Jumat, 23 Maret 2012

#Random Friday: Random Posting


Postingan ini akan berisi gabungan kisah yang terangkai dala beberapa waktu belakangan ini yang sebetulnya ingin dibuat terpisah satu-satu tapi urung karena keterbatasan penulis dalam me-manage waktu.  Alhasil, ya ini nih ikhtiar penulis yang gak pengen semuanya terlewatkan begitu saja.  Walaupun bersifat rubrik tetapi semoga tidak mengurangi esensi  cerita.  Dan lagi penulis sekaligus latihan bikin postingan yang efektif-efisien.  Tanpa usah berlama-lama lagi, yuuk…kita cussss….

#Disiplin dan Perhatian
Kisah tentang salah seorang orang yang penulis hormati.  Beliau itu masih cukup muda untuk ukuran profesinya, jadi tidak heran kalau beliau memang banyak menjadi asisten bagi koleganya yang lain yang lebih senior baik dari segi usia maupun gelar.  Meski demikian, soal disiplin, beliau juaranya.  Bahkan kolega-koleganya yang lebih senior itu pun kalah jauh lah masalah yang satu ini.  Contohnya, beliau tidak segan mengusir seseorang yang dianggap tidak menghargai orang lain di tegah perjalanan, atau beliau tidak segan mempersilakan mereka yang datang satu menit saja melewati lima belas menit yang disepakati untuk keterlambatan menunggu di luar tidak terkecuali bagi mereka yang strata pendidikannya satu tingkat di atas penulis.  Bahkan ‘mengusir’ dari perkuliahan pun kalau memang harusnya begitu ya kenapa tidak, seperti yang dialami penulis.  Waktu itu penulis terllau banyak absennya (7 dari seharusnya 6), dan itu menjelang akhir semester loh, tapi apa daya peraturan tetaplah peraturan.  Dan, karena penulis sadar bahwa itu memang kesalahan penulis maka ya tidak bisa protes. Hebatnya beliau tidak pernah tanpa alasan dalam bertindak terutama penegakkan disiplin itu yang hebatnya lagi bikin kita tidak sanggup lagi protes.

Menariknya ada satu momen ketika beliu yang sangat jarang terlambat atau tidak hadir di kelas (itupun selalu dengan alasan logis seperti sakit atau ada tugas dari jurusan, kampus, atau universitas) justru datang terlambat.  Ada konfirmasi sih, alasannya belum beres menyiapkan bahan.  Seorang yang menjunjung tinggi kedisiplinan seperti beliau belum beres bikin bahan sampe harus telat masuk kelas, sesuatu sekali lah.  Nah, tapi poinnya adalah entah mengapa tiba-tiba saja terlintas di benak penulis satu pikiran yang terlalu jauh dan cenderung mengada-ada.  Meski jarang, tapi beliau memang sesekali (yang tidak pernah lebih dari satu kali atu paling banyak dua kali) seolah menyengajakan untuk hadir telat di kelas.  Tujuannay? Menurut nalar konyol penulis tujuannya yaitu memberikan kesempatan bagi mereka yang untuk berbagai alasan baik teknikal (macet, kendaraan mogok) ataupun non-teknikal (bangun telat) sering hadir melebihi 15 menit yang telah disepakati sehingga terpaksa mesti mengambil jatah bolos.  Beliau kalau dikaitkan kesana seperti ya itu memberi kesempatan buat kami-kami (penulis ngerasa sih langganan telat, heu) bernafas lebih panjang.  Dan, itu bagi penulis ialah bentuk perhatian beliau sama kami.  Kalau bukan perhatian, kenapa juga beliau mesti ‘rela’ mengorbankan reputasinya sebagai penegak  kedisiplinan demi memberikan kesempatan pada mereka yang diajarnya yang belum tentu berfikir sampi kesana dan mengahargai itu.  Ya, walaupun beliau pasti enggan megakuinya (pasti berapologi kaau itu ya hanya eterlambatan yang bersifat non-teknis).  Ya gapapa deh toh ini kan hanya hasil analisis konyolnya penulis, betul?!?

Ya, dibalik kedisiplinannya beliau itu sesungguhnya merupakan pribadi yang layak menjadi panutan.  Untuk mendisiplinkan kami toh beliau tidak harus dengan sok menjadi sangar atu killer.  Beliau tidak pernah marah secara verbal loh apalagi main fisik (masih musim ya? Haha).   Beliau semarah apa pun selalu berusaha untuk menampilkan sisi bijaknya dibandingkan sisi sangarnya.  Makin favorit sekaligus disegani karena beliau itu termasuk satu diantara sekian persen saja dari rekan seprofesinya yang mampu mengidentifikasi nama dan muka yang diajarnya.  Kebayang gak ada sekitar 800-an individu di jurusan dan nampaknya hampir setengahnya atau bahka lebih pernah keajara, dan semua yang beliau ajar pasti teridentifikasi nama dan wajahnya.  Entah sih kalau ketika di uar kelas beliau masih bisa megenali kami dengan baik apa tidak, yang jelas saat di kelas beliau pasti tahu.  Maka, tidak jarang saat mengabsen beliau hanya perlu elihat tnapa perlu lagi mengecek sambil lihat acungan tangan atau wajah si orang yang diabsen.  pokonya beliau juara lah kalau ada ajang award-awardan.  Intinya, ya itu dibalik kedisiplinan seorang beliau, sesungguhnya beliau meyimpan perhatian yang begitu besar para kami mahasiswanya.  Toh beliau pun sebenarnya enggan mungkin mnegusir, tidak mempersilakan masuk, apalagi hingga memecat kami dari perkuliahan.  Tapi, itu tadi aturan tetaplah aturan yang perlu kita lakukan sederhana saja sebenarnya yakni: DISIPLIN!

#Taburan Cahaya di Lodaya
Lodaya, wilayah yang plaing tidak satu minggu sekali penulis kunjungi terkait aktivitas penulis di Jalan Sancang (seberang Lodaya).   jalanan yang mengitari lapangn softball Lodaya ini biasanya sepi.  Kalaupun ada keramaian di daerah situ ya paling di siang hari, itupun di palasarinya.  Atau jika jum’at tiba, jalan sancang yang memotong jalan Lodaya dan KH. Ahmad Dahlan biasanya mendadak ramai, jadi pasar mingguan, mulai pagi hingga siang. Maklum, keberadaan mesjid Mujahidin yang setiap jum’at selalu dipenuhi jamaah tentu menarik perhtaian para pedagang.  Nah, jika siang saja sepi apalagi malam.  Sayangnya, bukan hanya sepi tapi juga gelap karena banyaknya lampu penernagan jalan yang tidak berfungsi.  Hal itu membuat penulis terkadang merasa bukan takut tapi lebih kepada tidak aman jika malalui wilayah situ malam-malam (hendak menuju atau keluar dari jalan Sancang—naik angkot pulang).  Namun, situasi tersebut akan berubah seketika saat seang ada turnamen softball.  Malam di Lodaya akan menjadi ternag benderang jika tengah berlangsung turnamen softball.  Ada dua entah lebih lampu sorot yang nyalanya bahkan menerangi wilayah seantreao lapangan Lodaya hingga ke Sancang dan KH. A. Dahlan.  Pokonya selalu menyenangkan saat melalui sekitaran jalan Lodaya saat sedang bermandikna cahaya lampu sorot itu.  Seolah ada buncahan cahaya penyemangat yang menggelayuti malam di Lodaya.

#Ibu dan Anak
Awalnya penulis fikir hal ini hanya kebetula belaka, kebetulan bertemu di satu angkot, di pertemuan pertama itu.  Ehh..tak dinyana sekian waktu berlalu, kembali pertemuan yang lagi-lagi penulis anggap sebagai kebetulan itu terjadi.  Hingga akhirnya beberapa hari ke belakang sekali lagi pertemuan itu terjadi.  Kebetulan ketiga atau tiga kali kebetulan, serasa aneh.  Makin aneh karena ketiga pertemuan yang meski kesemuanya berlangsung dalam angkutan kota (angkot) itu, namun di jurusan yang berbeda-beda.  Pertemuan pertama berlangsung saat penulis hendak bertola dari Stadion Persib menuju Cicadas dengan menumpang angkot Panghegar-DU. Selanjutnya pertemuan berlangsung di angkot Margahayu-Ledeng saat penulis bertola menuju cicadas.  Terakhir, angkot Kalapa-Ledeng lah yang menjadi saksi pertemuan kami saat penulis hendak menuju Buah Batu.  Pertemuan yang melibatkan tiga pihak: penulis, sang Ibu, dan si Anak.  Jadi, yang penulis temui sebanyak tiga kali itu ialah seorang ibu dan anaknya yang sebanyak tiga kali perjumpaan itu selalu digendong oleh sang ibu meski ternyata telah berumur 12 tahun lebih.  Selain selalu mengendong si anak, yang jugaunik adalah si ibu selalu mengajak si anak yang kelhatannya tidak mampu berkomunikasi itu bicara, apa pun.  Di sua pertemuan awal Cuma itu saja kesimpulan yang bisa penulis ambil.  Baru dipertemuan ketiga itulah,  ada secercah pencerahan mengenai apa yang terjadi dengan si anak.  Entah kenapa saat itu si ibu tiba-tiba saja mengajak ibu yang duduk di sebelahnya bicara.  Lawan bicaranya sih psif ya sebetulnya, hanya menjawab sesekali dan pendek-pendek saja.  Namun, mungkin karena memang telah terbiasa mengahadapi lawan bicara yang pasif (bahkan terkesan bicara sendiri) yakni dengan si anak yang setia dalam gendongannya, ya beliau tidak begitu merasa terganggu.  Beliau mulai bercerita tentang si anak yang ternyata mengalami hidrosepalus yang mengakibatka fungsi kerja organ tubuh lain terganggu sejak usia sepuluh bulan.  Dan, sejak saat itu pulalau ia selalu menggendok sia anak kemana-mana.  Ayahnya tidak jelas apa sudah meninggal atau gimana yang jelas ia hanya mengatakan bhwa “ayahnya udah gak ada”.  Lalu ceritanya cenderung cerutanya cenderung mengrarah menjadi curhat.  Jadi, ceritanya saat itu ia dan sang anak baru saja pulang dari tempat terapi, semaca pengobatan alternatif, tapi sayang ahli terapi nya sedang ke Karawang jadi mesti balik lagi minggu depan katanya.  Nah, dari situ mulai curhat seputar keterbatasan ekonominya, bagaimana kesusahpayahannya mengurus anaknya sendirian (bukan ngeluh sih yang ini tapi lebih ke ingin berbagi aja mungkin ya), hingga betapa keluarga suaminya yang katanya kayak-kayak enggan menyisihkan bantuan untuk anaknya (kalau yang ini sih agak-agak klise ya ceritanya, serasa sinetron alupun ya mungkin memang iya begitu).  Ia juga sempat ya cerita tentang keluarga lainnya, tapi Karena itu tadi seolah bicara sendiri jadi berasa hanya gegerenyeman.  Setelah itu entah cerita apalagi karena penulis keburu turun.  Dari sana ada beberapa hal yang pengen penulis apa ya…emm…cermati *halah*.  Pertama, betapa besar ya pengorbanan si ibu yang udah hilir mudik  kesana-kemari sambil gendong-gendong anaknya .  kedua, ini  yang agak aneh, kenapa bisa secara kebetulan samapitiga kali ketemu di ‘tempat’ dan dengan ‘tujuan’ yang berbeda? Benar-benar kebetulankah atau? Wallahu’alam.

Kali ini segini dulu yaa..nanti dilanjutkan dengan portingan-postingan lain dengan judul di bawah ini…

#Tak Tergantikan
#Go GUNNERS GO
#Ayo Owi/Butet BISA!

Tidak ada komentar: