“kalau saya penasaran sama si anu, coba deh dia
yang biasanya banyak ngomong itu suruh mimpin, pengen liat aja, penasaran bakal
kayak gimana kepemimpinannya….”
Suka gak
sih nemuin orang yang kerjaannya proteeesssss mulu. Sok merasa benar, sok merasa paling tau, sok
merasa paling berhak. Kayaknya di mata
jenis orang kayak gitu apa-apa selaluuuuuuuuuu ga ada yang bener,
selaluuuuuuuuuuuu ada aja cacatnya tanpa berusaha mengangkat
sedikiiiiiiiiiiiiiiiit saja sisi unggulnya.
Entahlah, seakan kesempurnaan itu hanya miliknya dan seharusnya tentu
saja sang Maha Pencipta. Nah, masalahnya
orang-orang model begini kebanyakan *catet kebanyakan buka semua* susunan organnya kemungkinan besar kebalik:
punya dua mulut dan satu telinga! Kenapa? Abis kebanyakan senenggggggggggg
banget ngomong atau istilah rada gayanya berwacana dengan kemauan mendengarkan
yang tidak sebanyak omongannya. Dan,
orang kayak gitu pun umunya termasuk tipe manusia penggombal. Tau kan definisi gombal? Itu loh orang yang
omong besar nan manis yang sayangnya semua kebesaran dan kemanisan itu gak lebi
dari sekedar kata-kata. Gak lebih loh,
gak lebih. Istilahnya talk more do
less. Biasanya orang kayak gini
kebanyakan datang dari pihak oposisi kalau dari segi pemerintahan. Yang jelas jarang diantara orang model begini
yang mengemban jabatan tertinggi. Iya sih
mereka punya jabatan yang meski tidak setinggi itu tapi tetap penting. Wawasan dan keahlian (terutama sebagai
komentator) dan pengalaman pun jangan diragukan. Tapi, rata-rata enggan jika dibebani jabatan
tertinggi meskipun tidak sedikit yang sebenanrnya mau tapi sok sok merendah
untuk meninggi lagi kemudian. Ini nih yang gawat, efek kalo orang macem
gini ternyata musti ‘kalah’ bersaing sama orang yang kemaren sore dalam
pandangannya wah bakal jadi komentator sejati deh, DIJAMIN! Makanya, SEPAKATTTTTTTTTTTTTTTTT banget lah
kata-kata salah seorang petinggi di suatu instansi yang penulis kutip di awal
tadi bahwa suka penasaran bagaimana kalo para komentator itu dapet kesempatan
buat memimpin. Ya, biar mereka
setidaknya merasakan berada di posisi orang yang selama ini mereka dengan
gencar dan ganansnya komentari. Ada dua alasan
sebenarnya kenapa orang-orang macem
begini suka jarang yang akhirnya jadi pucuk pimpinan: kalo bukan karena kurang
dipercaya sama yang calon dipimpinnya ya kemunginan besar kedua karena ia gak
sampai hati mengehantikan hobi berkomentarnya dan belum siap mental untuk
dikomentari seperti halnya saat ia mengomentari orang lain dengan bebas dan
tanpa bebannya. Ayo dong wahai kalian
yang merasa paling hebat, paling bisa, paling mampu, dan paling tahu, maju ke
depan dong buat mimpin mereka yang menurut kalian tidak lebih apa pun kecuali
beruntung (bisa berada di atas mereka secara hirarki jabatan)! Talk
less do more, please…….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar