Selasa, 09 April 2013

Balada Anak Perempuan Tertua (di Awal 20-an)



“Sok aja kamu pilih: mau lulus dulu atau nikah dulu!” begitulah penawaran yang sekonyong-konyong ibu saya berikan.

Dalam hati saya hanya menghela nafas panjang.  Tentu kalau memang itu adalah tawaran yang berujung pilihan yang mesti saya pilih ya saya tahu pasti jawabannya adalah yang pertama.  Kenapa? Ya karena memang itulah prioritas saya saat ini.  Memang sih beberapa tahun ke belakang saya juga mempunyai hasrat untuk menikah di usia muda, tapi tetap dengan satu syarat prinsipil: terlaksana setelah saya lulus, paling tidak beres sidang.  Nah, kalau ternyata hingga saat ini skripsi saya pun masih tertahan di bab-bab awal, ya tentu saja hasrat menjadi pengantin muda pun mesti dienyahkan dahulu.  Paling tidak sampai studi sarjana saya tutup buku. 

Dan jika ternyata ibu saya malah sudah menyibukkan diri dengan pertanyaan ‘kapan-ya-kita-menikahkan-si-teteh-?’ setiap habis menghadiri pernikahan saudara atau anak kolega-koleganya atau Bapak, saya sih belum begitu khawatir.  Toh, masih sebatas pertanyaan-pertanyaan dengan level sindiran sedang, tingkat paksaan atau tuntutan hampir tidak ada.  Lagipula, secara pribadi ya syukurnya bahwa hari ini saya masih bisa menjadikan studi saya yang belum beres sebagai tameng.  Ahh..jadi teringat seorang teman yang berkisah kalau ia sengaja menunda menuntaskan studi demi mengantisipasi banyaknya ‘proposal’ yang ditujukkan pada orang tua-nya. 

Bersyukur juga jika ternyata sampai hari ini sekalipun saya banyak berada di lingkungan yang mendukung untuk dipertemukan dengan calon pendamping hidup saya kelak, namun belum pernah ada yang benar-benar nyantol.  Adapun beberapa orang yang saya kagumi (baca: kecengan), tidak sedikit diantaranya yang kini sudah menikah.  Dan, kembali, bagi saya itu adalah cara Tuhan untuk tetap menjaga hati saya hingga tiba saatnya saya dipertemukan dengan seseorang yang sudah ditakdirkan-Nya untuk dipasangkan dengan saya.  Kini, harapan saya adalah supaya waktu untuk masa indah itu tiba ya paling tidak setelah prioritas saya di tahun ini terlaksana. 

Untuk alasan-alasan itu lah saya tidak akan gentar dan merasa tersudut ketika topik pembicaraan sudah mengarah pada topic seputar pasangan hidup.  Terus terang bukannya hendak masa bodoh, tapi saya hanya ingin fokus pada prioritas saya dulu saja.  Tidak ada salahnya memang menyambil.  Namun bagi saya hal-hal berkaitan dengan pasangan hidup ini bukan hal yang sederhana.  Butuh kesiapan mental terutama untuk itu.  Dan saya rasa mental saya belum begitu siap. Banyak sih contoh kawan-kerabat saya yang juga menikah di usia muda, dan masih kuliah, dan lancar-lancar saja.  Tapi tolong diingat lain mereka, lain saya kan.  Terbukti, terbentur dengan organisasi saja dalam pandangan orang tua saya, saya ini sulit fokus, apalagi dengan hal sebesar pernikahan.  Dan, sekali lagi, itulah yang saya yakini sebaga jalan Tuhan bagi saya.

Pada akhirnya, menikah dan pernikahan adalah hal yang jadi impian hampir semua orang termasuk saya.  Namun saya termasuk yang percaya bahwa semua ada masanya.  Dan itu bagi saya bukan dalam waktu sekarang-sekarang ini.   Jadi, jangan mencoba mengintimidasi saya dengan dengan pertanyaan seputar topik tersebut yang mungkin bisa saja sensitif, tapi ya belum akan menyiksa hati dan pikiran saya paling tidak hingga sukses menjalani sidang.  Lastly, for my beloved mommy, trust me that I’ll have finished my study in this middle year and please pray for me to let it be true.  And I promise you when the great and possible opportunity come to me, I’m going to make your dream about me comes true. J

Tidak ada komentar: