“Sok
aja kamu pilih: mau lulus dulu atau nikah dulu!” begitulah penawaran yang sekonyong-konyong ibu
saya berikan.
Dalam
hati saya hanya menghela nafas panjang.
Tentu kalau memang itu adalah tawaran yang berujung pilihan yang mesti
saya pilih ya saya tahu pasti jawabannya adalah yang pertama. Kenapa? Ya karena memang itulah prioritas
saya saat ini. Memang sih beberapa tahun
ke belakang saya juga mempunyai hasrat untuk menikah di usia muda, tapi tetap
dengan satu syarat prinsipil: terlaksana setelah saya lulus, paling tidak beres
sidang. Nah, kalau ternyata hingga saat
ini skripsi saya pun masih tertahan di bab-bab awal, ya tentu saja hasrat
menjadi pengantin muda pun mesti dienyahkan dahulu. Paling tidak sampai studi sarjana saya tutup
buku.
Dan
jika ternyata ibu saya malah sudah menyibukkan diri dengan pertanyaan
‘kapan-ya-kita-menikahkan-si-teteh-?’ setiap habis menghadiri pernikahan
saudara atau anak kolega-koleganya atau Bapak, saya sih belum begitu
khawatir. Toh, masih sebatas
pertanyaan-pertanyaan dengan level sindiran sedang, tingkat paksaan atau
tuntutan hampir tidak ada. Lagipula,
secara pribadi ya syukurnya bahwa hari ini saya masih bisa menjadikan studi
saya yang belum beres sebagai tameng.
Ahh..jadi teringat seorang teman yang berkisah kalau ia sengaja menunda
menuntaskan studi demi mengantisipasi banyaknya ‘proposal’ yang ditujukkan pada
orang tua-nya.
Bersyukur
juga jika ternyata sampai hari ini sekalipun saya banyak berada di lingkungan
yang mendukung untuk dipertemukan dengan calon pendamping hidup saya kelak,
namun belum pernah ada yang benar-benar nyantol. Adapun beberapa orang yang saya kagumi (baca:
kecengan), tidak sedikit diantaranya yang kini sudah menikah. Dan, kembali, bagi saya itu adalah cara Tuhan
untuk tetap menjaga hati saya hingga tiba saatnya saya dipertemukan dengan
seseorang yang sudah ditakdirkan-Nya untuk dipasangkan dengan saya. Kini, harapan saya adalah supaya waktu untuk
masa indah itu tiba ya paling tidak setelah prioritas saya di tahun ini
terlaksana.
Untuk
alasan-alasan itu lah saya tidak akan gentar dan merasa tersudut ketika topik
pembicaraan sudah mengarah pada topic seputar pasangan hidup. Terus terang bukannya hendak masa bodoh, tapi
saya hanya ingin fokus pada prioritas saya dulu saja. Tidak ada salahnya memang menyambil. Namun bagi saya hal-hal berkaitan dengan
pasangan hidup ini bukan hal yang sederhana.
Butuh kesiapan mental terutama untuk itu. Dan saya rasa mental saya belum begitu siap.
Banyak sih contoh kawan-kerabat saya yang juga menikah di usia muda, dan masih
kuliah, dan lancar-lancar saja. Tapi tolong
diingat lain mereka, lain saya kan.
Terbukti, terbentur dengan organisasi saja dalam pandangan orang tua
saya, saya ini sulit fokus, apalagi dengan hal sebesar pernikahan. Dan, sekali lagi, itulah yang saya yakini
sebaga jalan Tuhan bagi saya.
Pada
akhirnya, menikah dan pernikahan adalah hal yang jadi impian hampir semua orang
termasuk saya. Namun saya termasuk yang
percaya bahwa semua ada masanya. Dan itu
bagi saya bukan dalam waktu sekarang-sekarang ini. Jadi, jangan mencoba mengintimidasi saya
dengan dengan pertanyaan seputar topik tersebut yang mungkin bisa saja
sensitif, tapi ya belum akan menyiksa hati dan pikiran saya paling tidak hingga
sukses menjalani sidang. Lastly, for my beloved mommy, trust me that
I’ll have finished my study in this middle year and please pray for me to let
it be true. And I promise you when the
great and possible opportunity come to me, I’m going to make your dream about
me comes true. J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar