Selasa, 15 November 2011

Badminton SESEA Games Beregu Putri: “Emas pun Berganti Perak”



Emas pertama Badminton yang diharapkan mampu disumbangkan oleh tim beregu Putri Indoneisa akhirnya harus kandas setelah Ganda Kedua, Vita Marisa/Liliyana Natsir menyerah dari ganda Thailand Savitree Amitrapai/Saralee Thoungthongkam 21-19, 16-21, 24-22 di partai keempat.  Dalam tiga partai sebelumnya, Thailand memimpin 2-1 melalui dua tunggalnya Prontip dan Inthanon yang masing-masing mengalahkan Lindaweni dan Firdasari, sementara kemenangan Indonesia disumbangkan ganda pertama Anneke Agustine/Nitya Khrisninda Maheswari yang mengalahkan Duanganong Aroonkesorn/Kunchala Voravichitchaiku dengan straight set.  Kekalahan yang cukup menyesakkan bagi pecinta Badminton Indonesia, terkhusus mereka yang hadir dan memebrikan dukungan langsung di ISTORA, terlebih setelah Vita/Lili sempat mendapat beberapa kali kesempatan game point.

Tim Bulu tangkis Putri Thailand Memamerkan Medali Emasnya

Kekalahan ini bagi penulis pribadi sebagai pecinta badminton tentu sama sekali tidak menyenangkan, namun untuk dikatakan menyakitkan pun sebenarnya tidak terlalu karena pada dasarnya hasil ini untuk saat ini bisa dikatakan sebagai hasil  terbaik.  Sedari awal, Indonesia memang diunggulkan di tempat kedua di bawah Thailand, sang peraih emas.  Penentuan posisi unggulan ditentukan oleh akumulasi peringkat para pemainnnya.  Jika kemudian kita berada di peringkat kedua, artinya secara keseluruhan peringkat pemain kita berada di bawah pemain Thailannd.  Fakta  ini sedikit banyak membuktikan bahwa hari ini prestasi Badminton Indonesia, khususnya di sektor putri, belum bisa kembali setangguh dahulu bahkan tidak lebih tangguh dari era Piala Uber lalu.  Postingan ini penulis buat sama sekali bukan untuk kepentingan provokasi atau lebih jauh untuk menebar pesimisme serta bentuk sinisme pada Badminton Indonesia.  
Pasangan Senior, Vita Marissa/Liliyana natsir yang kembali berpasangan setelah cukup lama  "berpisah"

Sungguh, penulis adalah salah satu pecinta badminton Indonesia yang telah tersihir oleh permainan para atlet sejak era Taufik Hidayat baru menginjak usia sweet seventeen.  Penulis masih ingat betapa antusianya penulis menyaksikan partai menegangkan antara aa Opik dengan pemain Cina di partai kelima set ketiga Thomas Cup, partai penentuan yang akhirnya Alhamdulillah dimenangkan aa Opik sehingga lagu Indonesia Raya pun berkumandang.  Ada sebuncah kebahagiaan yang mengaliri dada ini, aahh…betapa membahagiakannya masa-masa itu.  Kalau tidak salah ingat, saat itu tahun 1998, ketika penulis masih duduk di kelas 3 SD.  Opik, yang kala itu masih sangat muda, tengah on fire on fire nya hingga ia meraih emas di Olimpiade Athena 2004 dan ASIAN GAMES Doha 2006.  Penulis pun masih terngiang masa-masa kejayaan ganda campura Nova/Lili, mulai dari awal mereka dipasangkan hingga mencapai masa jayanya dan kini telah “diceraikan” dan punya pasangan masing-masing.  Lili, yang dulu sempat main di ganda putri juga, kini hanya fokus di ganda campuran berpasangan dengan pemain muda Tontowi Ahmad.  Sementara Nova, kini telah “rujuk” dengan pasangan lamanya, Vita Marisa.  Pun begitu dengan regenerasi di sector ganda putra mulai dari era Chandra Wijaya/Sigit Budiarto, Alvent Yulianto/Luluk Hadiyanto, Markis Kido/Hendra Setiawan, hingga era Mohammad Ahsan/Bona Septano.

Kembali ke hasil Final Badminton Beregu Putri SG XXVI, hasil ini bagi penulis pribadi menjadi suatu bukti shahih bahwa badminton, olah raga kebanggaan masyarakat Indonesia, kini tengah mengalami penurunan prestasi yang jika dibiarkan akan membuat badminton Indonesia, terutama di sector putri, semakin terpuruk.  Apalagi kini banyak negara-negara Asia dan bahkan Eropa yang sudah mulai menyeriusi cabor yang satu ini.  Belum lagi Cina yang semakin superior dan makin sulit ditembus oleh negara lain disertai massif dan rapatnya regenerasi pemain badminton Cina.  Jangankan dalam wilayah yang luas semisal Asia atau Dunia, untuk skala dan regional lebih sempit, di tingkat ASEAN ini saja, kita sekarang ini sudah mulai terlewati oleh Malaysia dan Thailand.
   
Tim Beregu Putri Thailand, peraih emas bulu tangkis beregu putri

Yah, meskipun emasnya meleset dan berganti oleh perak, namum bagi penulis hal ini patut disyukuri.  Bagaimanapun sebagaimana telah disinggung berulang kali di atas oleh penulis, kita tidak boleh menutup mata bahwa kini prestasi Badmintonn kita, khususnya di sector putri sedang menurun.  Sekali lagi, ini bukan bentuk sinisme atau pesimisme penulis.  Sebaliknya, postingan ini dibuat sebagai bentuk kepedulian penulis akan prestasi Badminton tanah air sebagai cabor andalan Indonesia sekaligus favorit bersama sepak bola.  Bagi penulis kekalahan beregu putri kali ini bukan untuk diratapi terlalu lama atau bahkan dicaci maki, sama sekali bukan.  Kekalahan ini mesti dijadikan evaluasi bagi PBSI sebagai Pembina langsung Badminton tanah air serta penyadaran bagi rakyat Indonesia bahwa olah raga ini mulai pudar kejayaannya sehingga penting bagi seluruh pihak untuk bekerjasama antara PBSI, atlet, masyarakat, serta media  demi kembalinya kejayaan Badminton tanah air.  AYO INDONESIA BISA! J

Tidak ada komentar: