Rabu, 29 Juni 2011

Result Djarum Indonesia Open Premiere Super Series 2011: Hattrick Puasa gelar Bagi Indonesia! (Part 1)

Setelah tanpa gelar di dua gelaran Indonesia Open sebelumnya (2009 dan 2010), tahun ini Indonesia memperpanjang puasa gelarnya dengan kembali tanpa gelar di perhelatan Djarum Indonesia Open Premiere Super Series. Bahkan, hasil yang sama tiga kali berturut-turut ini membuat Indonesia sukses membukukkan hattrick puasa gelar di rumah sendiri! Hasil tersebut sekaligus mengagalkan pembuktian-pembuktian bagi Indonesia itu sendiri di ajang DIOPSS tahun ini.

Final dibuka oleh perang saudara sesame Ganda China di Ganda Putra antara Cai Yun/Fu Haifeng berhadapan dengan juniornya Chai Biao/Guo Zhendong yang berlangsung dalam dua set dan dienangkan oleh sang senior. Dilanjutkan dengan tunggal putri yang mempertemukan unggulan empat Saina Nehwal asal India dengan tunggal China unggulan ketiga Wang Yihan yang berkesudahan dengan kemenangan tiga set untuk tunggal dataran Tiongkok. Setelah itu di partai ketiga saling berhadapan dua legenda bulu tangkis dari sua benua berbeda Lee Chong Wei sang peringkat pertama asa Malaysia dan tunggal utama Denmark Peter Gade yang berakhir dengan kemangan bagi LCW melalui straight set. Selanjutnya partai keempat di Ganda Putri antara ganda tuan rumah non unggulan Vita Marissa/Nadya Melati menantang unggulan pertama asal China Wang Xiaoli/Yu Yang yang akhirnya menang cukup mudah dalam dua set atas ganda tuan rumah. Dan di partai terakhir, ganda kebanggaan tuan rumah Tantowi Ahmad/Liliyana Natsir yang diunggulkan di posisi keempat ditantang ganda China unggulan pertama Zhang Nan/Zhao Yunlei yang berakhir untuk kemengan sang unggulan pertama.

China sukses meraih empatdari lima gelar yang dipertandingkan di DIOPSS 2011 ini, sedangkan satu gelar tersisa menjadi milik Malaysia melalui Lee Chong Wei yang sukses membukukkan hattrick di ajang DIOPSS ini. Di saat China kembali Berjaya, dilain pihak tuan rumah kembali harus gigit jari karena lai-lagi tak kebagian gelar di rumah sendiri untuk ketiga kalinya secara berturut-turut. Padahal Indonesia sukses melolosakan dua wakilnya di final Vita Marissa/Nadya Melati di Ganda Putri serta Tantowi Ahmad/Liliyana Natsir di Ganda Campuran. Memang, Vita/Nadya tidak begitu diunggulkan mengingat status mereka sebagai non unggulan dan tangguhnya keuatan sang lawan yang mrupakan pemain peringkat satu dunia. Sebaliknya Tantowi/Lili lebih diunggulkan merajuk pada prestasi postitifnya di dua jang terakhir sebelum berlangsungnya DIOPSS ini: Thailand GPG dan Singapore Open.

Sayangnya Tantowi/Lili yang menjadi harapan Indonesia setelah Vita/Nadya tak mampu menembus dominasi China pun akhirnya tak bisa mengulang hasil maksimal yang ditorehkan di tiga ajang terakhir yang mereka ikuti. Sempat memimpin di set awal, dua set terakhir hasrus rela dilepaskan untuk sang lawan akibat dari banyaknya kesalahan sendiri yang dilakukan pasngan tuan rumah ini, terutama Tantowi. Bisa jadi selain faktor kelelahan setelah bermain marathon di tiga turnamen berturut-turut, faktor mental menjadi kelemahan Indonesia lainnya. Bermain di hadapan 9000 pasang mata yang menyaksikan langsung di ISTORA denga riuh rendahnya meneriakan dukungan bagi pasangan tuan rumah tentu menjadi amunisi sekaligus boomerang. Amunisi karena di satu sisi bsa menambah semangat juang pemain di lapangan, menjadi boomerang di lian sisi karena menadi tekanan tersendiri. Apalagi partai ganda campuran ini ditempatkan di terakhir.

Okelah, secara komersil memang mengntungkan. Maksudnya bisa jadi ini startegi untuk membuat penonton setia di kursinya masing-masing hingga partai terakhir. Namun, stategi ini pun menjadikan beban yang dipikul Tantowi/Lili semakin berat. Mereka yang memang sudah diunggulakn untuk meraih gelar sedari awal meski terbebani dengan kekalahn Vita/Nadya di partai sebelumnya yang berarti kini merekalah harapan satu-satunya. Ditambah lagi fakta bahwa China telah meraih tiga dari kemungkinan empat gelar yang diraihnya membuat harapan publik agar mereka mampu mengagalkan misi China meraih gelar keempatnya meningkat yang pada akhirnya juga menambah beban juara SOSS ini. Beban yang sebegitu beratnya ditambah menta bertanding yang belum stabil membuat pasangan ini tidak mampu menampilkan performa terbaiknya sperti di partai-partai sebelumnya.

Andai saja partai ini ditempatkan di awal, mungki hasilnya akan lain. Kans untuk menangnya lebih terbuka mengingat belum ada hasil pertandingan yang secara tidak langsung akan mempengaruhi performa mereka terutama dari sisi mental. Dan malah bisa saja mengubah pula hasil di Ganda Putri. Kemenangan di Ganda Campuran diharapkan mampu memicu motivasi Vita/Nadya sehingga setidaknya meski kalah, angkanya ketat. Itu memang hanya kemungkinan terbaik, sementara kemungkinan terburuk ya sama-sama tanpa gelar, bahkan bisa lebih buruk karena penonton sudah kadung kecewa dengan hasil tsb samapai-sampai kehilangan hasrat untuk tetap menonton dan memutuskan meninggalkan ISTORA dengan masih banyak partai tersisa sehingga final DIOPSS ini layaknya acara pemakaman nan sepi (kan namanya terburuk jadi ya beginilah kemungkinannya..heu).

Maka tidak heran bila partai yang bisa dikataan salah satu yang terseru selain di Tunggal Putri ini pada kairnya ditempatkan sebagai partai terakhir. Hasil kesepakatan penyelenggara dan pemegng hak siar sepertinya. Kan bagi penyelenggara tidak begitu rugi juga bila penonton sudah “caw” sebelum pertandingan usai toh uang tiket tidak bisa ditarik kembali karena mereka tidak menyaksikan hingga usai. Sebaliknya, bagi pihak televisi mungkin saja akan merugikan mengingat semakin sedikitnya penonton yang menyaksikan ajang tsb via TV, maka semakin kecil share-nya sehingga makin sedikit iklannya, dan rugilah mereka! Apalagi alokasi waktu selama lima jam siaran bukanlah waktu yang singkat. Padahal,bagi para pecinta bulua tangkis sejati kekalahan pemain Indonesia tidak akan menyurutkan semangat untuk menyaksikan pertandingan hingg partai terakhir sekalipun mempertemukan final sesame Negara lain! Meskipun begitu, yaa anggap saja bahwa itulah urutan yang dianggap terbaik bagi semua pihak (lagian udah kejadian uga kan yaaaa).

Sat hal yang psti harus dibenahi oleh para pemain Indonesai umumya dan PBSI khususnya sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas pekembangan dan kemajuan bulu tangkis tanah air yakni pembenahan mental dan pengekfektivan regenerasi. Mental, ya, mental, lagi-lagi mental. Sejak beberapa tahun terakhir masalah mental inilah yang kerap kali menjadi titik lemah para pemain Indonesia di berbagai event kejuaraan. Memang, pemain hanyalah manusia yang tak sempurna, tak lepas dari kesalahan, namun bila terjadi terus-terusan??? Sering kali ketika pemain Indonesia telah leading jauh dari lawannya mereka bisa terkejar bahkan balik disusul oleh lawan-lawannya sehingga kemenangan yang di depan mata pun kadang sirna seketika. Disamping itu, lemahnya mental bertanding kerap kali mebuat pemain menjadi melempem di babak selanjutnya padahal bermain sangat baik di partai sebelumnya. Pun mudahnya tersulut emosi yang ujung-unjungnya mengganggu konsentrasi pemain sehingga mudah mati sendiri. Bagimanapun faktor mantal bisa manjadi salah satu faktor kunci dalam suatu pertandingan. Teknik dan kualitas yang mumpuni kadang bisa lulu lantak oleh mental bertanding yang buruk.

Faktor lain yang harus dibenahi yakni dalam masalah pembinaan. Saat ini terutama di tunggal baik putra maupun putri Indonesia sepertinya sudah mulai kehaabisan sosok pemian unggulan. Taufik Hidayat yang selama ini mejadi tumpuan utama Indonesia di tunggal putra menurut kabar akan gantung raket pasca Olimpiade London tahun depan. Sementara penampilan Simon Santoso tidak stabil. Sony pun belum bangkit lagi setelah terbekap cedera berkepanjangan, terakhir ia malah tersingkir di babak awal DIOPSS. Sedangkan Hayom masih butuh banyak bertanding guna memperkaya pengalaman, meningkatkan mental dan teknik bertanding. Adapun di sektor putri, sampai saat ini Ardianti Firdasari masih merupakan yang terbaik. Selain Firda sebetulnya ada Maria Kristin yang sayangnya juga dibekap cedera panjang seperti halnya Sony. Sementara tunggal putrid lainnya belum mampu menunjukkan prestasi yang membanggakan.

Jikalau Indonesia tidak mau semakin tertinggal jauh dari China, dan tak ingin kembali memperpanjang rekor puasa gelar di DIOPSS tahun depan, maka PBSI harus mampu mengatasi kedua hal di atas. Pembenahan terhadap dua faktor di atas insya Allah akan mampu memperbaiki prestasi bulu tangkis Indonesia. Bagaimanapun Indonesia masih merupakan salah satu negara yang mendominasi peta bulu tangkis dunia bersama China, Korea, dan Denmark. Serangkaian sejarah ppanjang tentang pretasi para pebulutangkis Indnesia di masa lalu manjadi hal yang tak terpisahkan dari Indonesia. Selain PBSI, pemerintah, khussnya MENPORA harus bisa memberikan perhatian lebih dan mendukung penuh perbulutangkiasan tanah air sbagai ikon olah raga nasional di dunia internasional. Betapapun, prestasi positif bulu tangkis Indonesia di kancah internasional secara tidak langsung telah mengangkat dan menghrumkan nama Indonesia itu sendiri. Maka, mari dukung terus BULU TANGKIS NASIONAL! :))

Tidak ada komentar: