Yap, setelah
tidak banyak beraktivitas di hari pertama, nih hari kedua ini nih saatnya
berseliweran. Sayang aja ya udah kesini
Cuma ngeringkuk di penginapan. Let’s be
more casual, then. Dengan rencana
setengah matang, akhirnya kami memulai hari kedua dengan menyantap mie kemasan
*gak boleh sebut merek*, baru setelah mandi *akhirnya untuk pertama kalinya
setelah sampai di kota ini kemarin harinya* kami memulai agenda pertama yaitu
ke stasiun. Satu tujuan dua
agenda: menukar struk dengan tiket dan
membeli tiket pulang untuk malam harinya.
Setelah sempat bingung dengan tempat tujuan berikutnya ssampai-sampai
persis kayak lagu Ayu Ting Ting “kemana….kemana….” akhirnya, Taman Pintar pun
menjadi tujuan berikutnya.
Morning to Early Afternoon: Taman Pintar
Setelah
sebelumnya mengisi perut untuk sarapan (jam 11 loh sarapannya, hello), kami pu
n tiba di wahana edukasi ini sekitar pukul 11.30. setelah sempat menimbang-nimbang masuk-tidak,
masuk tidak dengan memperhatikan beberapa rombongan anak sekolah yang ada di
sekitar pelataran tamannya, akhirnya kami memutusakan masuk saja. “Ngapain kesini gitu loh kalau gak masuk”,
celoteh teman penulis. beruntung, pas
kami masuk pas kebanyakan anak-anak itu beres, jadi yaa….Cuma ada kami dan
beberapa pengunjung umum lainnya di dalam.
Di taman Pintar ini ada dua wahana ekshibisi utama, ruang pameran tokoh
baik raja-raja, ulama, hingga negarawan di gedung pertama (dan baru spertinya,
soalnya saat pertama kali mengunjungi tempat ini dua tahun silam, ruang pamer
ini belum ada), serta ruag pamer science, mulai dari dinausaurus, alam raya,
teknologi pangan hingga mesin, ruang angkasa, dan teknologi science
lainnya. Sangat cocok buat kamu-kamu
yang ingin nambah pintar! Berhubung ini
taman Pintar ya, begitu kita menelusuri araj jalan keluar kita langsung
dihubungkan dengan semacam Palasari-nya bandung, pusat buku.
Full Middle Afternoon: Jogja Art festival
Sempat jajan
dan kongkow sejenak di FOOD COURT-nya, kami mendapati adanya sinya wifi dari
art jogja festival yang berlokasi di pusat kebudayaan Jojga yang ternyata
berdampingan lokasinya dengan Taman Pintar ini.
Tak ingin kehilangan momen sekaligus untuk mengisi kekosongan agenda, ya
tanpa membuang waktu kami pun bergegas kesana.
Di luar gedung pamer, kami telah disuguhi dua mega karya, yaitu: seonggok
patung gajah dengan gading panjang besar
menjuntai yang terperangkap dalam bebatuan dari batok kelapa dan ‘sarung’ kayu
berbentuk gajah yang menyelimuti gedung pamer.
Hanya dengan mengisi daftar hadir tanpa harus merogok kocek, akhirnya
kami menapaki ruang depan gedung pamer yang diisi satu manekin pesawat kecil
yang tergantung sendirian disana.
Setelahnya kami disuguhi pilihan, kanan atau kiri, dan kami pilih
kanan. Gedung yang memanjang dan melebar
tersebut hampir menyimpan kejutan-kejutan tersendiri di setiap sudutnya. Hampir tidak ada sudut yang tidak dihiasi
karya seni. Lukisan berbagai media,
patung, miniatur, foto, dan berbagai karya seni lainnya, terutama yang bersifat
kontemporer. Sayangnya tidak adanya buku
panduan dan atau petunjuk arah bagi pengunjung sehingga jujur penulis pribadi
agak kebingungan darimana mau kemana duku dan kemana lagi. Bukan apa-apa, banyaknya karya yang
dipamerkan di ruangan yang cukup besar dan luas membuat pameran ini seolah tak
berujung, ada lagi dan lagi. Kan, sayang
sekali jika ada yang terlewat. Tapi,
dengan susunan seperti itu tanpa arahan yang jelas bukan tidak mungkin banyak
yang melewatkan beberapa karya seni yang sungguh sayang untuk dilewatkan
sebenarnya. Overall sih sebagai
pengunjung biasa yang kurang paham dan mahir berkarya seni, penulis terhibur
lah dengan suguhan Fesrival Seni tersebut.
Almost late Afternoon: Salaks
Ini dia nih
salah satu komoditi wajib beli penulis kalau menengok si kota yang selalu
ngangenin ini. Manis dan empuknya
salaks-salaks aseli sini selalu bikin penulis ngiler! 5 Kg Salaks pun akhirnya penulis bawa pulang
dengan susah payah. Yah, 5 Kg salaks
digotong sendiri sampai penginapan yang jaraknya sekitar hampir sekilo-an dari
tempat jualan salaks tersebut. Alhasil,
sampe penginapan, bukan Cuma kaki yang pegel, tapi tangan juga udah kayaknya
tinggal diputer biar putus!
PIJEEEEEEEEEEEEEEEEEEEET!
Late Afternoon: Mirota
Oh, ya, sebelum
langsung meluncur ke penginapan, kami sempat mampir ke salah satu batik ternama
di sekitaran Malioboro. Lokasinya,
untungnya, besebrangan dengan penjual salaks tadi, jadi yaa…lumayan ada tempat
istirahat. Disana sebenarnya penulis
hanya berkepentingan mebeli seprai batik sebagaimana diamanahkan oleh ibu
penulis. Tapi gimana ya dasar perempuan,
kalau udah masuk ke toko gitu ya gak afdol kalo gak sambil liat-liat dan tentu
saja ngacak-ngacak sambil sesekali masuk kamar pas. Sayang seribu sayang setelah keasyikan
mencari-cari dan menemukan beberapa yang cocok, ukurannya tidak ada yang
bersahabat di tubuh penulis. kalau gak
terlalu ngaleupeut, ya bikin badan penulis makin melar. Mana penuh BGT, pegawainya pada sibuk gitu,
heh….. dengan berat hati penulis melenggang dari sana hanya dengan satu sepre
dan 5 kg salaks (tidaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaak).
Early Evening: Angkringan Kopi Jos
Setelah tiba di
penginapan beberapa saat selepas
maghrib, penulis berkomitmen melepaskan keringata sejenak sebelum mandi untuk
kembali menyegarkan tubuh penulis. Tepat
sebelum masuk isya, penulis sudah siap untuk kembali beraktivitas di malam
harinya. Selepas isya, kami pun bbersiap
mencari makan malam. Ingin mencoba
suasana baru, akhirnya kami pun memutuskan makan di angkringan yang tepat
berada di sebrang jalan tempat penginapan kami berada. Setelah menunggu beberapa saat, gudeg, pecel
elel, dan pecel ayam pun tersaji di hadapan kami. Dasar penulis yang terbatas pemahaman seputar
kuliner ya, si sambal yang melumuri ayam malah penulis singkirkan, dan
bertanya-tanya mana bumbu pecelnya!?
Sumpah ya inni entah kekonyolan jenis apa yang pasti di fikiran penulis,
pecel itu ya bumbu saus kacang kayak yang memang sering penulis temui di kota
tempat penulis tinggal ini. Iya tapi
darisana at least ya penulis jadi gak akan salah pesen menu ya kalau pilihanny
antara pecel ayam dan ayam goreng! heu
Evening: Tip Top Ice Cream
Nah, sehabis
makan, ini nih tempat incaran kita selanjutnya: kedai es krim klasik! Kenapa klasik, karena menurut info dari mbah
google, ini temat sering jadi tempat nongkrongnya oma-oma dan opa-opa,
so….eitss….kalau kita sih in the name of curiosity ya, no more. Lokasi yang ternyata tidak jauh dari
angkringannya Pak Agus membuat tempat tujuan terakhir kami di hari kedua ini
tidak sulit ditemukan. Tiba disana, oke,
gimana mau gak bikin betah para opa-oma, wong suasana dan tetek bengeknya aja
masih mempertahankan zamannya beliau-beliau.
Tempat ice cream-nya, meja-kursi-nya, musik-nya. kami memesan tiga ice cream sundae berbeda
rasa: Cokelat, Strawberi, Vanila.
Rasanya sih ya sebenernya gak jauh beda sama es krim kemasan, tapi ya
yang bikin harganya relatif mahal (20.000/gelas ice cream) ya penulis rasa
suasana klasik-nya itu. Cita rasnya juga
sepertinya masih sama klasiknya, dan ya memang itu yang bikin tempat ini
tersohor, menurut penulis ya ini.
#Pegeelengankaki
Tidak
berlama-lama karena salah seorang dari kami harus sudah berada di stasiun pukul
21.00, setelah habis kami npun segera kembali ke penginapan. Tidak sanggup terjaga lebih lama setelah
mengintari malioboro dan sekitarnya seharian dengan berjalan kaki dan
menjinjing beban yang lebih dari sekedar berat, penulis pun sudah menyerah
kalah di atas kasur mungkin sejak jarum jam belum beranjak jauh dari angka
Sembilan. Tema hari ini ya itu dia pegel
lengan dan kaki. ISTIRAHAT. HOAAAAAAAAM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar