Sutradara: Ario Rubik
Produser: Rano Karno
Produksi: Karno's Film
*Sinopsis*
Tersebutlah tiga orang sahabat Andika (Vino GB), Gadis (Revalina Temat), dan Hans (Andika Pratama)yang telah bersama sejak SMA. Selayaknya kisah klasik persahabatan antar insan berlainan jenis, tumbuh cinta diantara manisnya persahabatan. Meski tak terucap, namun sebenarnya satu sama lain mampu merasakan perasaan yang diam-diam timbuh di antara mereka. Dan dua orang dari jenis yang sama di antara satu orang berlawanan jenis pasti menimbulkan kisah cinta segitiga. Ada yang bersambut, ada pula yang mesti rela bertepuk sebelah tangan.
Itulah yang terjadi pada Andika yang mestu bertepuk sebelah tangan karena Gadis, sahabat sekaligus perempuan yang dicintainya ternyata mencintai Hans, yang juga mencintainya. Meskipun begitu, tak ada ikatan cinta terjalin, apalagi janji yang terucap antara mereka selain persahabatan. Sampai suatu kali petaka muncul. Gadis dan Hans yang suatu kali hendak menyampaikan kabar gembira pada Andika ,yang mendapat beasiswa ke luar negeri, terjebak di tengah derasnya hujan karena mobil yang mereka tumpangi mogok. Di saat itulah peristiwa yang mengubah jalan hidup ketiganya itu terjadi. Hans dan Gadis melakukan hubungan terlarang hingga membuahkan janin dalam perut Gadis.
Gadis awalnya berniat menggugurkan janin tersebut karena Hans tak kunjung menampakkan batang hidungnya untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dan, Andika yang merasa bersalah dan memang mencintai Gadis bersedia melepaskan beasiswa yang amat dinanti-natikannya itu demi menikahi Gadis. Gadis awalnya menolak dengan dalih bukan Andika yang harus bertanggung jawab, namun semakin hari perut Gadis yang semakin membesar ditambah Hans yang tiba-tiba menghilang meluluhkan pendirian Gadis. Dengan penegasan bahwa Gadis takkan bisa mencintai Andika dan syarat tak tertulis bahwa Andika takkan menyentuh apalagi tidur sekamar dengan Gadis, menikahlah mereka.
Hans, yang masih menenangkan diri di rumah tepi pantainya, bergegas kembali ke Jakarta begitu mendengar bahwa Gasis telah menikah dengan Andika. Rasa bersalah tak kunjung menjauh darinya, malah semakin membayang-bayanginya setelah mendapati Andika, sahabatnya, yang justru menikahi Gadis yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya. Ia berusaha mencari tahu tentang keberadaan dua sahabatnya yang telah memiliki tempat tinggal sendiri pasca menikah, namun hasinya nihil. Sampai suatu ketika ia bertemu dengan Andika di sebuah bengkel. Saat bertemu, Andika kalap sampai-sampai ia diusir menjauhi bengkel. Hans, yang dikejar rasa bersalah bukannya menghindar justru malah mengikuti Andika seraya memohon maaf. Ia pun memohon agar bisa bertemu dengan Gadis untuk meminta maaf sekaligus bertanggung jawab. Andika yang kadung menikmati kebersamaannya dengan Gadis menolak dengan dalih mereka baru menikah sehingga malu bila tiba-tiba berpisah. Hans rupanya pantang meyerah, berkali-kali ditolak, berkali-kali pula ia memohon dipertemukan dengan Gadis hingga akhirnya ia menyewa seseorang untuk mencari tahu tempat tinggal Gadis dan Andika.
Sementara itu, kandungan Gadis yang telah memasuki bulan ketujuh ternyata mengalami masalah. Ia mengalami hipertensi yang bisa mempengaruhi kehamilan bahkan keselamatannya bila tidak ditangani dengan baik. Sang Dokter (Widyawati) meyarankan padanya untuk memberi tahu suaminya dan sering kontrol. Namun, Gadis yang kekeuh tidak memberitahukan perihal kondisi yang membahayakan janin dan jiwanya ini pada Andika, bahkan kontrol pun diabaikannya. Gadis yang dengan konsidinya tidak boleh kecapekan dan stres, menjadi syok tatkala mendapati Hans di depan pintu rumahnya. Ia menuduh Andika lah yang memberutahukan lokasi mereka tinggal pada Hans. Andika yang akhirnya mengetahui kondisi kesehatan Gadis yang sesungguhnya menjadi berang dan menyerang Hans tanpa basa-basi di kediamannya. Ia menyesalkan tindakkan Hans yang tidak sabaran dan dianggap hanya mementingkan dirinya sendiri. Sementara Hans berdalih ia melakukannya karena justru ia peduli akan semuanya, terlebih terus dihantui rasa bersalah yang membuat hidupnya tak tenang.
Gadis yang sempat memutuskan kembali ke rumah bundanya (Marini) akhirnya bersedia kembali ke rumah mereka bersama Andika, suaminya, dan ia pun mulai mencoba menerima kehadiran pria yang sekian bulan menemaninya itu, bahkan belajar mencintainya sebagaimana Andika terhadapnya. Kebahagian mulai merasuki kehidupan rumah tangga pasangan muda ini. Sayang, kebahagian itu tidak berlangsung lama pasalnya kondisi kandungan Gadis ternyata sudah amat menghawatirkan ketika suatu pagi Gadis mengeluhkan tidak dapat merasakan detak jantung bayi yang dikandungnya. Mereka bergegas memeriksakan kondisi Gadis ke rumah sakit. Celakanya, kondisi kandungan Gadis sudah teramat buruk sehingga terpaksa dilakukan operasi saat itu juga demi menghindari hal-hal yang lebih buruk. Sertelah menandatangani surat persetujuan operasi, Andika pun segera menghubungi bunda (Marini), ibunya (Rima Melati), dan tentu saja Hans.
Malang, konsidi yang sudah sebegitu parah membuat bayi yang dikandung Gadis bahkan tak sempat menghirup udara dunia ini karena ia telah meninggal di dalam kandungan enam jam sebelum operasi. Seolah kata pepatah sudah jatuh tertimpa tangga, ternyata kehilangan sang buah hati mesti silengkapi dengan kemungkinan kehilangan ibunya pula. Pasalnya Gadis yang mengalami pendaharan terancam tak bisa terselamatkan. Andika yang sempat bertemu Gadis berusaha tegar walau ia tahu harapan Gadis untuk bertahan amat tipis. Gadis yang masih sempat tersadar meminta dipeluk seraya meminta maaf belum mampu mencintai Andika sebagaimana ia mencintainya, pun ia pun memintakkan maaf untuk Hans seraya memintanya menyampaikan bahawa ia telah memaafkan Hans. Dan akhirnya Gadis pun menghembuskan nafas terahirnya dupelukkan Andika. Hans yang ternyata sedari tadi telah berada di ruang simana Gadis dirawat, akhirnya memeberanikan diri mendekat dengan berurai air mata. Andika kemudian meninggalkannya sambil mempersilakannya memeluk sang istri. Ia tahu benar bahwa Gadis memnag masih dan akan selalu mencintai Hans (yang ini sih kata penulis! hehehe).
Trailler
*****
*My Own Review*
Yah, as a melodrama, this movie as predicted, will be very mellow and tearful! Gak meleset meang, karena memang begitulah adanya, 1 Jam Saja itu melodrama yang berhasil ngasih efek mellow dan menguras air mata*. Alurnya mengalir maju mundur tidak berurutan. Gak masalah karena sequence nya masih tetep jelas kok gak aneh kayak sinema terahir yang penulis resensi. Diawali dan diakhiri oleh adegan dengan setting yang sama, kita dijak mundur untuk memahami konflik yang terbangun. Mulai dari kepergian Gadis; terjadinya hubungan yang merubah masa depan mereka; konflik batin Gadis, Hans, dan Andika; pernikahan tanpa cinta Gadis-Andika; bayang-bayang penyesalan Hans; pertemuan Gadis-Hans; kondisi Gadis yang semakin memburuk; sampai kepergian Gadis selama-lamanya, semuanya terekam dalam banyak scene sebelum diakhiri dengan obrolan penyeslan dua sahabat di atap gedung tinggi. Mereka sama-sama mengenangkan dan meyesalkan kepergian shabat sekaligus wanita yang dicintainya. Sebetulnya penulis sudah mulai bisa menebak akan seperti apa endingnya semenjak melihat adegan pembuka, bertambah kuat ketika dokter menyatakan kondisi Gadis bisa membahayakan keduanya. Terlebih penulis sempat membaca beberapa resensi yang mengindikasikan tidak berakhir dengan happy ending. Iya sih bakal sad ending, tapi jujur penulis gak nyangka kalau sumber kesedihannya adalah meninggalnya sang tokoh utama wanita. Penulis hanya berfikir, akan ada salah satu yang harus merelakkan untuk yang lain atau tidak memilih keduanya sama sekali. Tapi, penulis suka kok endingnya, maksudnya bagi penulis itu ending ang adil bagi semuanya. Tidak akan ada lahi yang menyakitu dan tersakiti. Tak akan ada lagi kebimbangan, kegamangan, rasa bersalah, rasa sungkan. Gadis akan selalu di hati mereka, kan repot juga jika ia masih hidup. Andika mencintainya, ia mencintai hans dan sebliknya, tapi ia telah menikah dengan Andika. Jadi, cukup adil bukan? Pun meninggalnya sang buah hati cukup bisa diterima. Kasian kan kalau ia tetap hidup sementara sang Ibu telah meninggalkannya. Salah-salah sudah besar ia diperebutkan oleh suami ibunya, ayah kandungnya, dan bisa jadi neneknya. Selain itu, awalnya penulis fikir kisahnya akan dituturkan dari mulai mereka zaman masih sahabatan baru maju-maju sampai kembali ke atap, namun ternyata scene masa lalu mereka hanya ditampilkan lewat cuplikan-cuplikan kilas balik yang hanya beberapa menit saja!
Sejujurnya, penulis kurang suka chemistry antara Andika-Gadis, tapi yah tidak begitu menganggu sih karena itu mah lebih cenderung subjektif! hehe. O,ya, soal menguras air mata iya penulis setuju film ini emang sedih (seperti udah digambarin dari awal cerita), kalay Vino bilang drama sedrama-drama nya. Drama kan identik sama kisah cinta, mengharu biru, sedih, mellow deh pokonya. Gak sedikit penonton yang tak bisa mnegendalikan air matanya apalagi di adegan puncak pas Gadisnya meninggal itu tapi entah mengapa mata penulis kering-kering aja tuh. Bohong kakau penulis gak sedih, tapi itu tadi gak sampai bikin air mata netes barang setetes. Apa penulis yang kurang dapet feel nya apa gimana yah? heu. Beda gituh waktu penulis nonton ALNI, wihh..susah deh buat mengendalikan tuh air mata sekalipun udah dil luar bioskop! Tapi sih kayaknya lebih karena emang begitulah tempo film drama, udah gak begitu aneh kali yah jadi kesannya biasa aja. Tapi, overall, film ini layak diapresiasi kok, akting pemainnya tetep memikat kok apalagi Vino nya...selalu bikin betah! hehehe. Film ini juga sekaligus karya come back-nya Rano Karno dengan PH karno's filmnya. Well, buat kamu-kamu yang lagi mellow and butuh ngeluarin air mata, nih flm cocok BGT buat kalian.. pun untuk pecinta film di tanah air, ayooo gak rugi deh liat kisah Andika-Gadis-Hans.. #LoveIndonesiaMovie# :))
Itulah yang terjadi pada Andika yang mestu bertepuk sebelah tangan karena Gadis, sahabat sekaligus perempuan yang dicintainya ternyata mencintai Hans, yang juga mencintainya. Meskipun begitu, tak ada ikatan cinta terjalin, apalagi janji yang terucap antara mereka selain persahabatan. Sampai suatu kali petaka muncul. Gadis dan Hans yang suatu kali hendak menyampaikan kabar gembira pada Andika ,yang mendapat beasiswa ke luar negeri, terjebak di tengah derasnya hujan karena mobil yang mereka tumpangi mogok. Di saat itulah peristiwa yang mengubah jalan hidup ketiganya itu terjadi. Hans dan Gadis melakukan hubungan terlarang hingga membuahkan janin dalam perut Gadis.
Gadis awalnya berniat menggugurkan janin tersebut karena Hans tak kunjung menampakkan batang hidungnya untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dan, Andika yang merasa bersalah dan memang mencintai Gadis bersedia melepaskan beasiswa yang amat dinanti-natikannya itu demi menikahi Gadis. Gadis awalnya menolak dengan dalih bukan Andika yang harus bertanggung jawab, namun semakin hari perut Gadis yang semakin membesar ditambah Hans yang tiba-tiba menghilang meluluhkan pendirian Gadis. Dengan penegasan bahwa Gadis takkan bisa mencintai Andika dan syarat tak tertulis bahwa Andika takkan menyentuh apalagi tidur sekamar dengan Gadis, menikahlah mereka.
Hans, yang masih menenangkan diri di rumah tepi pantainya, bergegas kembali ke Jakarta begitu mendengar bahwa Gasis telah menikah dengan Andika. Rasa bersalah tak kunjung menjauh darinya, malah semakin membayang-bayanginya setelah mendapati Andika, sahabatnya, yang justru menikahi Gadis yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya. Ia berusaha mencari tahu tentang keberadaan dua sahabatnya yang telah memiliki tempat tinggal sendiri pasca menikah, namun hasinya nihil. Sampai suatu ketika ia bertemu dengan Andika di sebuah bengkel. Saat bertemu, Andika kalap sampai-sampai ia diusir menjauhi bengkel. Hans, yang dikejar rasa bersalah bukannya menghindar justru malah mengikuti Andika seraya memohon maaf. Ia pun memohon agar bisa bertemu dengan Gadis untuk meminta maaf sekaligus bertanggung jawab. Andika yang kadung menikmati kebersamaannya dengan Gadis menolak dengan dalih mereka baru menikah sehingga malu bila tiba-tiba berpisah. Hans rupanya pantang meyerah, berkali-kali ditolak, berkali-kali pula ia memohon dipertemukan dengan Gadis hingga akhirnya ia menyewa seseorang untuk mencari tahu tempat tinggal Gadis dan Andika.
Sementara itu, kandungan Gadis yang telah memasuki bulan ketujuh ternyata mengalami masalah. Ia mengalami hipertensi yang bisa mempengaruhi kehamilan bahkan keselamatannya bila tidak ditangani dengan baik. Sang Dokter (Widyawati) meyarankan padanya untuk memberi tahu suaminya dan sering kontrol. Namun, Gadis yang kekeuh tidak memberitahukan perihal kondisi yang membahayakan janin dan jiwanya ini pada Andika, bahkan kontrol pun diabaikannya. Gadis yang dengan konsidinya tidak boleh kecapekan dan stres, menjadi syok tatkala mendapati Hans di depan pintu rumahnya. Ia menuduh Andika lah yang memberutahukan lokasi mereka tinggal pada Hans. Andika yang akhirnya mengetahui kondisi kesehatan Gadis yang sesungguhnya menjadi berang dan menyerang Hans tanpa basa-basi di kediamannya. Ia menyesalkan tindakkan Hans yang tidak sabaran dan dianggap hanya mementingkan dirinya sendiri. Sementara Hans berdalih ia melakukannya karena justru ia peduli akan semuanya, terlebih terus dihantui rasa bersalah yang membuat hidupnya tak tenang.
Gadis yang sempat memutuskan kembali ke rumah bundanya (Marini) akhirnya bersedia kembali ke rumah mereka bersama Andika, suaminya, dan ia pun mulai mencoba menerima kehadiran pria yang sekian bulan menemaninya itu, bahkan belajar mencintainya sebagaimana Andika terhadapnya. Kebahagian mulai merasuki kehidupan rumah tangga pasangan muda ini. Sayang, kebahagian itu tidak berlangsung lama pasalnya kondisi kandungan Gadis ternyata sudah amat menghawatirkan ketika suatu pagi Gadis mengeluhkan tidak dapat merasakan detak jantung bayi yang dikandungnya. Mereka bergegas memeriksakan kondisi Gadis ke rumah sakit. Celakanya, kondisi kandungan Gadis sudah teramat buruk sehingga terpaksa dilakukan operasi saat itu juga demi menghindari hal-hal yang lebih buruk. Sertelah menandatangani surat persetujuan operasi, Andika pun segera menghubungi bunda (Marini), ibunya (Rima Melati), dan tentu saja Hans.
Malang, konsidi yang sudah sebegitu parah membuat bayi yang dikandung Gadis bahkan tak sempat menghirup udara dunia ini karena ia telah meninggal di dalam kandungan enam jam sebelum operasi. Seolah kata pepatah sudah jatuh tertimpa tangga, ternyata kehilangan sang buah hati mesti silengkapi dengan kemungkinan kehilangan ibunya pula. Pasalnya Gadis yang mengalami pendaharan terancam tak bisa terselamatkan. Andika yang sempat bertemu Gadis berusaha tegar walau ia tahu harapan Gadis untuk bertahan amat tipis. Gadis yang masih sempat tersadar meminta dipeluk seraya meminta maaf belum mampu mencintai Andika sebagaimana ia mencintainya, pun ia pun memintakkan maaf untuk Hans seraya memintanya menyampaikan bahawa ia telah memaafkan Hans. Dan akhirnya Gadis pun menghembuskan nafas terahirnya dupelukkan Andika. Hans yang ternyata sedari tadi telah berada di ruang simana Gadis dirawat, akhirnya memeberanikan diri mendekat dengan berurai air mata. Andika kemudian meninggalkannya sambil mempersilakannya memeluk sang istri. Ia tahu benar bahwa Gadis memnag masih dan akan selalu mencintai Hans (yang ini sih kata penulis! hehehe).
Trailler
*****
Yah, as a melodrama, this movie as predicted, will be very mellow and tearful! Gak meleset meang, karena memang begitulah adanya, 1 Jam Saja itu melodrama yang berhasil ngasih efek mellow dan menguras air mata*. Alurnya mengalir maju mundur tidak berurutan. Gak masalah karena sequence nya masih tetep jelas kok gak aneh kayak sinema terahir yang penulis resensi. Diawali dan diakhiri oleh adegan dengan setting yang sama, kita dijak mundur untuk memahami konflik yang terbangun. Mulai dari kepergian Gadis; terjadinya hubungan yang merubah masa depan mereka; konflik batin Gadis, Hans, dan Andika; pernikahan tanpa cinta Gadis-Andika; bayang-bayang penyesalan Hans; pertemuan Gadis-Hans; kondisi Gadis yang semakin memburuk; sampai kepergian Gadis selama-lamanya, semuanya terekam dalam banyak scene sebelum diakhiri dengan obrolan penyeslan dua sahabat di atap gedung tinggi. Mereka sama-sama mengenangkan dan meyesalkan kepergian shabat sekaligus wanita yang dicintainya. Sebetulnya penulis sudah mulai bisa menebak akan seperti apa endingnya semenjak melihat adegan pembuka, bertambah kuat ketika dokter menyatakan kondisi Gadis bisa membahayakan keduanya. Terlebih penulis sempat membaca beberapa resensi yang mengindikasikan tidak berakhir dengan happy ending. Iya sih bakal sad ending, tapi jujur penulis gak nyangka kalau sumber kesedihannya adalah meninggalnya sang tokoh utama wanita. Penulis hanya berfikir, akan ada salah satu yang harus merelakkan untuk yang lain atau tidak memilih keduanya sama sekali. Tapi, penulis suka kok endingnya, maksudnya bagi penulis itu ending ang adil bagi semuanya. Tidak akan ada lahi yang menyakitu dan tersakiti. Tak akan ada lagi kebimbangan, kegamangan, rasa bersalah, rasa sungkan. Gadis akan selalu di hati mereka, kan repot juga jika ia masih hidup. Andika mencintainya, ia mencintai hans dan sebliknya, tapi ia telah menikah dengan Andika. Jadi, cukup adil bukan? Pun meninggalnya sang buah hati cukup bisa diterima. Kasian kan kalau ia tetap hidup sementara sang Ibu telah meninggalkannya. Salah-salah sudah besar ia diperebutkan oleh suami ibunya, ayah kandungnya, dan bisa jadi neneknya. Selain itu, awalnya penulis fikir kisahnya akan dituturkan dari mulai mereka zaman masih sahabatan baru maju-maju sampai kembali ke atap, namun ternyata scene masa lalu mereka hanya ditampilkan lewat cuplikan-cuplikan kilas balik yang hanya beberapa menit saja!
Sejujurnya, penulis kurang suka chemistry antara Andika-Gadis, tapi yah tidak begitu menganggu sih karena itu mah lebih cenderung subjektif! hehe. O,ya, soal menguras air mata iya penulis setuju film ini emang sedih (seperti udah digambarin dari awal cerita), kalay Vino bilang drama sedrama-drama nya. Drama kan identik sama kisah cinta, mengharu biru, sedih, mellow deh pokonya. Gak sedikit penonton yang tak bisa mnegendalikan air matanya apalagi di adegan puncak pas Gadisnya meninggal itu tapi entah mengapa mata penulis kering-kering aja tuh. Bohong kakau penulis gak sedih, tapi itu tadi gak sampai bikin air mata netes barang setetes. Apa penulis yang kurang dapet feel nya apa gimana yah? heu. Beda gituh waktu penulis nonton ALNI, wihh..susah deh buat mengendalikan tuh air mata sekalipun udah dil luar bioskop! Tapi sih kayaknya lebih karena emang begitulah tempo film drama, udah gak begitu aneh kali yah jadi kesannya biasa aja. Tapi, overall, film ini layak diapresiasi kok, akting pemainnya tetep memikat kok apalagi Vino nya...selalu bikin betah! hehehe. Film ini juga sekaligus karya come back-nya Rano Karno dengan PH karno's filmnya. Well, buat kamu-kamu yang lagi mellow and butuh ngeluarin air mata, nih flm cocok BGT buat kalian.. pun untuk pecinta film di tanah air, ayooo gak rugi deh liat kisah Andika-Gadis-Hans.. #LoveIndonesiaMovie# :))
Tidak ada komentar:
Posting Komentar