Senin, 23 Juli 2012

JOGJA!



Pulang ke kotamu, ada setangkup haru dalam rindu
Masih seperti dulu
Tiap sudut menyapaku bersahabat penuh selaksa makna
Terhanyut aku akan nostalgi saat kita sering luangkan waktu
Nikmati bersama suasana Jogja
Di persimpangan, langkahku terhenti
Ramai kaki lima menjajakan sajian khas berselera
Orang duduk bersila
Musisi jalanan mulai beraksi seiring laraku kehilanganmu
Merintih sendiri, di tengah deru kotamu
(Yogyakarta - Kla Project)
Gak ada hujan, gak ada badai, gak ada topan, gak ada banjir, dan jreng-jreng tiba-tiba saja dalam hitungan hari, setelah tiga tahun, kembali menginjakan kaki di kota yang bisa dikatakan kota impian, impian penulis pribadi.  Well, berlebihan? Okelah…kita ganti dengan kota yang ngangenin, yang selalu membuat kita rindu untuk sesegera mungkin kembali setelah meninggalkan kota ini.  Masih berlebihan?  Okay, setidaknya itu yang penulis alami dan rasakan.  Sekali lagi ya ini tentang KOTA NGANGENIN dari sudut pandang seorang penulis, jadi kalau sangat subjektif ya dimaklumi dann anggap wajar saja, ya!

Sedari awal  menginjakan kaki di kota ini,  sekitar  tiga belasan tahun lalu, ada kesan tersendiri yang jauh lebih istimewa dibanding kota-kota lain di luar kota tempat penulis tinggal yang pernah penulis kunjungi.  Kesan yang semakin menguat dengan rekaman sudut-sudut kota ini melalui sinetron Gita Cinta Dari SMA beberapa tahun silam.  Dikukuhkan dengan kunjungan kedua, kedtiga, keempat, dan sekarang ini kelima.  Rasanya selalu begini, tidak pernah ingin cepat pulang, dan selalu ingin segera kembali.  Ohh….kota yang penuh kerinduan…

Dan sekarang, pada kunjungan kelima ini, tak ingin kehilangan kesempatan merekam, mengabadikan, dan tak lupa mendokumentasikan seraya membagikannya disini.  Berbagi kebahagian, suka cita, pengalaman dan kegiatan yang penulis lakukan selama berada di kota yang selalu membangkitkan kekangenan penulis ini.  Kali ini penulis ditemani sohib semasa SMP, dan ceritanya menemani adik yang diterima di salah satu universitas ternama di kota Pendidikan ini yang juga didampingi oleh ayah penulis.  kali ini penulis akan mengisahkan perjalanan di hari pertama.

Selasa, 17 Juli 2012
07.45 WIB, dengan terburu-buru penulis memasuki pintu masuk stasiun Bandung sambil menggenggam HP dan menggotong tiga gembolan seraya memandangi sekeliling, mencari-cari keberadaan teman penulis.  Kereta yang sudah siap memboyong para penumpang menuju arah timur, ke tengah-tengah pulau Jawa tersebut, sudah nangkring saja di lintasan.  Sementara si teman yang sudah tiba entah sejak berpuluh menit sebelumnya itu dan berkali-kali menghubungi HP penulis belum juga kelihatan.  Celakanya, penulis GAK PUNYA PULSA!  Well, kepanikan yang seketika menyergap.  Apalagi itu bunyi mesin kereta sudah mulai terdengar.  Ditambah petugas penjaga pintunya yang mengumumkan beberapa kali bahwa kereta yang penulis tumpangi akan segala meluncur.  Dercitan pagarnya itu loh, sangat-sangat membuat jantung penulis berdegup kencang.  Kacamata, penulis tidak menggunakan kacamata!  Celaka! Beruntung, tak lama si teman kembali menghubungi dan akhirnya sebuah lambaian tangan melegakan penulis.  Sang teman yang sedari beberapa menit lalu menjadi sosok yang paling penulis cari, kami pun masuk ke lintasan.  “syukurlah tidak harus mengganti tiket teman gara-gara ketinggalan kereta” batin penulis, legaa. 

Begitu lega karena sudah memasuki lintasan, ehh…terjadi sedikit masalah di dalam keretanya.  Setelah memastikan bahwa kami tidak memasuki gerbong yang salah, ehh..ternyata kursi kami sudah ada yang menempati!  Seorang bule perempuan yang berhadap-hadapan dengan keluarganya.  DILEMA.  Mengusir artinya membuat satu keluarga itu terpisah, dan lagipula akan menimbulkan ketidaknyamanan satu sama lain.  tapi, di lain pihak itu toh kursi kami, hak kami.  Sempat merasakan duduk di kursi tersebut selama beberapa detik dengan kikuk, akhirnya setelah berdiskusi dan menyelesaikan secara “kekeluargaan”, kami akhirnya mengalah untuk pindah ke kursi si bule seharusnya.  Win-win solution lah itu.  Akhirnya hingga tiba di stasiun tujuan dengan menempuh selama kurang lebih delapan jam tiga puluh menit perjalanan, kami pun menikmati duduk di kursi belakang.  Nah, lucunya yaitu si embak (semacam pramugarinya Kereta) yang napak kebingungan dan kesulitan untuk mengklarifikasi tempat duduk sang bule.  Kendala bahasa, menjadi sumber permaasalahan utamaa, menurut hasil analisa penulis. 

Pukul 16.30, akhirnya  kereta yang mengangkut kami tiba juga di stasiun tujuan, telat hampir sejam dari yang tertera di jadwal tiba pada tiket.  Setelah melaksanakan kewajiban yang belakangan menjadi kebutuhan untuk mengucap rasa syukur diberi keselamatan tiba di a lovely city, sebagaimana menjadi slogan kota ini di salah satu spanduk, kami pun bergegas menuju penginapan dengan berjalan kaki!  Dua  satu buah tas gendong dan satu tas selempang serta satu ‘tas’ jinjing berisi snack membebani punggung, dan kedua lengan penulis.   Sedangkan teman penulis, melenggang dengan satu tas yang membebani bahunya saja.  Berkomitmen tidak berbecak dan atas kemurahan hatinya membewakan salah satu beban penulis, akhirnya sekitar sepuluh-lima belas menitan, kami pun tiba dengan……cukup ngos-ngosan di penginapan yang masih berlokasi di kawasan Malioboro!  Legaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa.

Nasi Kucing
Beranjak malam, kami pun bergegas mencari makan.  Maklum, semenjak turun kereta tadi, kami belum mencari makan, mana siangnya tidak sempat makan siang karena harganya yang lumayan uwow untuk saku kami (ups…ketahuan deh…heu).  Makin lengkap karena ternyata kami sama-sama tidak sarapan di pagi harinya (Cuma makn roti doank dua biji, hoho).  Kebayang kan bagaimana kondisi perut kai ini kalau dibedah…heu.  Akhirnya selepas isya, kami pun menuju warung yang menjajakan nasi kucing tepat di seberang rel yang banyak dlirekomendasikan orang, “WARUNG KOPI JOS PAK AGUS”, begitulah sang pemilik menamai kedainya. 

Sama seperti kebanyakan kedai makanan di kawasan sekitar Malioboro, warung Pak Agus ini pun berkonsep angkringan atau lesehan.  Tidak ada kursi dan meja, hanya bergulung tikar yang memanjang dari sudut jalan sampai batas trotoar pertama.  Warungnya pun lumayan ramai pengunjung.  Itu hari biasa loh, sudah terhitung hari kerja, terbayang jika musim liburan betulan, hem…curiga mesti menunggu beberapa saat sebelum akhirnya mendapat wilayah strategis untuk duduk dan menikmati suasana malam kota yang dicintai banyak orang ini.  Ya, tentu saja dengan konsep angkringan, ya warung ini emang pas buat mengisi perut sambil nongkrong bareng teman atau keluarga.  Minimal, menyantap kopi jos!  Itu loh kopi hitam yang dicelupi arang.  Rasanya? Entahlah, penulis sempat ditawari, tapi…segelas cappuccino dingin sudah kadung mencuri perhatian dan selera penulis.  Namun yang pasti bagi yang suka sepertinya nikmat, secara kopi tersebut malah jadi ikon dari warungnya sendiri.  Well, next time mari kita coba.

Dan, how about nasi kucing?  Bukan makanan buat kucing loh ya, tapi porsi kucing!  Ya artinya porsinya memang tidak banyak, setengahan barang kali.  Mengenyangkan bagi yang porsi makannya memang sedikit, tapi kurang bagi mereka dengan selera makan besar, termasuk penulis (upss….kan udah cerita di atas, belum makan dari pagi, jadi laparnya kuadrat…heheh).  Lauknya bawaannya ada yag sekedar sambal, ikan teri, pindang, dan tempe.  Penulis memilih yang terakhir.  Dengan ditemani tempe goreng (doyan kuadrat-kuadratan), satu tusuk usus krispi, dan setusuk telur puyuh, dua bungkus nasi kucing pun berhasil diluncurkan dengan mulus untuk dicerna oleh usus-usus dalam perut penulis. 

21.00 Till end:  Cold Day
Perut kenyang, kasur pun menanti.  Setelah sempat melihat-lihat sebentar di malioboro yang terlewati sepanjang perjalanan menuju dan kembali dari warung makan, kami sempat mampir dan membeli beberapa barang keperluan disana.  Namun,  setelahnya dengan pertimbangan sudah larut dan masih capek oleh perjalanan delapan jam yang kami tempuh siang harinya, kami pun memutuskan istirahat untuk menyiapkan tenaga esok hari.  Kami sudah kehilangan kesadaran sejak kurang dari pukul 23.00, dan sejak saat itu hingga kembali terjaga di tengah malam dan bahkan saat benar-benar terjaga diwaktu subuh, kami merasakan sesuatu yang bagi penulis pribadi aneh ya bisa terjadi di kota ini bagi kami yang tinggal di kota dengan cuaca jauh lebih sejuk daripada disini: KEDINGINAN!  Itu pula yang sampai akirnya membuat kami tidak mandi sebelum tidur karena tak ada keringat dan malah ya itu kedinginan. 

In short, agenda hari pertama ya hanya diisi oleh makan-makan sambil nangkring dan istirahat.



Tidak ada komentar: