ambil bagian di kejuaraan ini. Bahkan sebagaimana yang telah disinggung di awal Korea sama sekali tidak mengirimkan pemainnya di Indonesia GPG ini. Lalu ada yang salahkah dengan penyelenggaraannya?

Penulis rasa sih tidak ya, semua ini ya bisajadi karena factor tadi sehingga para pemain pun merasa absen di ajang ini tidak akan berepengaruh banyak dan memilih rehat. Pemilihan tempat di Samarinda, yang biasanya di Jakarta, sepertinya tidak menjadi soal ya. Justru malah menjadi satu hl yang positif mengingat selama ini Indonesia hanya mengandalkan Jakarta sebagai tempat penyeenggaraan berbagai kejuaraan bulu tangkis dunia mulai dari Indonesia Open, Indonesia GPG, hingga Thomas-Uber Cup dan Sudirman Cup. Jadi, ketika para atlet dunia datang ke Indonesia yang luas nan eksotik ini yang mereka tahu malah hanya Jakarta dan Bali saja (iyalah Bali mah reputasinya udah internasional gitu loh). Kan, seharusnya mereka bermain sambil disuguhi pemandangan alam serta budaya Indonesia yang khas, biar sekalian promosi pariwisata Indonesia juga. Lumayan kan, setidaknya motivasi mereka bertamabah selain untuk memenangi gelar juara, menambah poin, dan mendapatkan hadiah, mereka pun bias sambil berwisata disini. Uang hadiahnya bias mereka sisihkan sebagian untuk melalukan wisata alam kek, bahari kek, sejarah kek, budaya kek, atau bahkan kuliner. Hemm..sepertinya patut dicoba yaa diadakan semacam koordinasi dan kerjasama antara Mentri dan Dinas Olah Raga serta Mentri dan Dinas Pariwisata. Yaa, setidaknya bakal ada cerita lain yang mereka bawa bukan hanya sekedar kemenangnan mereka atas para pemain tuan rumah saja (wihh…ini mah kalau loh ya) tapi mereka bisa promosi pada sanak family, kerabat, teman, dan warga negaranya akan pesona alam dan budaya serta makanan Indonesia (sangat mungkin loh kata penulis mah!). Hal ini cukup potensial terutama bila tidak ada turnamen lagi dalam 1-2 pekan setelahnya, dan setelah melalui serangkaian jadwalyang ketat beberapa pecan sebelumnya, kan bias menjadi ajang refreshing tuh buat para atlet (kan mereka juga manusia ya yang buth hiburan..hehe).

Wah..daripada postingannya semakin ngaco akan segera penulis akhiri saja dengan kesimpulan bahwa gaung turnamen ini kurang terdengar. Minimnya pemain papan atas dunia yang ambil bagian turut mempengaruhi lemahnya gaung turnamen ini. Meski demikian nilai positifnya adalah Indonesia sebagai tuan rumah sehharusnya bisa mengoptimalkan prestasi dengan memanfaatkan celah absennya para pemain papan atas dunia tersebut. Hal ini bukan berarti bhwa pemain Indonesia tidak bisa bersaing dengan para pemain tersebut, namun absennya mereka membuat jalan dan langkah para pemain andalan merah putih ini relative lebih mudah. Namun, bukan berarti akan sama sekali mudah. China masih menebar ancaman sekalipun bukan pemain nomor satu mereka yang dikirim, terutama di ganda campuran. Jepang pun masih konsisten melaju hingga babak perempat final hari ini. Konon, mulai semifinal hingga final esok stasiun TV Nasional kita akan menayangkan secara live pertandingan di IndonesiaGPG, namun entahlah penulis pribadi jujur terlalu banyak kekecewaan dengan dukungan dari awak media tanah air terhadap cabor yag satu ini. Beberapa kali penulis merasa dikecewakan oleh stasiun TV Indonesia yang seperti setengah hati menyiarkan tayangan kejuaraan badminton. Ngomongnya aja stasiun badminton nasional, buktinya NON SENSE! (udah aah..ngomongin ini the bawaannya jadi emosi). Semoga saja stasiun TV pemerintah itu (kan punya pemerintah ya yang seharusnya mensupport betul) bisa konsisten dalam menyiarkan turnamen ini.

Well, saat ini prestasi perbulutangkisan Indonesia masih belum membaik, sebaik dan sejaya di awal 2000’an, ada bayak hal yang mesti dibenahi. Di beberapa ajang supers series terakhir, Indonesia belum pernah lagi kebagian gelar juara, paling bater hanya sampai final sebagaimana Bona/Ahsan di Jepang Terbuka pekan lalu. Wajar jika pada akhirnya masyarakat menjadi sepeti tidak begitu peduli akan perkembnagan bulu tangkis tanah air. Mereka lebih suk amengikuti sepeka bola Indonesia yang prestasinya pun sama-sama tak kunjung menunjukka perbaikan. Hal ini disukung oleh rendahnya ekspos dan kepedulian awak media dalam menyeberaluaskan informasi seputar kejuaraan bulu tangkis. Syukur-syukur jika di satu program berita olah raga ada yang menampilkan berita plus cuplikan gambar pertandingan yang dgelar di luar Indonesia karena paling banter biasanya hanya menampilkannya di running text saja. Padahal stasiun TV hari ini akan jauh lebih populer dibanding Koran. IRONIS! Jadi sungguh dengan disiarkannya ajang IndonesiaGPG ini diharapkan mampu menyentil kepedulian dari masyarakat Indonesia akan keberadaan dan kondisi bulu tangkis tanah air saat ini. MAJU TERUS BULU TANGKIS INDONESIA!

Tidak ada komentar: