Selasa, 19 Oktober 2010

INDONESIA GRAND PRIX GOLD (GPG) 2010: Ranking is NOT EVERYTHING!

Indonesia GPG adalah turnamen badminton di bawah Super Series, bisa dikatakan turnamen kelas 2. Maka tak heran, akan banyak muka baru dan asing yang terdata di list pemain yang ikut ambil bagian di turnamen ini. Tidak aneh juga memang karena biasanya di level turnamen ini pemain yang diturunkan ialah pemain-pemain pelapis pemain utama, sedangkan para pemain top yang biasa malang melintang di Super Series (SS) akan jarang ditemui. Yah, memang secara gengsi, hadiah, dan perolehan poin turnamen ini masih di bawah SS sehingga para pemain yang termasuk klaster satu hanya ambil bagian di satu atau dua turnamen GPG saja dalam setahun. Sedikitnya pemain kelas dunia yang ambil bagian di turnamen ini memang menjadi salah satu alasan mengapa GPG menjadi tidak sepopuler SS.

Minggu ini, giliran Indonesiayang berkesempatan menyelenggarakan turnamen yang satu ini. Dari sekian banyak pemain yang terdaftar, hanya Taufik Hidayat, Bona/Ahsan, Greysa Polii/Meilyana Jauhari, dan beberapa mantan pemain pelatnas yang juga pernah harum di kancah internasional yang termasuk dalam jajaran pemain elit. Karena itu, jangan heran bila kemudian mereka muncul sebagai unggulan pertama meski secara peringkat BWF ada di luar 5 besar, belasan, bahkan 20 besar. Naiknya mereka sebagai pemain unggulan tak lain karena secara peringkat merekalah yang tertinggi diantara peserta yang ada. Taufik Hidayat saja ada di ranking 7 dunia, Bona/ahsan di peringkat ke, Greysia Polii/Meilyana ranking, adapun Lyliana Natsir yang bersama Nova Widianto masih menempati ranking satu dunia di turnamen ini hanya menjadi unggulan ke karena ia berpasangan dengan M. Rijal, bukan Nova. Artinya, predikat unggulan sebenarnya hanya berdasarkan siapa yang rankingnya palig tinggi diantara pemain yang ambil bagian saat itu.

Namun, terkadang ranking dan peringkat unggulan sering kali dianggap sebagai segala-galanya. Artinya, siapa yang rankingnya paling tinggi ialah yang paling tangguh, padahal belum tentu sodara-sodara. Unggulan ditentukan oleh ranking, dan ranking itu sendiri ditentukan oleh poin yang diperoleh oleh seorang pemain. Lantas poin itu dari mana? yah dari berbagai pertandingan yang diikuti oleh para pemain. Jadi setiap mengikuti suatu turnamen, selain ada hadiah, juga ada poin yang diperebutkan. Besar poinnya tergantung dari kelas dan babak yang dicapai, semakin tinggi kelas turnamennya dan semakin jauh babak yang didikuti yah semakin tinggijuga poin yang didapat. Artinya, semakin sering seorang pemain mengikuti suatu turnamen, meski jarang menang, maka poinnya akan terus bertambah. Oleh karena itu, ranking tak bisa dijadikan tolak ukur mutlak kualitas seorang pemain. Pemain dengan ranking lebih rendah belum tentu kualitasnya dibawah pemain yang lebih tinggi, dan begitupun sebaliknya.

Contoh paling riilnya yah di turnamen GPG 2010 ini. Sudah, tak usah membahas partai-partai sebelum final, kita langsung bahas partai finalnya saja. Dari lima partai yang dipertandngkan, tiga diantaranya mutlak menjadi milik Indonesia setelah terjadi all Indonesia final di nomor Ganda Putra, Ganda Campuran, dan Tunggal Putra; sedang dua partai sisa yakni di Ganda Putri dan Tunggal Putri masing-masing mempertemukan pemain China Taipei melawan Thailand, dan Indonesia melawan China. Dari kelima partai, yang paling ditunggu sekaligus membuat penasaran ialah Ganda Putri, dimana pasangan Indonesia yang diwakili Greysia Polii/Meilyana Jauhari berhadapan dengan satu-satunya wakil negeri tirai bamboo yang masih bertahan, pasangan kembar Luo/Luo. Menjadi menarik karena inilah satu-satunya partai yang mempertemukan pemain Indonesia dengan pemain non Indonesia. Tanpa mengecilkan pertandingan lain, pertandingan antar dua negara selalu lebih menarik dibanding pertandingan sesama satu negara. Nuansa persaingannya begitu kuat terasakarena masing-masing berjuang membela negara masing-masing. Sementara jika di final dua pemain satu negara bertemu, yang berasa adalah persaingan pribadi, individu, bkan lagi negara.

Pertandingan yang di atas kertas seharusnya bisa dimenangi Indonesia untuk menambahkan gelar ke-4 di turnamen ini, ternyata berakhir anti klimaks bagi unggulan pertama asal Indonesia itu. Di final mereka harus mengakui keunggulan duo Luo-Luo, pasangan muda china non-unggulan. Kan jika berdasarkan teori seharusnya tidak sulit bagi pasangan kita untuk menghempaskan kejutan dari pasangan muda China non unggulan itu. Namun, olah raga, bulu tangkis terutama, bukan sekedar teori melainkan praktek. Di lapangan segala-galanya bisa berubah. Kematangan dan kesiapan baik secara fisik, stamina, juga mentallah yang nantinya akan menentukan keberhasilan seorang pemian. Sering kali, segudang pengalaman mampu membungkan semangat muda, namun tak jarang pula motivasi tinggi mematahkan pengalaman tsb. Nah, yang terjadi pada pemain Indonesia adalah kalah stamina dan mental. Okelah kalau faktor fisik dan staminabisa dilatih dengan semangat tinggi, tetapi yang lebih sering bermasalah ialah mental. Entah mengapa sering sekali pemain kita dikalahkan hanya dalam dua set dengan skor yang cukup mencolok di parti puncak padahal secara kekuatan merata. Bahkan, ketika telah mepimpin jauh di poin-poin kritis, malah sering kali terkejar dan akhirnya pertandingan pun menjadi milik lawan.

Kembali ke pertandingan antara Greysia Polii/Meiliana Jauhari dan duo Luo. Kekalahan mereka sebetulnya tidak begitu mengejutkan, pasalnya pasangan China yang meski bukan unggulan dan peringkatnya jauh di bawah pasangan Indonesia, namun secara kualitas perainan memmmang cukup berimbang. Yah sebagaimana kita mafhum bahwa China, terutama di sektor putri, masih teramat tangguh dan mendominasi dikancah bulu tangkis internasional. Regenerasi yang begitu cepat menempatkan China sebagai yang tertangguh. Masalah ranking yang jauh bisa jadi karena begitu ketatnya persaingan di negeri tirai bambu itu menyebabkan jarangnya beberapa atlet diturunkan sehingga poin yang didapat pun masih sedikit maka tak heran rankingnya bahkan belum menembus 100 besar. Akan tetapi, hampir bisa dipastikan bahwa dalam 1-2 tahun ke depan duo kembar Luo itu akan menembus tim utama dan meraih kesuksesan seperti senior-seniornya kini seperti Du Jing/Yu Yang, dll.

Meski demikian,apresiasi layak diberikan pada pasangan ganda putri kita yang telah berhasil menembus babak final. Bagaimanapun, lawan mereka berimbang. Dan, kekalahan ini bisa menjadi bahan evaluasi bagi pengurus PBSI untuk segera membenahi sektor putri terutama yang masih menjadi titik lemah bulu tangkis Indonesia. Karena toh meski kalah, mereka tetap fight terbukti dari pertandingan yag berlangsung hingga tiga set.

Indonesia Boyong 3 Gelar!

Thanks GOD, finally, they got many titles! Setelah cukup lama puasa gelar di negeri sendiri, akhirnya berhasil memborong 3 gelar dari 5 gelar yang diperebutkan di turnamen adiknya Indonesia Open ini. Hasil yang diperoleh di ajang GPG ini lebih baik dibanding di Indonesia Open mei lalu yang sama sekali tanpa gelar seperti tahun sebelumnya. Dan, ketiga gelar tersebut bahkan telah dipastikan sejak babak semi final saat para pemain Indonesia dipastikan saling bertemu di tiga nomor: XD, MD, dan MS. Artinya, 3 gelar dari 3 all Indonesian final. Menarik? tentu! Bangga? pasti! Tapi, ada sesuatu yng masih mengganjal.

Bukannya tidak senang apalagi bangga bisa menguasai turnamen yang digelar di rumah sendiri bahkan hingga menciptakan all Indonesia final, namun kebanggaan itu akan jauh lebih bermakna ketika prestasi tersebut bukan hanya sebatas di negeri sendiri melainkan juga di negara lain dalam ajang yang lebih besar. Bukan bermksud mengecilkan turnamen GPG ini, tetapi memang ajang ini masih terolong turnamen kelas 2, di bawah Super Series. Tentu akan lebih membanggakan jika prestasi serupa berhasil ditorehkan di ajang Indonesia Open. Apalagi sampai meniru China yang bahkan mampu melakukan sapu bersih tidak hanya di negaranya tetapi juga di luar China. Kan, meniru sesuatu yang baik bukanlah sesuatu yang memalukan toh.

Kembali ke Final GPG. Tiga final mempertemukan sesame pemain Indonesia: Pelatnas dan non-pelatnas. Di Ganda Putra (MD) mempertemukan pasangan pelatnas Bona Septano/M. Ahsan melawan Rian Sukmawan/Yonathan Suryatama yang dimenangi pasangan Bona/Ahsan dalam tiga set setelah Rian/Yonathan menngundurkan diri ketiaka kedudukan 18-17 untuk Bona/Ahsan akibat cedera yang dialami Yonathan sehingga tidak mampu melanjutkan pertandingan. Di tunggal putra (MS), Taufik Hidayat yang unggulan pertama ditantang juniornya Hayom Rumabaka, dan pertandingan ini pun berlangsung dalam tiga set untuk kemenangan Taufik. Sementara di ganda campuran (XD), pasangan yang masih terhitung baru Lilyana Natsir/Tantowi Ahmad mengalahkan pasangan Markis Kido/Lita Nurlita di final.

Bagi Bona/Ahsan, gelar ini menggenapi gelarnya di Vietnam GP. Sementara Hayom, final GPG ini menjadi salah satu hasil terainya tahun ini. Pun Lilyana/Tontowi yang semakin kompak. Semuanya diharapkan mampu melanjutkan prestasi terbaiknya bahkan segera menggantikan posisi senior-senior mereka yang sudah mulai lewat masa keemasannya, terutama karena faktor usia. Dan, sebagai pemain harapan masa depan, semuanya menunjukkan performa yang menjanjikan. Jika terus di asah di berbagai turnamen berikut disertai dengan latihan keras serta sisiplin, dan terutama menguatkan motovasi serta mentalnya, amat sangat terbuka jalan bagi para pemain Indonesia tersebut untuk bersaing menjadi yang terbaik. Bukan hanya dari kuantitas posisi ranking, namun juga dari segi kualitas. Setidaknya gengsi sebagai salah satu negara terkuat di cabang bulu tangkis masih terjaga.

Oleh karena itu, semoga tiga gelar ini bias menjadi motivasi tersendiri bagi para atlet khususnya dan PBSI untuk mempertahankan bahkan meningkatnkan prestasinya. Bagi PBSI terutama, sektor putri sudah saatnya mendapat perhatian khusus. Jangan sampai kita tertinggal oleh Thailand yang mempunyai seorang R. Inthanon, tunggal putri masa depan Thailand yang berhasil memenangi kejuaraan dunia junior tahun ini. Bagaimanapun, keberhasilan seorang atlet selain ditentukan oleh kemampuan dan motivasi pribadinya, tentu saja dipengaruhi pula oleh dukungan orang-orang sekitarnya. Kan toh keberhasilan seorang atlet, terutama di level internasional, nantinya akan menjadi kebanggan masyarakat Indonesia secara umum pula. Betapa bangganya melihat sang saka merah putih diderek seraya dikumandangkan lagu Indonesia Raya..aahh..semoga bukan hanya sekedar wacana atau mimpi. Semoga momen itu akan semakin sering ditemui ke depannya, yah, saat bulu tangkis Indonesia kembali ke masa kejayaannya. Semoga, segera. Segera, semoga. Semoga..aamiin! :))

Tidak ada komentar: