Kamis, 31 Mei 2012

Indonesia Movie Award 2012



Diawali dengan penayangan Red Carpet yang dipandu dua co-host Indra Bekti dan Ivan Gunawan, IMA 2012 kemudian menayangkan VT yang dibintangi oleh Verald Humanggo yang lalu menyambung aksinya di panggung IMA dengan iringan musik dari Koil Band.  Kemudian atraksi baju lampu oleh dua “raksasa” mengiringi penampilan Bondan & Fade 2 Black “Tak Terkalahkan”  yang juga dilengkapi dengan baju berlampu.  Penampilan marathon dari para pengisi acara berhasil membakar panggung IMA  2012 *berasa kan gini kompetisinya,  dibandingin sama yang di tipi tetangganya 2 minggu ke belakang, upps*.  Setelahnya Wingky Wiryawan dan Prisia Nasution sebagai main host-nya pun akhirnya muncul menyapa hadirin dan pemirsa di atas panggung.

Sebagaimana dijelaskan para host, IMA menggunakan dua format, yakni terbaik yang merupakan pilihan juri, dan favorit yang dipilih oleh pemirsa melalui (apalagi kalau bukan) sms.  Turut hadir pula jajaran dewan juri yang terdiri dari Didi Petet (Actor, Acting Coach), Laila S. Chudori, Salman Aristo (Script Writer), Alex Komang (Actor), dan Aditya Gumay (Director, Script Writer).

Poppy Sovia dan Tora Sudiro berkesempatan membacakan nominasi pertama malam itu.  keduanya membacakan nominasi Pendatang Baru Pria Terfavorit dengan nominasi Axel Andaviar (Masih Bukan Cinta Biasa), Baim Wong (Dilema), Marcel Domits (Batas), Qausat Hata Y. (Mengejar Angin), Yosie Kristanto (Tendangan Dari Langit). 

Restu Sinaga dan Adinia Wirasti sudah menunggu di sudut panggung lain untuk membacakan nominasi Pendatang Baru Wanita Terfavorit yang menominasikan Astrid Tiar (Badai di Ujung Negeri), Dinda Hauw (Surat Kecil Untuk Tuhan), Prisia Nasution (Sang Penari), Siti Helda Meilita (Mengejar Angin), Tara Basro (Catatan Harian Si Boy). 

Berhubung ini nominasi favorit yang notabene dipilih pemirsa, ya no comment aja ya selera masyarakat berarti ya para pemenang itu.  kalau diliat latar  belakangnya mungkin (ini mungkin ya) salah satu indikatornya adalah seberapa familiar para nomine.  Dan kalau iya gak heran juga ya secara pemenang kategori pendatang pria terfavorit kan jauh lebih dulu ngeksis di layar kaca, sementara film yang dibintangi pendatang wanita favorit kan udah beberapa kali diputer di beberapa stasiun TV nasional. 

Wingky dan Pia kemudian memanggil Cut Mini dan Yama Carlos yang berduet membacakan nominasi Pemeran  Utama Pria Terfavorit  dengan nominasi Deddy Mizwar (Kentut), Donny Damara (Lovely Man), Oka Antara (Sang Penari), Tio Pakusadewo (Dilema), Tora Sudiro (Arisan 2).

Ada Akbar yang (maksudnya) menghibur hadirin dengan teori soal tiga jenis penonton dan perbedaan penonton pria dan wanita.  Ia menghantarkan keluarga Irawan (Dewi, Ria, dan Ade) membacakan nominasi Pemeran Utama Wanita terfavorit Adinia Wirasti (Jakarta Maghrib), Cut Mini (Arisan 2), Nani  Wijaya (Ummi Aminah), Raihanuun (Lovely Man), Wulan Guritno (Dilema).  

Wow..Dilema mendominasi raihan Pemeran Utama terfavorit.  Well, persaingan ketat seperti halnya di kategori Pendatang Baru menurut penulis pribadi lebih cenderung terjadi di kategori wanita.  Penulis padahal ngejagoin Raihanuun dan malah kurang suka sama perannya dan cara mbak Wulan bawain peran itu di Dilema itu. 

Sejumlah cuplikan film ditampilkan sebelum Coboy Junior menghibur hadirin dengan tembang “Elang” yang berlatar belakang film “Lima Elang” yang bertemakan Pramuka dan perkemahan.  Dwiki Darmawan seorang diri membawakan nominasi Soundtrack Terfavorit yang nominasinya dinyanyikan secara langsung dengan marathon oleh Pentaboyz: “Pupus” (Pupus), “Cubit-Cubitan”(Get Married 3), “I Need You” (Purple Love), “Darah Garuda” (Garuda di Dadaku 2), “Tendangan dari Langit” (Tendangan dari Langit.

Baru di kategori ini nih favorit penulis juga akhirnya keluar sebagai peraih Piala Layar Emas, emang asik sih, sayang seribu sayang penulis belum sempet nonton film ini. 

Ari Sihasale dan Nia Zulkarnaen mengawali pembacaan nominasi kategori Terbaik untuk kategori Pemeran Anak-Anak Terbaik dengan nominasi Emir Mahira (Garuda di dadaku 2), Monica Sayangbati (Serdadu Kumbang), Sayev M. Billah (Semesta Mendukung), Vicky Super K (Simfoni Luar Biasa), Yudi Miftahudin (Serdadu Kumbang).

Kategori ini penulis sebenernya ngejagoin si pangeran kecil ganteng Emir Mahira, tapi sih siapa aja juga pada akhirnya penulis yakin ya itulah yang terbaik menurut juri.  Sayang, lagi lagi penulis melewatkan film ini selagi masih tayang di bioskop.

Olivia Jensen didampingi Robertino membacakan nominasi Pendatang Baru Pria Terbaik yang menominasikan Axel Andaviar (Masib BCB), Baim Wong (Dilema), Marcel Domits (Batas), Qausar Harta Yudana (Mengejar Angin), Yosie Kristanto (Tendangan Dari Langit.

Mongol, komik yang tengah menjadi pusat perhatian hadir seorang diri, berstand up comedy di atas panggung.  *waktunya ngakak* sebelum kemudian Mieke Wijaya dan Rangga Joned mengambil alih panggung.  Keduanya membacakan nominasi Penatang Baru Wanita Terbaik yang nominasinya adalah Astrid Tiar (Badai di Ujung Negeri), Dinda hauw (Surat Kecil Untuk Tuhan), Prisia Nasution (Sang Penari), Siti Helda Meilita (Mengejar Angin), Tara Basro (Catatan Harian Si Boy).

Nah, disini baru deh kan sesuai ekspektasi para pemenangnya, yah kalau dibandingkan dengan versi favorit ya berarti masyarakat emang lebih cenderung mencari sosok yang sudah popular di mereka..

Mrario Lawalata dan Atrid Tiar hadir membacakan nominasi Pasangan Terbaik pasca penampilan duet  Dewi Sandra-Olla ramlan Donny Damara & Raihanuun (Lovely Man), Pevita Pearce & Wulan Guritno (Dilema), Prisia Nasution & Oka Antara (Sang Penari), Reza rahardian & Adinia Wirasti (Jakarta Maghrib), Surya Saputra & Rio Dewanto (Arisan 2).

Waduh...sekalipun yang menang my fave actor, aa Reza rahardian, tapi jujur penulis lebih suka chemistry Donny Damara-Raihanuun atau Prisia Nasution-Oka Antara loh..eeh tapi dipikir-pikir lagi ternyata penulis gak kebagian nonton Jakarta Maghrib, so gak bisa liat acting mereka berdua,  selamat aj deh aa *tapi gak suka momen menunggu kissing scene-nya*.

Samuel Rizal mendampingi Pierre Gruno hadir membacakan nominasi Pemeran Pendukung Pria Terbaik: Abimana Arya (Catatan Harian si Boy), Agus Kuncoro (Tendangan Dari langit), Hendro Djarot (Sang Penari), Mathias Mutchus (Mengejar Angin), Rio Dewanto (Arisan 2). 

Donny Damara bersama Dinda Hauw membawakan nominasi Pemeran Pendukung Wanita Terbaik Adinia Wirasti (Arisan 2), Dewi Irawan (Sang Penari), Ira Maya Sopha (Simfoni Luar Biasa), Poppy Sovia (Catatan Harian Si Boy), Sarah Sechan (Arisan 2). 

Sayanggggggg sekali lagi-lagi mas Agus Kuncoro harus cukup puas menjadi nominasi, padahal penulis sih pengen ya paling enggak disini doi dapet setelah di FFI dan FFB pun gak dapet.  Tapi di kategori wanita, syukurlah pemenangnya sesuai ekspektasi gak kayak di ajang award serupa dua pekan sebelumnya.

Latinka, Angel, dan Gisel menayanyikan “Badai Pasti Berlalu”, alamat pembacaan Penghargaan Khusus Lifetime Achievement Award yg bakal dikasihin kalo gak ke om Slamet Rahardjo kayaknya Roy Martin atau Christine Hakim *nah lho*.  Oohh…ternyata Cuma sebagai reminder, okay..

Duo cowok cool yang beda umur, aa Reza rahardian sama on Tio Pakusadewo membacakan nominasi Pemeran Utama Wanita Terbaik Adinia Wirasti (Jakarta Maghrib), Cut Mini (Arisan 2), Nani Wijaya (Ummi Aminah), Raihanuun (Lovely Man), Wulan Guritno (Dilema). 

Sedangkan nominasi Pemeran Utama Pria Terbaik dibacakan oleh Wulan guritno yang bersanding dengan Ray Sahetapi yang menominasikan Deddy Mizwar (Kentut), Donny Damara (Lovely Man), Oka Antara (Sang Penari), Tio Pakusadewo (Dilema), Tora Sudiro (Arisan 2).

Dan..yap, untuk kategori pemeran utama terbaik diborong sama cast-nya Lovely Man.  Untuk di kategori pria penulis gak begitu bermasalah, artinya sepakat, ya semoga tidak terpengaruhi beban kalau sebelumnya mas Donny “Ipuy” Damara ini udah menang di Asia Film Festival.  Nah, kalau untuk mbak Raihanuun sih penulis masih inget bener pas adegan yang “Aku Cahaya…uhukhukhuk”, tapi entah karena keseringan dihadirkan sosok Prisia Nasution sebagai jawara di kategori ini ya penulis sebenarnya lebih condong ke doi, hemm..semoga aja juga bukan gara-gara Prisia-nya udah menang di kategori pendatang baru, jadi bagi bagi nominasi gitu, semoga sportif semuanya, selamat buat mas Donny dan mbak Raihanuun.

Akhirnya, dua perwakilan dewan juri Didi petet dan Alex Komang hadir membacakan nominasi Film Terfavorit yang menghadirkan 12 kategori: “Arisan 2” (Kalyana Shira Film), “Catatan Harian Si Boy” (700 Pictures), “Dilema” (WGF Pictures & 87 Film), “Garuda Di Dadaku 2” (SBO Films, Indika, Kompas), “Get Married 3” (PT. Kharisma Starvision Plus), “Jakarta Maghrib” (Indie Picture, Lovely Man (Karuna Pictures, “Masih Bukan Cinta Biasa” (Wannabe Picture), “Pengejar Angin” (Putar Production),” Sang Penari” (Salto Film, Indika, Kompas-Gramedia), “Serdadu Kumbang” (Alenia Picture), “Tendangan Dari Langit” (Sinemart Picture). 

Okay, berhubung ini labelnya favorit yang notabene pilihan pemirsa, jadi ya gak banyak protes deh, apalagi ternyata perwakilan yang ngasih winning speech dari film yang bersangkutan salah satunya ya sang pemeran utama, si pangeran muda ganteng Emir Mahira!  Suaranya sekarang ya, hemm..suara anak cowok menuju ke remaja cowok, mulai beurat!  Congrates bro!

Dengan dibacakannya kategori Film terfavorit, maka berakhir sudah gelaran Indonesia Movie Award 2012. *teu rame*
***

Udahan? Kirain masih ada kategori terbaiknya buat film.  Penulis juga sebenarnya menantikan kategori yang lumrah ada di award film, macam sutradara, penulis skenario, penata kamera, penata musik, sinematografer, dan lain-lain, pokoknya mereka yang berada di belakang layar.  Tapi ternyata? Nihil! Well, mungkin dari segi penyelenggaraan, IMA 2012 ini lebih berasa nuansa awardnya, artinya atmosfer award dibangun melalui perpaduan host, pengisi acara, pembaca nominasi, sampai ke lokasi dan set panggungnya.  Jadi nuansa kemegahan berbalut eleganitas dari satu ajang penghargaan itu berasa.  Kalau harus membandingkan sama award serupa dua pekan sebelumnya, maaf ya, kalah jauh.  Acara award di stasiun tv ‘satu untuk semua’ itu bagi penulis pribadi tak ubahnya acara musik mingguan milik stasiun tv bersangkutan Cuma dihadiri oleh sederetan aktor dan aktris sebagai bintang tamu, tok!  Hostnya, pengisi acaranya, sampe pembaca nominasinya itu semua stasiun tv yang bersangkutan punya.  Pokonya disana penulis gak bisa ngerasain gengsi dari suatu ajang penghargaan.  Berlebihan?  Gak kok emang begitu yang penulis rasakan. 

Bagaimana dengan IMA?  Yah, nothing perpect ya memang.  Ketika IMAmemiliki semua unsur yang mesti ada dalam suatu ajang penghargaan bergengsi, sayang komponen utama yakni nominasi sama sekali tidak lengkap.  Yang diapresiasi disini hanya rasanya terbatas pada sebagian unsur film saja, hanya dari unsur pemain, yang muncul di layar.  Sementara mereka yang dibalik layar, sebagaimana diungkapkan sebelumnya, tidak kebagian apresiasi di sini.  Untuk format favorit dan terbaiknya sendiri taka da masalah karena toh komitmennya msih ditunjukkan dengan hadirnya kategori terbaik mendampingi favorit.  Selain itu dari segi peraih nominasi pun tidak banyak kejutan berarti.  Dari nominasi pun penulis lebih merasa puas dibanding nominasi award si stasiun tv sebelah sebelumnya.  Cuma di beberapa nominasi ada kesan seperti ingin bagi-bagi piala, soalnya tidak ada yang memboyong lebih dari satu piala, kecuali satu film iya ada yang memboyong beberapa piala seperti Dilema dan Jakarta Maghrib. 
Sebenarnya yang bikin penulis agak kurang sreg yakni reputasi sang pemilik hak siar yang di ajang award tertentu disinyalir berlaku tidak adil dengan dominannya perolehan nominasi yang menyertakan stasiun tv bersangkutan.    Jadi sempet khawatir aja kalau ada sedikit unsur ‘politis’ untuk menghapus image kurang baik yang kadung melekat.  *semoga tidak*.   Yang menarik dari IMA 2012 ini adalah dominasi nominasi.  Jakarta Maghrib, Lovely Man, dan Dilema bersaing ketat mengoleksi gelar.  Padahal di FFI, yang mendominasi adalah Sang Penari karya Ifa Isfansyah, sementara dalam FFB, sang istri, kamila Andini melalui the Mirror Never Lies-lah yang mendominasi.  Okay, Sang Penari masih adalah, tapi The Mirror never Lies? Gak masuk di satu kategori pun, aneh! 

Menilik fakta ini, pada akhirnya penulis berkesimpulan bahwa tiap ajang penganugeraan memang memiliki kekurangan dan kelebian masing-masing.  Jika award yang satu unggul dari segi penyelenggaraan, tapi hanya memberikan penghargaan untuk segelintir kategori saja, nah award yang lain lengkap dari segi kategori nominasi (sampai ke sinetron dan soundtrack), eeh..penggarapannya menegcewakan.  Selain itu, masing-masing ajang juga kayaknya punya kriteria dan standarisasi masing-masing, yang cukup sangat berbeda satu sama lain, walhasil para pemenang di ajang yang satu bisa jadi sangat berbeda dengan pemenang di ajang yang lainnya.  Ada masala? Sah-sah saja sih bagi penulis selama penilaian dilakukan secara fair dan jauh dari unsur politisasi *plis mau jadi apa bangsa ini kalau segala sektor kehidupan dipolitisasi?*.  Pokoknya maju terus perfilman Indonesia!

FFB 2012



Ada yang spesial dalam penyelenggaraan FFB ke-25 tahun ini.  Selama 25 tahun penyelenggaraannya baru kali ini salah satu festival film paling bergengsi ini disiarkan sevcara live di salah satu staiun TV sawsta.  Good News bagi pecinta film—pecinta dan penikmat, bukan pengamat, okay--

Dibuka oleh penampilan tari Jaipong oleh 6 Mojang, Charlie Van Houten masuk dalam iringan sisingaan membawakan lagu “Jangan Ngarep”-nya Setia Band, Band baru yang diawakinya.  Disusul oleh penempilan CherryBelle  dengan tujuh personil tersisanya menembangkan “Love Is You”.  (Aneh deh penampilan Girl Band yang baru kehilangan dua personel, serasa ada something missing yang bikin penampilan mereka serba kagok, baik dari segi nyanyian pun gerakan tariannya, pengaruh hengkangnya dua personel yg penulis suka gitu? *uppss…ketauan!*)

Andika Pratama dan Acha Septriasa diikuti oleh Narji dan Reuben kemudian muncul menyapa hadirin dan pemirsa (borongan maak!).  tanpa berpanjang-panjang, Reza rahardian muncul bersama Chantique mumcul untuk membacakan nominasi Pemeran Pembantu Pria Terpuji (Billy sandy—Negeri  5 Menara, Mathias Muchus—Pengejar Angin, Agus Kuncoro, Surya Saputra—Malaikat Tanpa Sayap, Putu Wijaya).

Selanjutnya, kategori Penata Musik Terpuji dibacakan oleh Project Pop dengan nominee (Tya Subiakto, Thorsi Ageswara, Tya Subiakto—Hafalan Shalat Dellisa, Aksyan & Titi SjumanSang Penari, Thorsi Ageswara).  Seusai mebmbacakan nominasi, Project Pop pun menghibur penonton dan pemirsa lewat tembang “Dangdut is the music of my country”. 

Setelah iklan pertama, tiba-tiba muncul sesosok Uya Kuya bermonolog di atas panggung seputar “diskriminasi” yang terjadi terhadap film tentang sebangsa ning pocong dan kawan-kawannya, yang banyak tapi tidak pernah masuk nominasi!  Setelah cukup lama bermonolog, akhirnya sang anak Cinta pun muncul membawakan kertas berisi nominasi Pemeran Pembantu Wanita Terpuji yang terdiri dari (Dewi Irawan—Sang Penari, Hj. Jenny Rachman, Paramitha Rusady—Umi Aminah, Ira Maya Sopha—Mother Keder, Ratna Riantiano—Get Married 3).  Dan seperti halnya project pop, pasangan ayah-anak ini pun kemudian mempersembahkan sebuah lagu setelah pembacaan nominasi .

Duet Narji-Reuben kembali mengisi panggung untuk menghantarkan pembaca nominasi Poster Terpuji (nah kan…asiik nih festival!) oleh Lyla Band dengan nominee (Di bawah Lindungan ka’bah, Pengejar Angin, The Mirror Never Lies, Tanda Tanya, Sang Penari).  Tidak seperti pembaca nominasi yang sudah-sudah yang terus menyanyi, justru cepot muncul di layar membawakan peran Syahrini-Aisyahrani tepat sebelum teteh “alhamdulillah sesuatu” membawakan lagu andalannya “Sesuatu”.

Sebelum jeda muncul parade Film Asing Terpuji (berasa Oscar*woow*) dengan nominasi The Tree of Life, The iron Lady, The Lady, Hugo, Midnight in Paris, 5 Days of War,

Begitu beres jeda, giliran Acha-Andika yang muncul di panggung (baru deh berasa ada di festival film nih..heu) menghantarkan Agus Kuncoro membacakan nominasi untuk kategori Penata Kamera Terpuji (yadi Sugandi-?, Faozan Rizal—Pengejar Angin, Ipung Rahmat Saiful—Di Bawah Lindungan Ka’bah, Bambang Supriadi—HSD , Ipung Rahmat Saiful—The Mirror Never Lies).  Indah Dewi Pertiwi kemudian tampil membawakan lagu “Gerakan Badanmu”. 

Derby Romero, si Sadam di “Petualangan Sherina”, membacakan nominasi khusus kepada Chantique Shargiel yang dinilai sukses memerankan seorang anak yang kakinya diamputasi dalam Hafalan Shalat Dellisa.  Kemudian, Dwi Sasono dan Prisia Nasution muncul untuk membacakan nominasi Penata Editing Terpuji (Wawan I. wibowo—Pengejar Angin, Cessa David Lukmansyah—Sang Penari, Wawan—The Mirror Never Lies, Cessa David Lukmansyah—Hafalan Shalat Dellisa, Yoga Tripratama—Di Bawah Lindungan Ka’bah). Pasangan suami istri Melly Goeslaw-Anto Hoed berduet menyanyikan lagu “Let’s talk about love” sebelum jeda.

Andika-Acha kembali menyapa pasca jeda sebelum kemunculan Roy Martin dan Dede Yusuf beserta sejumlah aktor senior dan pejabat perfilman lainnya untuk membacakan kategori Lifetime Achievement Award kepada Aminah Cendrakasih dan Slamet Rahardjo diiringi lagu “Tanah Air Beta” oleh Project Pop.  Keluarga Uya Kuya turut eksis di panggung tepat sebelum jeda. 

Lyla membuka jeda dengan hits “.  Penulis Skenario Terpuji yang dibacakan oleh Surya Saputra mengadirkan nominasi sbb (Salman Aristo—SP, Ben Sihombing—Pengejar  Angin, Nirmawan Hatta—The Mirror Never Lies, Jerimias--, Monty Tiwa—Sampai Ujung Dunia).  Syahrini pun kembali menghibur dengan single teranyarnya “Semua Karena Cinta”.

Jihan Fahira dan Dian Sidik hadir membawakan nominasi Penata Artistik Terpuji (Eros Eflin—Sang Penari, Fauzi—Pengejar Angin, Allan Sebastian-Dibawah Lindungan Ka’bah, Toni Trimastanto & Tommy D. Setyanto-The Mirror Never Lies, --Malaikat Tanpa sayap).  *disini kacau* belum juga pemenang kedua—kan ada dua pemenang—menyampaikan winning speech, ehh…Super Gerlies dengan “Aw aw aw” nya main nyodok aja ke panggung.  #sesuatu

Eits….pasca jeda sekelompok anak muda yang menamakan band mereka yang beraliran melayu sebagai Gamma 1 menyanyikan lagu berjudul “1/2”.  Ray Sahetapi bersama Tio Pakusadewo hadir di atas panggung menghantarkan nominasi Sutradara Terpuji (Ifa Isfansyah—Sang Penari, Kamila Andini—The Mirror Never Lies, Hanny R. saputra—Di Bawah Lindungan Ka’bah, Hanung Bramantyo—?, Ari Sihasale—Serdadu Kumbang.

Apa pula ada 6 Stars menyanyikan “Pretty Women” sebelum pembacaan nominasi Pemeran Utama Pria Terpuji oleh Maudy Ayunda dan Syahrini (Oka Antara—Sang Penari, Abimana Aryasatya, Qausar HY—Pengejar Angin, Dwi Sasono—Sampai Ujung Dunia, Reza rahardian—The Mirror Never Lies).  Masih aja ada Girl Band lagi, Soulmatch. *hemm…bener-bener karnaval SCTV ini mah*

Nah, lumayanlah duet mbak Acha sama aa Reza Rahardian *muach..muach..muach* menyanyikan soundtrack Broken Heart gubahan Melly Goeslaw berjudul .  Muncullah kemudian dua cowok ganteng: Yama Carlos dan Adipati membacakan nominasi Pemeraan Utama Wanita Terpuji (Prisia Nasution—Sang Penari, Chantique Shargiel—Hafalan Shalat Dellisa, Atiqah Hasiholan—The Mirror Never Lies, Maudy Ayunda—Malaikat Tanpa Sayap).  Derby Romero and The Revolution pun tampil menghibur penonton kemudian dengan lagu “Dan Aku”.

Setelah jeda, Setia Band muncul kembali menyanyikan “Broken Heart” yang disusul pembacaan nominee Film Trepuji yang diawali menyanyikan Himne FFB oleh Melly Goeslaw.  Pembacaan nominasi Film Terpuji ini dibacakan langsung oleh dua insan perfilman senior Deddy Mizwar dan Slamet Rahardjo (Sang Penari, Pengejar Angin, The Mirror Never Lies, Di Bawah Lindungan Ka’Bah, Hafalan Shalat Dellisa).

Berikut petikan testimony ole dua pelaku film kawakan Indonesia:

“Pada saat film bermutu banyak ditonton oleh penonton pasti menciptakan kondisi ideal dimana film bermutu disaksikan banyak insan untuk menghasilkan film bermutu lainnya.” Deddy Mizwar.

“Tahu bagaimana skenario, editing, pengarahan , sutradara itu senimana sekaligus teknisi” Slamet Rahardjo.

Daftar perai Piala Terpuji selengkapnya bisa dilihat di sini:
http://id.wikipedia.org/wiki/Festival_Film_Bandung
***

Overall, kenapa ya apa karena ini ditayangin di SCTV jadi ada semacam konpensasi yang dalam bahasa kerennya moU bahwa para pengisi acaranya SCTV pisan.  Maksudnya artis-artis yang sering atau langganan tampil di panggung karnaval atau InbOx-nya SCTV.   Cuma bedanya, ada sejumlah aktri dan aktor Film Indonesia yang juga turut mengisi acara.  Nah, karena ini pertama kalinya live, jadi penasaran apakah tahun-tahun sebelumnya suasananya juga seperti ini? Heu

FFB kali ini bisa dikatakan milik “the Mirror Never Lies”   Prestasi yang ditorekan Kamila Andini melalui TMNL bisa dikatakan sebagai “pembalasan” atas dominasi suaminya melalui “Sang Penari” di FFI lalu.  Igaan kecurigaan penulis bawa Kamila Andini memiliki dara Bandung pun terbukti, yes she is lewat winning speech-nya yang menghaturkan rasa terima kasih pada keluarga besarnya di Bandung.  Mengetaui fakta tersebut penulis secara konyol berfikiran bahwa faktor Bandung-la yang turut mensukseskan mojang ini Berjaya di ajang FFB. 

Yang menarik sekaligus mengherankan *bagi penulis*, berbagai nominasi yang diadirkan di tiap-tiap kategorinya cukup berbeda jauh dengan FFI yang sudah lebih dulu digelar.  Menjadi mengherankan karena banyak diantara nominasi yang menurut penulis sebagai awam sebaiknya diisi oleh nominee lain.  kesimpulan itu penulis ambil berdasarkan hasil review terhadap film-film tersebut dari beberapa sumber terpercaya.  Jadi ya film-film yang dinilai banyak penikmat sekaligus pengamat film biasa-biasa, tapi justru istimewa di mata para dewan juri, disitulah uniknya (sekaligus aneh *kekeuh*).  Begitupun dengan para pemenangnya, banyak yang meleset dari ekspektasi penulis, banyak pula yang berbeda dengan asil FFI *beda dewan juri, beda selera; beda festival, beda kriteria, nampaknya…*

Okay, terlepas dari nominasi dan para pemenangnya, secara keseluruan bisa dikatakan penulis kecewa dengan piak penyelenggara.  Tidak ada yang sala dengan konsep outdoor, toh FFI pun pernah menggelar konsep serupa beberapa tahun ke belakang, juga di lokasi yang sama.  Tapi, kekecewaan penulis lebi pada pengemasan acara, mulai dari co-Host, pengisi acara, bakan beberapa pembaca nominasi.  Jujur kemarin seperti yang telah disinggung di atas, penulis tak ubanya menyaksikan Karnaval SC** dengan bintang tamu para aktor dan aktris.  Semua suguhan yang ditampilkan sama sekali kurang menampakan cita rasa ke-award-annya, gak berasa meganya, hilang gengsinya.  Ulang taun perak (ke 25) pun jadi tidak berasa, jadi seolah bukan merupakan momen spesial. 

Entahlah, mungkin sang media partner turut berperan dalam ke-tidakpas-an penyelenggaraan perhelatan tsb.  Karena memang penulis peratikan belakangan ajang award-awardan serupa di stasiun TV yang sama emang semakin berasa kurang nendang, digarap terlalu ringan dan terkesan kurang serius.  Mungkin maksud awalnya ingin mengilangkan kesan kaku dan formal dari acara serupa, tapi pada akhirnya malah kebablasan sampai-sampai berasa turun kelas.  *well, ini si Cuma pendapat penulis pribadi sebagai yang rutin mengikuti acara penganugerahan model begini, emang sih sa sa aja tampil beda selaamaa masi memperhatikan nama besar ajang tersebut, kan sayang aja, udah besar-besar namanya mesti tercoreng gara-gara penggarapan yang kurang serius, eu ini ma isi hati penikmat yang sesekali mencoba jadi pengamat—yang masi amatir—perfilman Indonesia.


Jumat, 25 Mei 2012

Curhat aa Opik Soa Bulu Tangkis Tanah Air

begitu liat headline dan buka link ini, ngerasa wajibin kydy ngepos artikel yang diambil dari link ini Curhat aa Opik Soal Bulu Tangkis Nasional

***

WUHAN, Kompas.com - Pemain senior Taufik Hidayat menganggap ada permainan politik yang terlalu jauh di dunia bulu tangkis Indonesia dan menyebabkan prestasi terus merosot.

"Ini mungkin serupa dengan yang terjadi di Malaysia," kata Taufik kepada media massa Malaysia, Jumat setelah Indonesia tersingkir oleh Jepang di perempatfinal Piala Thomas. "Kita semua telah kehilangan komitmen terhadap perkembangan olah raga ini dan hal itu tersus merosot setiap tahun," lanjut Taufik yang pernah meraih medali emas Olimpiade 2004 lalu.

"Saat saya (akan) mundur, Indonesia tinggal bergantung kepada Simon Santoso dan Hayom (Rumbaka).  Yang lainnya mana? Hayom pun ternyata tidak mampu mengatasi tekanan yang berat," kata Taufik lagi.

"Markis-Hendra (Setiawan) bahkan menolak tampil di Olimpiade London. Mereka bisa lolos apabila mengikuti Australia Terbuka lalu. Di mana komitmen mereka?" ungkapnya. "PBSI harus bekerja lebih keras lagi untuk mencari pemain-pemain berkualitas. Budaya yang sekarang berkembang harus segera diubah."

Namun  Taufik juga mengkhawatirkan perkembangan bulu tangkis secara global. Menurut dia, federasi bulu tangkis dunia (BWF) harus mengubah peraturan kualaifikasi Olimpiade yang ada. "Mereka harus mengubah dan memperketat peraturan mereka.  Saya muak melihat taktik walkover yang sering dilakukan saat terjadi pertandingan antarsesama pemain China."
"PBSI harus bekerja lebih keras lagi untuk mencari pemain-pemain berkualitas. Budaya yang sekarang berkembang harus segera diubah.
 

Pendukung Musiman vs Pendukung Setia


*prolog*
Ceritanya ada perhelatan satu kejuaraan internasional dimana Negara kita ambil bagian.  Taruhlah ada K dan M yang sama-sama mengikuti ajang ini dari awal.  Seiring bergulirnya waktu, tanpa terasa pertandingan demi pertandingan pun telah bergulir dan kini memasuki fase knock-out.  Artinya, satu demi satu tim peserta akan berguguran.  

Nah, dalam suatu pertandingan sengit di perempatfinal ternyata tim kebanggaan Negara K dan M mesti terhenti langkahnya.  Sejarah yang bisa dikatakan mencoreng reputasi yang telah terbangun sejak 54 tahun terakhir: gagal lolos ke semi final.  

Sejak kekalahan yang bagi sebagian orang dianggap memalukan tersebut (kalau nyesek mah pasti), si K tetap lanjut menyaksikan hingga laga final.  Sementara si M, begitu kalah, sudah ogah-ogahan nonton dengan alas an tidak ada lagi yang bisa dan harus didukung.  

Nah, kira-kira apa sih makna dibalik kisah di atas? 

Jadi si K itu mewakili mereka yang betul-betul menggemari olah raga yang sedang dipertandingkan tersebut.  Sedangkan M, mewakili mereka yang suka tiba-tiba jadi berasa paling nasionalis dan ujug-ujug ‘suka’ sama oleh raga tersebut karena membawa nama Negara.  Salah? Enggak juga sih, Cuma penonton jenis kedua ini tipe pendukung tentative atau musiman.  Jadi mereka ya suka pas tim dukungannya lagi jaya-jayanya secara tiba-tiba, dan bisa begitu saja hilang animonya ketika sang tim (yang ceritanya) kebangaan terhenti di fase tertentu.  Sementara, si K itu masuk e dalam tipe pendukung setia, pendukung tetap.  Jadi, no matter what, karena dia emang pada dasarnya suka sama olah raganya, maka nilai plus ketika tim kebangaannya melenggang hingga partai puncak, tapi sekalipun gagal tidak menyurutkan minatnya untuk terus mengikuti pertandingan demi pertandingan hingga akhir.
***

Cinta Pada Pandangan Pertama

Sebenarnya tulisan di atas penulis dedikasikan untuk bulu tangkis nasional, olah raga yang sedari dulu mencuri perhatian penulis.  Penulis sama sekali gak jago main olah raga ini, tapi ketertarikan penulis terhadap olah raga tepak bulu ini sangat-sangat besar.  Dulunya sih padahal apa coba sekitar tahun 1997-1998 ketika pertama kali penulis menyadari keberadaan olah raga ini.  Umur penulis yang masih 7-8 th memang sudah bisa mencerna olah raga ini gitu? Namun begitulah sejak melihat pertandingan antara aa Opik yg masih abege saat itu melawan entah siapa di partai penentu Thomas Cup kecintaan dan ketertarikan terhadap olah raga satu ini semakin dan semakin tumbuh.  Bahkan ketika memasuki tahun 2000-an, saat prestasi perbulutangkisan tanah air yang makin merosot saban tahunnya, ketertarikan ini tak pernah luntur barang secuil.  Pun hari ini, bahkan sampai kemarin ketika secara kompak tim Piala Thomas & Uber  kita harus menelan pil pahit dikalahkan jepang di perempat final.  Bagi tim Uber, mungkin tidak seberapa mengejutkan mengingat posisinya yang sebagai underdog, tapi sebaliknya bagi tim Thomas yang justru diunggulkan.  Hasil tersebut menyisakan kekecewaan bagi banyak pihak, pun penulis.  Tapi, karena dasar kecintaan terhadap olah raga ini (bukan semata tim nasional), maka kekecewaan itu tidak berlarut hingga memutuskan berhenti menonton ajang Piala Thomas & Uber tersebut.  Bagi penulis adalah suatu kebahagiaan bisa menikmati pertandingan kelas dunia yang dimainkan pemain kelas dunia pula.  Bukan, bukan semat masalah nasionalisme karena toh nasionalisme itu semsetinya sudah secara otomatis tertanam dalam setiap diri anak bangsa.  Jadi, bukan menjadikan nasionalisme sebagai tameng untuk berhenti menyaksikan permainan berkelas di ajang Thomas Uber Cup pasca kekalahan tim nasional.  Hello, bulu tangkis bukan hanya milik Indonesia. Look! If you are really have a deep and big passion of this kind of sport (badminton), you will feel disappointed when you have no chance to watch several GREAT MATCHES!  Believe me! 
***

*epilog*
Emosional BGT gak sih tulisan di atas? Penulis Cuma tiba-tiba kepikiran dan ngerasa pingin dan emang perlu dibagikan perasaa yang sudah terlampau mendesak ingin dilkeluarkan ini.  Tapi, mohon dimaklumi ya, postingan ini emang sangat sangat personal bagi penulis pribadi.  Bukan ingin menyoroti kondisi bulu tangki nasional, tapi lebih kepada pendukungnya itu sendiri.  Suka geli aja soalnya kalau ada jenis pendukung kayak si M yang musiman tapi suka berasa sok iya dan paling tau gitu, geli dan gemesin!  Akhirul statement, no matter how and what, badminton never dies for me personally, GO BADMINTON GO!

Minggu, 20 Mei 2012

Broken Heart: Antara Keikhlasan & Ketulusan


Kisah klasik percintaan berbalut konflik persahabatan dengan penyakit sebagai bumbunya.  Kalau bukan factor aa Reza, entah penulis masih berminat atau tidak.  Sekali lagi, yang pertama dan terutama yakni factor aa Reza, yang kedua faktor Melly Goeslow *suka sama soundtrack aransemenan doski*.  Lanjutin ya, jadi ceritanya seorang editor cantik nan seksi *gak percaya nonton aja, tapi awas JANGAN BAWA ANAK KECIL* bernama Olivia (Julie Estelle) baru saja ditinggal tanpa kabar oleh sang kekasih, Jamie (Reza Rahardian).  Di saat itulah seorang penulis Best Seller benama Aryo (Darius Sinatrhya) pun muncul “mengganggu” hari-harinya.  Sempat mengalami penolakan, toh ekdekatan antara dua insane yang kemudian saling mencintai itu pun tak dapat terhindarkan.  Jadi, tak ada Jamie, Aryo pun jadi!

Selain ketiga tokoh di atas, porsi tokoh lain seperti geng gong-nya si Oliv sama keluarganya Jamie cuma dapet jatah yang kayaknya gak lebih dari 10 menit dari durasi yang sampai 90 menit.  Keliatan kan kalau ketiga tokoh saling terkait dengan seolah-olah menempatkan Oliv di tengah-tengah segitiga siku-siku.  Okay, kita ibaratkan hubungan ketiga tokohnya dengan segitiga.  Andaikata si segitiga dianggap siku-siku, maka Oliv di tengah.  Namun, jika ia sama sisi berarti semuanya bisa menjadi pusat.  Akan tetapi, penulis sendiri lebih sepakat menamai segitiga ini sebagai segitiga sama kaki dengan Jamie yang berada di tengah-tengahnya. 

Kenapa Jamie? Karena Olivia adalah kekasihnya, sementara Aryo  adalah sahabatnya.  Rasa sayang keduanya ke Jamie sama besarannya dengan rasa sayang Jamie pada keduanya.  Tapi, Oliv dan Aryo pun kemudian saling menyayangi dengan kadar yang berbeda dengan rasa sayang Aryo-Jamie ataupun Oliv-Jamie.  Seiring waktu hubungan mereka sampai pada titik terumit bak hubungan Irwan-Sika-Fey Pilih-Pilih Mnatu *laah*.  Jamie yang awalnya meminta Aryo untuk mencintai Oliv ehh tiba-tiba malah memintanya memutuskan Oliv yang baru aja sembuh dari luka karena ditinggal Jamie.  Padahal Aryo udah kadung sayang ma Oliv, pun sebaliknya.  Di titik yang jadi klimaksnya ini yang paling agalau adalah Aryo yang dihadapkan pada pilihan klasik: Persahabatan atau Cinta.  Nah, yang paling egois ya Jamie.  Oliv? Paling innocent, objek, yang cuma tahu-tahu ada cinta baru, tahu-tahu patah hati lagi.

Kenapa coba Jamie kudu merelakan Oliv dipacarin Aryo, sahabatnya sendiri?  Apalagi kalo bukan karena si Jamie ini divonis menderita Anorexia Nervosa.  Penyakit yang digambarkan bikin doi gemetar, perut membuncit, bibir pias sepias-piasnya, muka udah bikin gak nafsu *eehh*.  Jadi tadinya si Jamie pengen ada yang gantiin ngejagain dan membahagiakan Oliv, apalagi ketika ia sudah tiada *maklum divonis gak lama lagi oleh dokter, konon*.  Tapi, seiring waktu ia masih gak rela melihat wanita yang dicintainya makin mesra dengan sahabatnya sendiri.  Tidak jelas juga mengapa si Jamie ujug-ujug mengidap penyakit ini.  Sampai akhirnya Jamie minta mereka putus, Aryo gak tahan untuk membongkar semua rahasia tentang dirinya dan Jamie, Jamie yang pingsan ‘kabur’ ke Semarang, Aryo yang menyusul di tengah kepanikan kemudian……*apa coba??* enk ink enk…seratus buat Anda!  Something happened to one of them! Totally fatal!  Penasaran? Nonton gih ke bioksop terdekat kesayangan Anda! J

***
Well, nonton film ini jujur aja penulis sedikit kecewa.  Kecewa dalam artian apa yang penulis tonton itu tidak sesuai dengan ekspektasi penulis.  Katanya aa Reza main di film ini karena ada faktor apalah gitu mengingat ini jenis genre film romantic yang klasik.  Persahabatan dan penyakit, mau gak klasik gimana, iya gak sih?  Penulis fikir dengan tiga pengisi jajaran cast utama film ini bakal memberikan sesuatu yang lebih dari sekedar kisah cinta, drama romantic kebanyakan dengan plot dan formula yang hamper sama.  Tapi ternyata?  Kalau gak mau dibilang sama, ya gak jauh beda lah begitu.  Malah, penulis cenderung banyak merasa bosan di beberapa scene, terutama yang meilbatkan Jamie dan Aryo.  Beberapa scene lainnya pun, kayak pas di awal saat Aryo PDKT ke Oliv, berasa terlalu slow.  Okay, penulis akui di beberapa scene emang berhasil mengundang air mata penulis, tapi seperti kata temen penulis “that’s it, setelah nangi the ya udah gak ada perasaan apa-apa lagi”, dan memang begitulah adanya.  Selain itu, penulis rada kurang sreg dengan pemilihan Darius di tokoh Aryo.  Ini sih personal ya, karena kadung melekat kalo doi sudah beristri dan beranak tiga, kayaknya bakal jauh klebih berasa dilemanya kalau yang main itu Vino G. Bastian atau Fedi Nuril misalnya, misalnya lho.  Ada lagi, penulis juga gak begitu paham ya kenapa tuh cast ceweknya mesti berkostum serba mini begitu.  *to be continue*