Selasa, 31 Mei 2011

(Kecewa) Sudirman Cup 2011

Kecintaan penulis akan badminton lah yang membuat penulis rela bertahan di depan TV selama lebih dari tiga jam untuk menyaksikan final Piala Sudirman 2011. Dan, mohon maaf yang sebesar-besarnya, tanpa meniadakan jasa sang stasiun Tv yag telah menayangkan secara live dan penuh semua partai yang dimainkan oleh tim Indonesia (amat berterima kasih untuk itu), penulis keep staying tuned di stasiun Tv tadi sama sekali bukan untuk menambah rating. Sama sekali tidak dan tidak akan pernah. Mohon maaf pula, penulis terlanjur kecewa dengan janji palsu yang diumbar oleh sang station Tv yang (entah mesti bersyukur atau siap-siap kecewa lagi) juga jadi official partner Thomas-Uber Cup 2012. Kan, aturannya jelas ya bahwa ketika berani menayangkan satu event kejuaraan, apalagi beregu, berarti sepaket dari babak penyisihan grup/kualifikasi hingga ke final sebagai puncak terlepas dari siapa yang mencapai final tsb. Okelah, menjadi nasonalis memang sangat penting, namun dalam hal ini bukan semata asalah nasionalisme. Komitmen dan konsistensi yang dibutuhkan disini. Ketika mereka menyatakan diri sebagai official partner berarti ada semacam kewajiban bagi meraka untuk menuntaskan siaran live hingga akhir, partai final, sebagai puncaknya. Amat sangat anti-klimaks ketika partai final justru tidak disiarkan secara live (rerun) atau bahkan sama sekali tidak disiarka hanya karena tim Indonesia tidak masuk final. Betapa naifnya stasiun Tv kita. Come on man, being sportive please. Bagi kami-kami pecinta bulu tangkis asli (bukan musiman yg cuma ngikutin pas udah heboh doank—maaf bila ada pihak-phak yang tersungging—heu) yang kurang beruntung tidak bisa berlangganan Tv kabel dan hanya mampu menggantungkan harapan pada Tv swasta nasional saja, siapapun yang belaga di partai puncak tidak akan menyurutkan semangat kami untuk menyambut dan menyaksikan partai final. Bukan masalah siapa pemenangnya, akan tetapi lebih pada bagaimana permainannya. Kami sangat menikmati bagaimana peman-pemain besar dunia saling menunjukkan dan menampilkan permainan tebaik kelas dunianya. Meski tidak ada Frans/Pia, Alvent/Ahsan, pun Polii/Jauhari, namun kami masih amat menikmati aksi-aksinya Lin Dan, Peter Gade, Cai/Fu, Carsten/Erricsen, Fischer/Pedersen, Xu Chen/Ma Jin, dll. Tentu kami akan sangat lebih berbahagia dan berbangga hati bila yang berksi di final itu ialah tim merah putih, tapi sungguh kami pun tetap menikmati sekalipun bukan Firdasari dkk., yang beraksi disana. Menjadikan tidak tampilnya Indonesia d final sebagai pembenaran atas ditayangkannya pertandingan final secara tunda sama sekali bukan alasan yang logis. Kepentinan pihak stasiun tv pemegang hak siar lah yang menurut hemat penulis enjadi alasan utama. Memang, di malam ketika partai final digelar stasiun Tv yang bersangkutan meluncurkan sebuah tayangan sinetron baru yang diangkat dari film peraih Citra tahun lalu. Padahal yaa kemarin-kemarin saat penulis melihat iklan program tersebut sudah terbersit niat untuk mengikuti alur ceritanya, terlebih komposisi pemainnya—yang salah satunya adalah aktor favorit penulis—dipertahankan sebagaimana di filmnya. Tayangan yang menjanjikan sebenarnya didukung oleh semakin tak keruannya acara televise, terkhusus drama (baca: sinetron) saat ini. Namun, sayang beribu sayang, penulis yang kadung merasa terkhianati oleh janji manis stasiun tv ini di awal kemungkinan besar aan mengurungkan niat untuk menjadi penonton setia tadi. Toh, secara umum ceritanya (seharusnya) akan sama, hanya saja ada pengembangan cerita di sana-sini yang kalau idealisme sang empunya cerita originalnya sudah mampu tergadai akan bernasib sama seperti program sejenis yang bisa beranak pinak hingga sekian season dan ratusan episode dengan perombakan cerita disan-sini yang berujug ngalor ngidul dan banyaknya pemain yang bakal keluar masuk. Maka tidak heran jika hari ini dalam program jenis ini di awal kita diperkenalan si A berpasangan denga si B, tapi nanti di akhir yang kadang maksa atau dipaksakan si A itu ujug-ujug sama si B, C, D, atau bisa jadi (tapi udah mulai jarang kayanya) kembali ke si A tapi itu tadi udah sempet ama si B, C, D, dan seterusnya sesuai kebutuhn cerita. Dan tetep sih bagi penulis selalu ada ketidakaadilan karena biasanya tokoh yang dipertahankan justru si tokoh utama wanita, yang akhirnya dalam satu judul mereka bisa beberapa kali berganti pasangan, berkali-kali jatuh cinta, atau bahkan beberapa kali menikah. Malangnyaaaa para tokoh wanita itu. Naah, kembali ke persoalan awal (jadi keterusan deh curhat seputar kegundahan hati akan program ala drama Korea di awal yang episodenya dikorup sampe berlipat2 di tengah sampeeee akhir yang gak tau kapan sesuka hati produser tergantung sama sampe kapan para penonton yang menurut survey entah darimana dan gimana ngerasa bosenàtetep aja panjang! Haha abisan gregetan…! maaph yaa every body) bahwa sangat tidak adil menjadikan ketidakberhasilan Indonesia mencapai final sebagai alasan untuk tidak menyiarkan final secara live. Jujur penulis sudah menrauh harapan dan ekspektasi yang besar terhadap komitmen sang stasiun Tv untuk menayangkan kejuaraan ini. Maklum saja, hari ini, amat sanga sedikiiiiiiiit stasiun Tv swasta nasional yang masih mau membeli hak siar untuk menayangkan olah raga kebanggaan kita bersama, bulu tangkis. Silakan bandingan cabang olah raga yang satu ini dengan cabang olah raga yang induk orgnanisasinya sedang dilanda krisis kepemimpinan, kisruh pelaksanaan kongressnya, hingga ancaman dikenai sanksi bahkan pembekuan. Baik dari segi prestasi internasional maupun dari segi pembinaan. Iya sih, sekarang ini pembinaan di cabang bulu tangkis juga bukan tanpa maslah, cukup bermasalah malah menilik pada masih minimnya prestasi internasional yang ditorehkan para pemain lapis kedua Indonesia dalam beberapa tahun ini. Tpi tunggu dulu, di sini kita sedang berbicara dalamkonteks internasional artinya bahwa yang dibawa adalah nama Indonesia bukan klub atau perorangan. Se Taufik Hidayat nya kah, Kido/Hendra nya kah, sekali pun mereka sudah tidak lagi menjadi bagian dari pelatnas Cipayung dan memutuskan berkiprah sebagai pemain professional, toh tetap saja mereka dikenal sebagai pemain asal Indonesia dan membawa nama Indonesia. Sama halnya dengan klub yang bertanding di level Asia melalui AFC nya, tetap dikenal sebagai Indonesia. Naah, sekarang mari bandingkan mana yang lebih konsisten dalam menyumbangkan gelar juara yang ujungnya mengahrumkan nama bangsa dan Negara ini sendiri? Tentu para pembaca yang budiman bisa menjawabnya sendiri bukan? Sayangnya prestasi yang cenderung menurun dibarengi tren sinetron stripping dan variety show yang sedang naik daun (apa hubunganya dipikir2!?) membuat para orang dibalik stasiun Tv swasta di Indonesia berlomba-lomba menghadirkan berbagai jenis sinetron, kuis, reality show, kontek adu bakat, acara music, dan proram-program lain yang bersifat hiburan. Banyak juga sih yang menayangkan siaran olah raga, tapi paling liga lokal pun interlokal si kulit bundar dan balap motor. Ada juga yang sesekalimenggelar tinju dan voli. Tapi, bagaimana dengan bulu tangkis yang notabene cabang yang paling banyak menyumbagkan prestasi bagi Indonesia? Amat sangat jarang stasiun Tv yang tergerak untuk membeli hak siar dan menyiarkan secara live pertandingan-pertandingan bulu tangkis internasional. Padahal ya, dalam setahun ada belasan event resmi tingkat internasional yang digelar oleh BWF, induk organisasi bulu tangkis dunia. Mulai dari Super Series yang merupakan level tearatas rangkaian kejuaraan berseri dalam setahun seperti gelaran balap motor itu (bisa sampai10-12 kali di Negara berbeda), sampai ke event yang bersifat incidental tahunan seperti Kejuaraan Asia, Eropa, dan Dunia, maupun kejuaraan beregu dua tahunan seperti Thomas-Uber Cup dan Sudirman Cup ini. Beberapa tahun yang lalu, penulis masih bisa menyaksikan aksi para punggawa merah putih di event-event non kejuaraan beregu (yang memang sejauh ini masih rutin ditayangkan oleh stasiun tv sawasta nasional meskipun tidak di stasiun tv yang sama) seperti China Master (Super Series, China menggelar dua kali Super Series dalam setahun) ataupun All England (juga bagian Super Series) yang merupakan turnamen bulu tangkis tertua sepanjang sejarah. Lain dulu tentu lain sekarang. Jangankan sekedar Super Series (kecuali Indonesia Open Super Series yang masih rutin disiarkan), bahakan sekelas kejuaraan dunia pun sudah tidak ada lagi yang menayangkan (sekelas kejuaraan dunia yang sifatnya insidental gitu loh, yang levelnya di atas super series, yang pemain-pemain terbaik dunia termasuk Indonesia berbondong-bondong ambil bagian dan mengincar gelar juara)! Sungguh ironis! Coba, bandingkan kembali dengan cabang oalah raga yang dimainkan 11 orang dalam satu timnya tadi, liga nya pun rutin disiarkan. Bukan sekedar liga lokal, bahkan liga internasional yang digadang-gadang sebagai liga terbaik dan tersukses yang ada di dunia saat ini, full pula! Padahal ya kalau diitung-itung pastinya biaya yang dikeluarkan sama sekali tidak murah. Stasiun Tv pemegang hak siar sebelumnya saja hanya mampu mendapat jatah kontrak 1 hari penayangan tiap pekannya di hari sabtu pula yang berarti saat itu kami para pecinta liga tersebut (kecuali yang beruntung bisa berlangganan tv kabel) bahkan selalu kehilangan momen ketegangan dan keseruan Big Match yang memang biasa digelr di hari Ahad. Berkaca pada pengalaman tersebut, itulah sebabnya penulis katakan tadi bahwa penulis menaruh ekspektasi yang besar akan disiarkannya ajang Sudirman Cup tadi. Jika liga yang notabene tidak ada Indonesia di dalamnya saja dan berlangsung selama satu musim alias hampir setahun kurang lebih saja bisa konsisten disiarkan (yang bagi penulis amat meanjakan dan memuaskan pecinta BPL di tanah air ini), masa iya di ajang yang Cuma seminggu dan ada Indonesia nya pula tidak akan ditayangkan secara penuh. Namun ternyata apa? Harapan tinggal harapan ekspektasi hanyalah ekspektasi pada kenyataannya penulis merasa dibohongi, merasa dikhianati, merasa dibodohi dengan tdak disiarkannya final Sudirman Cup secara live. Masalah utamanya, di awal satsiun Tv yang bersangkutan kadung menjanjikan untuk menyiarkan secara Live pertandingan di Sudirman Cup kali ini hingga final. Okelah yah kalau misalkan di babak-babak sebelum final yang bersangkutan hanya menayangkan pertandingan yang menampilakan tim Indonesianya. Tapi kan bukan berarti saat langkah Indonesia terhenti di semifinal, maka siaran live pun berakhir sampai disana. Masih ada final yang notabene partai puncak, klimaks dari keseluruhan kejuaraan. Analoginya, banyangkan bila kita sedang mengikuti serial sepanjang 500 episode, sampai di episode 499 kita masih bisa mengikuti tapi tiba-tiba episode ke-500 nya tidak pernah ditayangkan, bagaimana perasaan kita??

Intinya ya penulis amat sangat sangat kecewa dengan keputusan yang telah diambil oleh satsiun Tv yang bersangkutan. Jujur, rasa bangga yang sempat penulis sanjungkan berubah seketika menjadi kekecewaan tatkala ia mengkhianati janjinya. Iklan penayangan yang tak kunjung muncul sebetulnya sudah menjadi sebuah pertanda, namun penulis memilih untuk berkhusnudzon dengan berfikir bahwa sudah tidak ada tim Indonesia jadi ga perlu pake iklan-iklan segala lahà mahal bo kali! Bahkan untuk mengobati rasa penasaran dan kegundahan penulis akan disiarkan atau tidaknya final Sudirman Cup kemarin, penulis pun mencoba mengecek melalui laman salah satu jejaring sosial dimana stasiun Tv tersebut mempunyai account dan senantiasa memberikan informasi seputar kejuaraan SC ini disana. Disana padahal sempat dimunculkan info bahwa yang bersangkutan akan menayangkan partai puncak tapi memang tidak ada kejelasan jam. Bagi sebagian besar masyarakat sebetulnya tidak menjadi maslah toh Indonesia nya udah kalah (paling gitu pikirannya, menurut penulis mahà menurut penulis loh!), tapi kan bagi kami yang benar-benar mencintai olah raga ini?? Kadang melihat pemain yang gagal melaju ke final menyebar di setiap sudut lapangan menyaksikan mereka yang berlaga di final dengan gaya santainya menjadi suatu daya tarik teresendiri. Di satu sisi kita bias melihat sisi casual para atlet yang biasanya banjir keringat kalau sudah di lapang, dan di sisi lain ada satu jiwa dan nilai sportivitas di sana. Karena memang begitulah olah raga, pertandingan, menag dan kalah adalah wajar. Maka sekali lagi terlepas apa pun satu dan lain hal yang menyebabkan tidak ditayangkan secara live nya final SC kemarin, sangat tidak etis jika menjadikan kekalahan Indonesia di semi final sebagai salah satu factor penyebabnya, dan sangat tidak adil bagi para pecinta bulu tangkis yang memang menantikan laga puncak yang mempertemukan dua tim unggulan teratas kemarin. Penulis juga khawatir jangan-jangan tahun depan ketika Thomas-Uber Cup akan terjadi kejadian serupa, yakni: BILA INDONESIA TIDAK MASUK FINAL SIAP-SIAP MENONTON SIARAN TUNDA PARTAI FINALNYA! Semoga itu hanya suudzon nya penulis ya, meski sebenarnya penulis pun sudah malas sih menggantungkan harapan pada stasiun Tv swasta nasional (mana pun sebenarnya) akan penyiaran live event kejuaraan bulu tangkis internasional. Saran penulis ya wahai para gegedug pemegang kebijakan penayangan di setiap stasiun Tv, tolong jika menayangkan suatu gelaran kejuaraan olah raga (apa pun ya terutama bulu tangkis) yang niat, artinya jangan setengah-setengah: Cuma dijatah 3 jam lah (misalnya dari 5 partai kita Cuma bias menyaksikan 2,5-3 partai dalam sekali penyiaran), atau yang lebih parah ya itu tidak menayangkan secara live partai final nya (makanya penulis sih berangan-angan ingin segera berlangganan Tv kabel biar gak makan hati terus! Heuheu)! Memang sih, sebenarnya dengan kondisi pertelevisian di Indonesia hari ini yang dijejali berbagai program hiburan dan ditengah arus komersialisasi yang sebegitu tingginya, ada yang masih mau menayangkan pertandingan bulu tangkis saja sudah Alhamdulillah (terima kasih untuk itu), tapi sekali lagi mohon dengan sangat jangan setengah-setengah. Semoga ke depannya, dengan para pemain muda yang berlaga di SC kemarin, perbulutangkisan Indonesia kembali bangkit dan prestasi internasionalnya pun semakin baik sehingga kepedulian banyak pihak (terutama mereka yang berpengaruh dan bermodal) akan bulu tangkis ini pun kemabali menggeliat dan akhirnya ada yang rela memodali untuk pembelian hak siar live kejuaraanya (terutama Kejuaraan insidental dan Super Series Premierà kalau Super Series biasa ya kebanyakan lah tapi kalau memang memungkinkan, why not!?). kenapa yang bermodal? Karena pasti butuh modal yang tidak sedikit apalagi animo masyarakat terhadap cabang yang satu ini sepertinya dianggap masih belum seheboh olah raga yang ditekuni Lionel Messi dkk. Yaah..kalau bagi penulis si gini, moso iya beli hak siara liga sepakbola internasional (yang notabene berlangsung satu musim sekitar satu tahun) atau balapan motor kelas dunia saja bias, ini bulu tangkis semahal apa sih?? Jadi intinya itu semua balik lagi kepada niat sang empunya modal.

-------------------------------------------semacam epilog---------------------------------------------------

Udah ah, capeeeeeee! Penulis membuat tulisan ini sebagai bentuk kekecewaan penulis akan komitmen dan keseriusan satsiu Tv pegeang hak siar yang semacam tidak menepati janjinya. Tapi penulis menyelesaikan tulisan ini pagi ini jadi yah kalau ada yang kebetulan (lebih tepatnya ditakdirkan membacanya) atau memang sengaja membaca (kalau emang ternyata ada yg niat dan berminat) jangan heran kalau meraakan emosi yang berbeda antara tulisan di paragraph awal dan paragraph terakhir. Bukan bermaksud menyulitkan pembaca yang budiman, melainkan itu hanya semacam apa yaa curahan perasaan yang tidak bias dijeda oleh spasi. Mereka merupakan satu kesatuan uneg-uneg yang terlintas dalam benak penulis saat pertama kali menuliskan postingan ini. Dan, jujur tulisan itu dibuat berlandaskan rasa kecewa sehingga bila terasa emosional dan sensitif yaa memang begitulah adanya. Sementara di paragraph kedua penulis sudah relatif lebih stabil (jadi tidak seaneh di paragraph pertama kan, heuheu). Mohon maaf bila ada merasa tersinggung atau terganggu dengan postingan ini, tidak ada niat untuk menyerang apalagi manjatuhkan pihak-pihak tertentu, tetapi hanya sekedar mengungkapkan curahan hati dan memberi saran berikut himbauan (dari satu dari sekian buanyyaaaaaak pecinta bulu tangkis di tanah air) bagi para penentu kebijakan di tiap-tiap stasiun Tv yang hendak menayangkan siaran olah raga, terutama bulu tangkis. Bagaimanapun dengan adanya stasiun Tv yang berbaik hati untuk membeli hak siar dan menyiarkan secara live dan penuh merupakan suatu dukungan berarti bagi perbulutangkisan di tanah air. Dikhianati atau digantung itu sama sekali tidak enak, jadi mari kita kokohkan komitmen kita bersama demi menuju perbulutangkisan Indonesia yang lebih baik lagi! :))

Tidak ada komentar: