Terjebak!
Apa sih makna
kata “terjebak” buat para pengunjung yang budiman?
Kekurung di lift
yang tiba-tiba mati?
Kekunci di kamar
mandi?
Dihukum gak boleh
keluar kamar atau rumah?
Lantas kalau kita
berada di suatu tempat mewah nan nyaman bergelimang fasilitas tapi kita tak
senyaman tempat itu, bisa dikatakan terjebakah?
Kadang penulis
heran, banyak hal, banyak sekali hal yang kadang bagi penulis menjebak penulis
untuk berada di lingkungan yang kurang membuat penulis nyaman. Okelah, kan kita tidak akan selamanya ada di
zona nyaman kita, tapi kan untuk keluar dari zona itu pun tentu butuh
proses. Nah, isunya kemudian adalah
seberapa cepat kemampuan kita untuk beradaptasi di lingkungan yang berada di
luar zona nyaman kita tersebut?
Atau pernahkan
para pengunjung yang budiman merasa terjebak dengan ucapan kita sendiri? Penulis sih…yaa kalau dikatakan sering tidak
yakin juga, tapi pernahlah..seperti kejadian beberapa waktu lalu. Maksud hati ingin menyampaikan A, eeh…malah
menghasilkan informasi yang menyiratkan U, jadi menghasilkan keputusan Z. Semakin menjebak bila keputusan Z yang
diambil akibat informasi U sebagai hasil pencernaan dari pernyataan A tsb
melibatkan orang lain. kan, itu tadi
maksud kita sebenarnya bukan begitu, tapi apa daya orang lain menginterpretasikan
secara berbeda, dan akibatnya bukan hanya merugikan kita, pun orang lain. Fenomena semacam ini nih bahkan lebih
menjebak daripada sekedar “Super Trap”.
Hal lain yang
membuat penulis merasa terjebak ialah ketika kita secara ajaib *baca: tidak
sengaja* terperngkap dalam satu situasi yang malah membuat kita yang tadinya
sama sekali berada di luar area justru terlibat dan bahkan menjadi salah satu
komponen intinya. Makin merasa terjebak
ketika awal keterlibatan kita karena campur tangan seseorang yang di tengah
jalan justru ia tidak berlanjut, sementara penulis sebagai yang awalnya
follower malah terus berlanjut. Dan
sebalnya, kejadian model begini bukan sekali dua kali dialami penulis.
Entahlah, bahkan
terkadang penulis ngerasa ini semua tidak adil.
Kenapa orang yang menyeret penulis masuk dalam “pusaran” justru begitu
saja meninggalkan penulis di pertengahan, bahkan sebelum penulis bisa
menyeimbangkan diri *baca: beradaptasi* untuk tetap bertahan di “pusaran”
tersebut. Dan, tak jarang penulis merasa
seolah menjebak diri sendiri. Artinya
kurang lebih kenapa juga dari awal penulis merelakan diri untuk diseret ke
“pusaran” yang entah seberapa ganasnya.
Penyesalan, ya ketika akhirnya perasaan terjebak itu muncul sebersit
penyesalan senantiasa menyertainya.
Namun benar kata pepatah “menyesal kemudian tidaklah berguna”, jadi ketika sudah merasa terjebak *karena
penulis termasuk yang menyakini bahwa perasaan terjebak ini hanyalah persepsi
kita, bukan sekonyong-konyong kenyataan* lantas apa kira-kira yang mesti kita
lakukan?
Nothing but tries
to face and enjoy it. So simple, right?
Is this that simple? No, not at all. As
I mentioned before, the key is how to adapt in those kinds of situation. The problem is how fast we adapt.
*bersambung…….*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar