Sabtu, 29 Oktober 2011

The Perfect House: Be Careful with Your Intuition

poster  

Pemain          : Cathy Sharon, Bella Esprance, Endy  Arfian, Mike Lucock, Wanda Nizar

Sutradara      : Affandi Abdul Rachman
Produser        : Vera Lasut
Produksi         : vera Lasut Production
sinospis: 
Adalah Julie (Cathy Sharon), seorang guru privat bagi anak berkebutuhan khusus, yang suatu hari kedatangan ibu Rita (Bella Esprance), wanita setengah baya keturunan Belanda yang misterius.  Ia diminta menjadi guru pengganti bagi cucunya, Yanuar (Endy Arfian), di kediamannya di pelosok Puncak setelah Lulu, rekan sekaligus guru Yanuar terdahulu, disinyalir hilang.  Julie yang tengah berencana pulang ke Bandung setelah sekian lama awalnya menolak terlebih karena ia pun mesti menginap di tempat Ibu Rita yang berarti ia mesti menunda rencana mudiknya.   Namun, setelah berbicara dengan ibu Rita ia pun akhirnya bersedia mengajar Yanuar.

Alm. Wanda Nizar
Keesokan harinya, dengan diantar Dwi (Wanda Nizar Alm.—beliau meninggal karena sakit bahkan sebelum sempat menyaksikan filmnya secara utuh), rekan kerja sekaligus sahabatnya, ia pun akhirnya tiba di rumah ibu Rita yang terpencil nan asri namun misterius.  Saat ia tiba, ia disambut oleh teriakan seorang ibu (Early Ashi)  kepada ibu Rita.  Tidak berlangsung lama, ia pun segera disambut, dijamu, dan diperkenalkan kepada sang cucu, Yanuar.  Julie langsung simpatik begitu berkenalan dengan Yanuar.  Apalagi setelah mereka memulai pelajaran, ia menjadi paham bahwa Yanuar sebenanrnya sosok yang cerdas, namun ia pun menjadi prihatin karena ia terlalu dikekang oleh neneknya.

Setelah sekian lama tinggal di kediaman ibu Rita, yang belakangan minta dipanggil madam, Julie ppun merasakan sejumlah kejanggalan dalam diri Madam Rita terutama menyangkut Yanuar.  Mulai dari Yanuar yang tidak dibelikan maninan, dilarang bermain keluar rumah sampai-sampai rumah pun dikunci saat Madam Rita tidak di rumah hingga kemarahan sang nenek jika ia enggan menghabiskan makanannya.  Ia pun makin curiga saat menemukan kumpulan artikel berisi kabar hilangnya orang-orang di sekitar puncak di laci tempat tidurnya sang Madam saat hendak mencari kunci pagar cadangan bersama Yanuar.  Dari sana ia mulai diliputi rasa penasaran sekaligus kecurigaan pada sang Madam.  Terlebih pasca ia berbincang empat mata dengan ibu yang meneriaki Madam waktu itu, yang kemudian diketahui sebagai ibunda Lulu yang merasa anaknya hilang secara mencurigakan di rumah tersebut.

Julie yang makin penasaran dan curiga lantas mulai melakukan investigasi.  Ia meminta Dwi memeriksa meja Lulu, barangkali ada semacam laporan yang bisa dijadikan salah satu bukti.  Selain itu ia pun mencuri-curi masuk ke dalam kamar Madam untuk melihat kembali kumpulan  artikel menghilangnya sejumlah orang secara misterius yang pada akhirnya memberikan satu kesimpulan padanya bahwa Madam Rita berbahaya, dan bahwa ia harus menyelamatkan Yanuar!  Ia pun semakin yakin pada kesimpulannya itu pasca menemukan ibunya Luu telah tewas dan terkubur di hutan belakang rumah, tempat dimana ia menemukan sejumlah kuburan dan tanpa sengaja menemukan gelang milik Lulu (yang dikenali ibunya) saat mengikuti Madam Rita beberapa waktu sebelumnya yang berujung pada gigitan ular hingga membuatnya pingsan.   Keyakinannya diperkuat oleh buku catatan harian Lulu yang secara kebetulan ada di tangan Yanuar.  Berdasarkan cerita Julie pada ibu Lulu, di dalam bukunya Lulu mengungkapkan bagaimana jahatnya Madam Rita.

Julie, mengajak serta Yanuar untuk kabur dari rumah neneknya
Dari sana, Julie yang sebelumnya telah menghubungi Dwi untuk menjemputnya, bergegas menemui Yanuar dan memintanya ikut dengannya.  Ia merasa wajib mengeluarkan Yanuar dari rumah yang misterius dengan sosok Madam Rita yang berbahaya di matanya.  Saat hendak pergi ternyata madam Rita didampingi Yadi (Mike Lucock), pegawai setianya, sudah berada di depan pintu dan dengan amat manis bertanya hendak kemana mereka.  Madam Rita bahkan memerintahkan Yanuar untuk kembali ke kamarnya.  Julie yang lengah saat menyaksikan dengan was-was Yanuar digiring kembali ke kamarnya dipukul dari belakang oleh Yadi hingga pingsan dan saat sadar sudah berada di gudang bawah tanah.

Sementara itu, Dwi yang baru saja tiba sesaat setelah dipersilakan masuk menerobos saja masuk saat mengatahui ada sesuatu yang janggal.  Ia menemui Yanuar yang nampak tengah berbicara dengan seseorang padahal berada seorang diri di kamarnya, dan memintanya mnegantar ke tempat Julie.  Akhirnya, erdua, sampailah mereka di tempat penyekapan Julie.  Dwi yang berusaha menolong Julie, diserang Yadi hingga terjadi pertarungan yang menewaskan Yadi.  Setelah berhasilm mengelurakan Julie, bertiga mereka pun kembali ke ruang utama untuk kabur.  Sayang kuncinya tertinggal di bawah!


Yadi, anak bauh Madam Rita
Madam Rita kalut menyaksikan nak buah kesayangannya telah tiada.  Dwi yang hendak mengambil kembali kunci, ditusuk oleh Madam Rita hingga tak berdaya.  Tinggal pertarungan antara Madam Rita-Julie.  Madam Rita meminta Yanuar untuk ikut dengannya, namun ia menolak, dan Julie pun berusaha menghalanginya.  “Kamu tidak tahu bagaimana keadaan cucuku yang sebenanrya, nak Julie” begitu kira-kira perkataa yang sering dilontarkan madam Rita saat sedang berdebat maslah Yanuar dengan Julie.  Julie sama sekali tak menggubris, baginya Madam Rita lah yang berbahaya dan mengancam keselamatan serta keamanan Yanuar, siswa cerdas nan polosnya itu.  Dalam pertarungan yang cukup sengit, akhirnya Madam Rita pun terbunuh.  Malam itu pun menjadi malam terakhir Julie dan Yanuar di rumah itu.

Enam bulan kemudian, Yanuar telah hidup dengan “normal” bersama Julie.  Suatu saat setelah pulang sekolah, Julie penasaran dan membuka buku gambar besar milik Yanuar yang sempat membautnya penasaran di awal ia mengajari Yanuar.  Ia terkaget-kaget manyadari jika semua gambar Yanuar berkaitan dengan serangkaian kasus pembunuhan yang menimpa Lulu, ibunya, bahkan Dwi (yang tenyata belum mati saat terstusuk), juga banyak orang-orang yang tak dikenalinya termasuk orang tua Yanuar.  Semuanya ternyata mati di tangan orang yang sama, sesosok anak kecil, yang tak lain adalah Yanuar sendiri!  Ya, di awal Julie sempat mendengar Yanuar seperti sedang berbicara dengan seseorang padahal ia sendirian, pun Dwi.  Atau ketika ia menyebut dirinya “Marchi” ketika Julie suatu ketika bertanya padanya.  Pun ketika ia menemukan beberapa gambar yang memberinya petunjuk kematian ibunya Lulu.  Di tengan rasa kaget yang luar biasa, tiba-tiba asaja Yanuar telah berada disampingnya.  Dan tanpa sempat mengelak, lehernya digorok oleh Yanuar yang pada saat itu mengaku sebagai “Marchi”, seraya berucap “friend, hi five” sambil mengangkat kelima tangannya dan tersenyum culas.
Endy Arfia, pemeran Yanuar, sang "pemangsa" utama


*Review Pribadi*
Well, film ini sebenernya adalah waiting list ke sekian ya secara waktu pas nonton film ini maksudnya mau nonton film “mestakung’, namun berhubung sudah turun layar di bioskop yang penulis kunjungi, yaa diantara film-film yang ada film ini paling layak ditonton deh.  Apalagi sempet baca beberapa preview nya kayaknya ini film cukup menjanjikan dan menawarkan sesuatu yang lain disbanding film Indonesia kebanyakan.  Genre filmnya juga psychology thriller, kayak Rumah Dara, bukan horror tok apalagi horror esek-esek gitu.  Yah, boleh dicoba lah.  Nah, uniknya pas beli tiket, widiwww baru dua orang! Padahal itu udah jam 11.45, sementara film diputer jam 12.15!  Padahal ya waktu itu hari Kamis, 27 Oktober, pas premiere.  Bandingin deh sama Harry Potter yang bahkan  sebelum premiere-nya saja orang udah heboh (perbandingan yang tak sebanding yaa..haha dasar saia!).  Tapi gini deh, itu kamis, masih masuk waktu normal, harga nomat, lagi premiere, filmnya pun menjanjikan, tapi kenapa yang nonton minimalis? Miris! Memang, bioskopnya tidak sebesar itu loh bioskop di mall yang di tengah kota, di pusat jins, apalagi di Sukajadi sana, tapi masih masuk jaringan 21 kok, cukup nyaman lah tempatnya.  Tapi kenapa ya bisa sekrik-krik itu.  Dan, pas masuk ke bioskopnya itu yaa, kita (penulis berdua sama teman) jadi pengunjung perdana!  Setelah sekian menit, dateng deh dua penonton lainnya tadi yang tepat seperti dugaan teman penulis bahwa they are couple menilik posisi duduknya yang mojok (stereotype orang pacaran tah: mojok).  Jadilah biokop milik kita berempat.  Penulis yang sebenernya menghindari film-film yang menegangkan kalo gak rame-rame kontan donk merasa terjebak di ruangan yang mencekam (halah lebay! Heuu), sementara rekan penulis sih asik-asik aja da hobinya nonton yang begituan.  Jadi, jujur aja nih, di awal penulis sempet gak konsen gitu soalnya terlalu sibuk menenangkan diri sendiri.  Gak lama, datenglah dua orang bapak-bapak yang duduk besebrangan dengan kita, dan seorang aa-aa yang duduk di baris keempat dari bawah dekat pintu masuk, disusul mbak-mbak penjaga loketnya yang juga duduk di baris bawah, yang bikin penulis bersyukur dalam hati “Alhamdulillah, nambah juga teman bertegang-tegang ria-nya!  Heu”.  Maka, mulailah penulis bisa lebih berkonsentrasi selepas itu.

Madam Rita yang karismatik, tegas, dan misterius
Oke, masuk ke review penulis.  Film ini memang mengingatkan penulis pada Rumah Dara (RD), namum tentu saja mereka berbeda.  Kesamaannya terletak pada sebuah rumah dan satu keluarga misterius sebagai seting dan tokoh utamnya.  Juga, gaya klasik yang ditampilkan keduanya.  Bedanya, di tPH ini darah yang diobral tidak semembludak di RD.  selain itu, poros ceritanya pun tidak sama.  Memang, keduanya sama-sama menempatkan pemilik rumah sebagai tokoh sentral nan misterius dengan Nyonya Dara dan Madam Rita-nya, namun toh di tPH ini Madam Rita bukan sang “pemangsa" utama seperti halnya Nyonya Dara.  Di tPH ini, yang dikedepankan adalah unsur psikologi thiller, yakni kepribadian ganda yang dimiliki Yanuar, sang cucu, yang awalnya digambarkan sebagai sosok yang simpatik.  Tertipukah Anda? Kalau penulis secara peribadi yaa sudah bisa menebak bahwa Yanuar lah sang dalang sesungguhnya.  Jika Anda jeli, sebenarnya sang sutradara dan penulis telah memberikan sejumlah pentunjuk untuk itu.  Memang penulis pun sempat menaruh curiga pada Yadi, namun semakin diikuti semakin mengarah ya pada Yanuar.  Satu hal yang disayangkan, hingga akhir film kita tidak diberi tahu darimana dan bagaimana serta mengapa asal muasal "penyakit" yang diidap Yanuar tersebut. Tapi, silakan Anda tonton sendiri bagaimana kesadisan seorang Yanuar, keanehan seorang madam Rita, kemisteriusan sosok Yadi, kegigihan sosok Julie.  Bagi pecinta film Indonesia, namun tidak begitu suka film horror seperti penulis, film ini direkomendasikan, karena meskipun thriller, tingkat ketegangannya masih bisa ditolerir deh bagi kita-kita yang penakut. :p

Interesting thing
Overall, ini merupakan salah satu film Indonesia layak tonton.  kalau kata temen penulis, iaya rame sih tapi terlalu panjang di tengah katanya, jadi klimaksnya gak berasa.  Ya, gimana ya secara dia mah seneng nonton yang tegang-tegang jadi wajar lah.  Naah, yang penulis suka juga dari film ini adalah pemilihan kostumnya, terutama yang diapakai oleh Julie.  Warna-warna yang dipilih warna netral, tidak jauh dari hitam, putih, abu, yang mungkin sengaja disesuaikan dengan mood filmnya yang temaram, namun perpaduan dan potongannya unik-unik.  Belum lagi kostumnya madam Rita, yang retro sekali.  Busana terusan bahan katun bermotif dan berikat pinggang kecil sangat pas dikenankan oleh Madam Rita yang keturunan Belanda.  Pun dengan interior rumahnya yang sangat klasik dan buram.

Yaah, tapi ada kelebihan tentu ada sisi lemahnya.  Di satu adegan ya pas Julie-Yanuar habis bermain kejar-kejaran di halaman, mereka duduk dan saling bercerita tentang orang tua mereka yang sama-sama telah meninggal.  Awalnya keduanya, terutama Julie terlihat berkeringat sekali terutama di bagian leher, namun sejurus kemudian lehernya kering sama sekali seperti ia baru saja duduk sehabis mandi! Anehh..kenapa ya selalu ada detail-detail yang terlewat seperti itu di tengah film dengan cerita dan cast yang (sebenarnya) menjanjikan.  Semoga ke depan di film-film lain yang digadang-gadang berkelas internasional atau berkualitas lainnya tidak melewatkan detail yang mungkin kecil dan berpotensi tidak begitu diperhatikan tapi akan cukup menganggu kelogisan dan konsistensi gambar bagi mereka yang (ternyata) memperhatikannya, sepertipenulis ini.

Akhir kata, mohon maaf bila resensi kali ini agak berantakan, yang jelas bila penasaran silakan segera tonton filmnya, jangan sampai menyesal karena keburu turun layar sebagaimana “mestakung” (huhu—mengingat di premierenya saja hanya ditonton kurang dari sepuluh orang).  Bagi yang tidak setuju dengan review penulis, mangga ditunggu komennya.  Paling akhir, mari kita dukung terus perkembangandan kemajuan perfilman Indonesia, jangan beli DVD bajakannya, HIDUP FILM INDONESIA! :D

Tidak ada komentar: