*prolog*
Ceritanya ada perhelatan satu kejuaraan internasional
dimana Negara kita ambil bagian. Taruhlah
ada K dan M yang sama-sama mengikuti ajang ini dari awal. Seiring bergulirnya waktu, tanpa terasa
pertandingan demi pertandingan pun telah bergulir dan kini memasuki fase
knock-out. Artinya, satu demi satu tim
peserta akan berguguran.
Nah, dalam suatu pertandingan sengit di perempatfinal
ternyata tim kebanggaan Negara K dan M mesti terhenti langkahnya. Sejarah yang bisa dikatakan mencoreng
reputasi yang telah terbangun sejak 54 tahun terakhir: gagal lolos ke semi
final.
Sejak kekalahan yang bagi sebagian orang dianggap
memalukan tersebut (kalau nyesek mah pasti), si K tetap lanjut menyaksikan
hingga laga final. Sementara si M,
begitu kalah, sudah ogah-ogahan nonton dengan alas an tidak ada lagi yang bisa
dan harus didukung.
Nah, kira-kira apa sih makna dibalik kisah di atas?
Jadi si K itu mewakili mereka yang betul-betul
menggemari olah raga yang sedang dipertandingkan tersebut. Sedangkan M, mewakili mereka yang suka
tiba-tiba jadi berasa paling nasionalis dan ujug-ujug ‘suka’ sama oleh raga
tersebut karena membawa nama Negara. Salah?
Enggak juga sih, Cuma penonton jenis kedua ini tipe pendukung tentative atau
musiman. Jadi mereka ya suka pas tim dukungannya
lagi jaya-jayanya secara tiba-tiba, dan bisa begitu saja hilang animonya ketika
sang tim (yang ceritanya) kebangaan terhenti di fase tertentu. Sementara, si K itu masuk e dalam tipe
pendukung setia, pendukung tetap. Jadi,
no matter what, karena dia emang pada dasarnya suka sama olah raganya, maka
nilai plus ketika tim kebangaannya melenggang hingga partai puncak, tapi
sekalipun gagal tidak menyurutkan minatnya untuk terus mengikuti pertandingan
demi pertandingan hingga akhir.
***
Cinta Pada Pandangan Pertama
Sebenarnya tulisan di atas penulis dedikasikan untuk
bulu tangkis nasional, olah raga yang sedari dulu mencuri perhatian
penulis. Penulis sama sekali gak jago
main olah raga ini, tapi ketertarikan penulis terhadap olah raga tepak bulu ini
sangat-sangat besar. Dulunya sih padahal
apa coba sekitar tahun 1997-1998 ketika pertama kali penulis menyadari
keberadaan olah raga ini. Umur penulis
yang masih 7-8 th memang sudah bisa mencerna olah raga ini gitu? Namun begitulah
sejak melihat pertandingan antara aa Opik yg masih abege saat itu melawan entah
siapa di partai penentu Thomas Cup kecintaan dan ketertarikan terhadap olah
raga satu ini semakin dan semakin tumbuh.
Bahkan ketika memasuki tahun 2000-an, saat prestasi perbulutangkisan
tanah air yang makin merosot saban tahunnya, ketertarikan ini tak pernah luntur
barang secuil. Pun hari ini, bahkan
sampai kemarin ketika secara kompak tim Piala Thomas & Uber kita harus menelan pil pahit dikalahkan jepang
di perempat final. Bagi tim Uber,
mungkin tidak seberapa mengejutkan mengingat posisinya yang sebagai underdog,
tapi sebaliknya bagi tim Thomas yang justru diunggulkan. Hasil tersebut menyisakan kekecewaan bagi banyak
pihak, pun penulis. Tapi, karena dasar
kecintaan terhadap olah raga ini (bukan semata tim nasional), maka kekecewaan
itu tidak berlarut hingga memutuskan berhenti menonton ajang Piala Thomas &
Uber tersebut. Bagi penulis adalah suatu
kebahagiaan bisa menikmati pertandingan kelas dunia yang dimainkan pemain kelas
dunia pula. Bukan, bukan semat masalah
nasionalisme karena toh nasionalisme itu semsetinya sudah secara otomatis
tertanam dalam setiap diri anak bangsa. Jadi,
bukan menjadikan nasionalisme sebagai tameng untuk berhenti menyaksikan
permainan berkelas di ajang Thomas Uber Cup pasca kekalahan tim nasional. Hello, bulu tangkis bukan hanya milik Indonesia.
Look! If you are really have a deep and
big passion of this kind of sport (badminton), you will feel disappointed when
you have no chance to watch several GREAT MATCHES! Believe me!
***
*epilog*
Emosional BGT gak sih tulisan di atas? Penulis Cuma tiba-tiba
kepikiran dan ngerasa pingin dan emang perlu dibagikan perasaa yang sudah
terlampau mendesak ingin dilkeluarkan ini.
Tapi, mohon dimaklumi ya, postingan ini emang sangat sangat personal
bagi penulis pribadi. Bukan ingin
menyoroti kondisi bulu tangki nasional, tapi lebih kepada pendukungnya itu
sendiri. Suka geli aja soalnya kalau ada
jenis pendukung kayak si M yang musiman tapi suka berasa sok iya dan paling tau
gitu, geli dan gemesin! Akhirul
statement, no matter how and what, badminton never dies for me personally, GO
BADMINTON GO!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar