Rabu, 29 Juni 2011

Result Djarum Indonesia Open Premiere Super Series 2011: China Melanjutkan Kesusksesan di Singapore Open Super Series 2011 (Part 2)

Kebalikan dari Indonesia, hasil yang diperoleh China di DIOPSS tahun ini bisa dibilang menabjubkan. Betapa tidak dari lima gelar yang diperebutkan, China Berhasil merebut empat gelar. Hebatnya lagi satu diantaranya didapat dari pertandingan all-China Final di Ganda Putra yang mempertemukan ganda peringkat 1 dunia Cai Yun/Fu Haifeng dan juniornya Chai Biao/Guo Zhendong. Hanya tunggal putra yang memang tanpa wakil di final yang lepas dari genggaman China.

Hasil ini menyamai sukses yang diperoleh tim asuhan Li Yong Bo di gelaran Singapore Open pekan lalu. Saat itu mereka pun berhasil merebut empat dari lima gelar yang dipertandingkan. Bedanya, jika di DIOPSS kemarin satu-satu nya gelar yang lepas ialah di Tunggal Putra, di SOSS mereka kehilangan gelar di Ganda Campuran. Sedangakan persamaannya yakni dua gelar yang lepas dari genggaman di dua gelaran tersebut terjadi di partai yang tanpa ada wakil China nya di final. Artinya China sukses merebut delapan dari sepuluh gelar yang diperebutkan di dua turnamen Super Series terakhir. Hebatnya lagi delapan gelar tersebut berasal dari sepuluh wakilnya di final. Hal ini menandakan bahwa China tidak pernah kehilangan satu partai pun di final kedua turnamen tersebut.

Meski demikian, selain di Ganda putra-putri masing-masing melalui pasangan Cai Yun/Fu Haifeng dan Wang Xiaoli/Yu Yang, juara di partai lain DIOPSS dan SOSStidak sama. Tunggal putri yang di SOSS lalu dimenangi leh pemain periingkat 2 dunia, Wang Xin, di DIOPSS ini ustru dimenangkan oleh Wang Yihan yang peringkat tiga dunia. Jika di SOSS Chen Jin memenangi “perang saudara tanpa keringat” di tunggal putra, di DIOPSS pasangan kekasih Zhang Nan/Zhao Yunlei berhasil melakukan revenge pada ganda tuan rumah Tantowi Ahmad/Liliyana Natsir yang pekan sebelumnya mengalahkan mereka di semi final SOSS.

Kesuksesan China membukukkan empat kemenangan di dua tunamen SS berturut-turut ini sekaligus memperkuat dominasi China. Bahkan hasil positif di kedua turnamen SS tsb mampu mengatrol peringkat dunia beberapa pemain semisal Cai Yun/Fu Haifeng yang kini bertengger di peringkat 1 dunia (naik tiga tingkat). Maka, kini China bukan hanya endominasi gelar juara di berbagai event kejuaraan BWF, melainkan uga mendominasi peringkat dunia. Status Cai/Fu sebagai Ganda Putra peringkat 1 dunia melengkapi sukses China menguasai peringkat dunia di hampir semua nomor. Sebelumnya trio Wang: Wang Shixian, Wang Xin, Wang Yihan di tunggal putrid, Wang Xiaoli/Yu Yang, serta Zhang Nan/Zhao Yunlei telah lebih dahulu menghuni peringkat 1 dunia. Terbukti bahwa peringkat para pemain China itu sejalan dengan prestasi yang mereka torehkan di berbagai kejuaraan. Sekalipun juara dari satu turnamen ke turnaen yang lain bukan merupakan pemain yang sama (baca: itu-itu lagi), namun China merupakan Negara yang konsisten meraih gelar di seluruh turnamen yang diikutinya.

Diakui atau tidak dominasi China hari ini begitu kentara, dan ironisnya belum ada satu negarapun yang mampu minimal mengimbanginya. Satu hal yang bisa membuat final suatu kejuaraan bebas dari unsure China yakni bila China absen di kejuaraan tersebut! Selama China ikut serta setidaknya mereka pasti akan menempatkan wakilnya di final dan sejauh ini China selalu kebagian gelar di semua ajang yang diikutinya. Hal ini tentu tak lepas dari baiknya regenerasi dan pembinaan yang terpola. Jika era Xie Xinfang dkk kini sudah digantikan oleh trio Wang, era Lin Dan akan segera digantikan oleh Wang Zheming dkk, Chai Biao/Guo Zendong bersiap meggtikan Cai/Fu, serta banyak alternative pilihan pasangan di ganda putri selain Wang Xiaoli/Yu Yang seperti Zhao Yunlei/Tian Qin, juga Zhang Nan/Zhao Yunlei dan Tao Jianming/Tian Qing menggantikan He Hanbin/Yu Yang.

Hasil Lengakap DIOPSS 2011

1. Ganda Putra: Perang Saudara Senior vs Junior

Cai Yun/Fu Haifeng (CHN) vs Chai Biao/Guo Zhendong (CHN) 21-13, 21-12

Pertarungan ini memang layak dijuduli sebagai duel senior vs junior karena memang begitulah faktanya. Chai/Guo memang merupakan junior Cai/Fu. Final sesama Negara umumnya tidak seseru final beda Negara. Namun, duel senior-junior ini meski tidak begit ketat tapi tetap berlangsung seru. Meski pada kahirnya Cai/Fu yang memenangi pertandingan, tetapi sang junior pun telah memebrikan perlawanna yang cukup alaot terutama di set pertama. Uniknya kedua pasangan ini melaju ke final setelah di semi final sama-sama mengalahkan ganda tuan runah. Cai/Fu mengalahkan ganda senior Markis Kido/Hendra Setiawan; sementara juniornya M.Ahsan/Bona Sepatano juga dikalahkan oleh pasangan muda Chai/Guo. Meski demikian dukungan dan antusiasme penonton tuan rumah masih tetap mengalir untuk kedua pasangan ini.

2. Tunggal Putri: Gagalnya Misi Hattrick Saina

Wang Yihan (CHN) vs Saina Nehwal (IND)

Saina yang bertekad membukukkan hattrick setelah meraih sukses di dua gelaran Indonesia Open sebelumnya harus mengakui keunggulan tunggal ketiga China Wang Yihan. Setelah sempat memimpin 21-12 di set pertama dan mencetak match point di set kedua, sayang dua set tersisa akhirnya menjadi milik Wang Yihan 25-23, 21-14. Menurut Saina menurunnya permainannya di dua set terakhir bisa jadi akibat faktor kelelahan setelah bermain maraton di tiga turnamen tanpa jeda. Sayang memang mengingat di set pertama ia bermain dengan meyakinkan. Namun, patut diakui permainan Wang Yihan sendiri begitu baik sehingga ia bisa balik merebut dua set terakhir hingga kahirnya keluar sebagai juara.

3. Tunggal Putra: Antiklimaks Bagi Gade

Lee Chong Wei (MAS) vs Peter Gade (DEN)

Inilah salah satu partai yang diprediksi akan berlangsung seru. Meskipun LCW merupakan pemain nomor 1 duni saat ini, namun segudang pengalaman dan catatan prestasi yang dimilikinya membuat Gade dianggap mampu setidaknya mengimbangi permainan LCW. Meskipun pada akhirnya tetap LCW yang memenangi pertandingan, minimal Gade bisa memberikan perlawanan yang ketat padanya. Terlebih keberhasilannya melewati pemain unggulan lain seperti Taufik Hidayat (INA) di perempat final dan Sho Sasaki (JPN) di semi final sebelum mencapai final berhadapan dengan LCW. Akan tetapi sayang sungguh sayang, justru di final ini permainan Gade seperti antiklimaks sehinga LCW tidak mendapat kesulitan berarti untuk menyudahi pertandingan sekaligus memastikan hattrick-nya di DIOPSS ini dalam dua set 21-11, 21-7. Gade terlihat kesulitan mengembangan permainannya sehingga ia selalu tertinggal jauh dari LCW dan membuat pertandingan ini menjadi vcenderung membosankan. LCW sendiri bermain dengan sangat baik di final sehingga iia pun memang layak mendapatkan gelar ketiganya berturut-turut di Indonesia Open.

4. Ganda Putri: Pertarungan Beda Kelas

Wang Xiaoli/Yu Yang (CHN) vs Vita Marissa/Nadya Melati (INA)

Pertarungan yang tidak seimbang antara pasangan nomor 1 dunia melawan satu-satu nya pasangan non unggulan di final DIOPSS tahun ini. Vita/Nadya yang bermain gemilang di semi final melawan ganda Jepang sehari sebelumnya seperti melempem di final ini. Serobotan-serobotan Vita di depan serta jumping smash-nya Nadya di belakang tidal lagi seatraktif di semi final. Selain kokohnya kekuatan lawan, masih lemahnya mental bermain Nadya yang masih terbilang pemain muda menjadi penyebab gagalnya pasangan Indonesia merebut kemenangan di final. Nadya berkali-kali melakukan error, entah itu bolanya nyangkut di net ataupun keluar lapangan.

5. Ganda Campuran: Revenge Zhang Nan/Zhao Yunlei

Zhang Nan/Zhao Yunlei (CHN) vs Tantowi Ahmad/Liliyana Natsir (INA)

Setelah tumbangnya pasangan Vita/Nadya di Ganda Putri harapan terakhir ada di Ganda Campuran yang merupakan partai terakhir yang mempertemukan ganda terbaik tuan rumah Tantowi Ahmad/Liliyana Natsir dengan ganda nomor satu dunia Zhang Nan/Zhao Yunlei. Partai ini sekaligus merupakan ulangan semifinal SOSS pekan sebelumnnya. Saat itu, Tantowi/Lili sukses mempercundangi Zhang/Zhao dengan straight set. Namun, lain dulu lain sekarang. Di DIOPSS ini ganda China tersebut dengan sukses membalas kekalahan mereka di SOSS. Mereka berhasil melakukan revenge di hadapan publik tuan rumah dengan meanklukan ganda unglan tuan rumah dengan rubber set 20-22, 21-15, 21-9. Meski sempat tertinggal 20-22 di game pertama serta diawali performa yang kurang meyakinkan dari Zhao Yunlei, pasangan China ini mampu bangkit dan membalikkan keadaan di duaset berikutnya. Malah, di set terakhir Tantowi/Lili seperti dibuat tak berdaya hingga kalah dengan selisih angka yang mencolok. Padahal juara All England ini bukan hanya melawan juara SOSS, melainkan juga melawan ‘serangan’ publik tuan rumah. Namun, disanalah terlihat bahwa mental pemain China memang sangat baik terbukti dari kemampuan mereka mengatasai tekanan dari penonton ISTORA yang notabene pendukung setia Indonesia. Meski demikian, apresiasi tetap layak diberikan pada Tantowi/Lili yang telah berjuang semaksimal mungkin. Memang, di final kemarin, kedua pasangan ini cukup banjir error berbeda dengan saat di semi final melawan Thomas Laybourn/Kamilla Ryther Juhl (DEN), tetapi bisa jadi faktor kelelahan bermain di tiga turnamn berturut-turut seperti halnya Saina menjadi pemicu kekalahan mereka. Apalagi di sua turnamen terakhir mereka berturut-turut mlaju hingga final berbeda dengan pemain China yang sempat absen di Thailand GPG di awal Juni. Bagaimanapun, ke depan masih banyak turnamen yang akan dihelat termasuk yang terdekat ialah kejuaraan dunia di Londond awal Agustus nanti. Mudah-mudahan para pemain Indonesia bisa memperbaiki dan meningkatkan prestasinya di ajang tsb.

Result Djarum Indonesia Open Premiere Super Series 2011: Hattrick Puasa gelar Bagi Indonesia! (Part 1)

Setelah tanpa gelar di dua gelaran Indonesia Open sebelumnya (2009 dan 2010), tahun ini Indonesia memperpanjang puasa gelarnya dengan kembali tanpa gelar di perhelatan Djarum Indonesia Open Premiere Super Series. Bahkan, hasil yang sama tiga kali berturut-turut ini membuat Indonesia sukses membukukkan hattrick puasa gelar di rumah sendiri! Hasil tersebut sekaligus mengagalkan pembuktian-pembuktian bagi Indonesia itu sendiri di ajang DIOPSS tahun ini.

Final dibuka oleh perang saudara sesame Ganda China di Ganda Putra antara Cai Yun/Fu Haifeng berhadapan dengan juniornya Chai Biao/Guo Zhendong yang berlangsung dalam dua set dan dienangkan oleh sang senior. Dilanjutkan dengan tunggal putri yang mempertemukan unggulan empat Saina Nehwal asal India dengan tunggal China unggulan ketiga Wang Yihan yang berkesudahan dengan kemenangan tiga set untuk tunggal dataran Tiongkok. Setelah itu di partai ketiga saling berhadapan dua legenda bulu tangkis dari sua benua berbeda Lee Chong Wei sang peringkat pertama asa Malaysia dan tunggal utama Denmark Peter Gade yang berakhir dengan kemangan bagi LCW melalui straight set. Selanjutnya partai keempat di Ganda Putri antara ganda tuan rumah non unggulan Vita Marissa/Nadya Melati menantang unggulan pertama asal China Wang Xiaoli/Yu Yang yang akhirnya menang cukup mudah dalam dua set atas ganda tuan rumah. Dan di partai terakhir, ganda kebanggaan tuan rumah Tantowi Ahmad/Liliyana Natsir yang diunggulkan di posisi keempat ditantang ganda China unggulan pertama Zhang Nan/Zhao Yunlei yang berakhir untuk kemengan sang unggulan pertama.

China sukses meraih empatdari lima gelar yang dipertandingkan di DIOPSS 2011 ini, sedangkan satu gelar tersisa menjadi milik Malaysia melalui Lee Chong Wei yang sukses membukukkan hattrick di ajang DIOPSS ini. Di saat China kembali Berjaya, dilain pihak tuan rumah kembali harus gigit jari karena lai-lagi tak kebagian gelar di rumah sendiri untuk ketiga kalinya secara berturut-turut. Padahal Indonesia sukses melolosakan dua wakilnya di final Vita Marissa/Nadya Melati di Ganda Putri serta Tantowi Ahmad/Liliyana Natsir di Ganda Campuran. Memang, Vita/Nadya tidak begitu diunggulkan mengingat status mereka sebagai non unggulan dan tangguhnya keuatan sang lawan yang mrupakan pemain peringkat satu dunia. Sebaliknya Tantowi/Lili lebih diunggulkan merajuk pada prestasi postitifnya di dua jang terakhir sebelum berlangsungnya DIOPSS ini: Thailand GPG dan Singapore Open.

Sayangnya Tantowi/Lili yang menjadi harapan Indonesia setelah Vita/Nadya tak mampu menembus dominasi China pun akhirnya tak bisa mengulang hasil maksimal yang ditorehkan di tiga ajang terakhir yang mereka ikuti. Sempat memimpin di set awal, dua set terakhir hasrus rela dilepaskan untuk sang lawan akibat dari banyaknya kesalahan sendiri yang dilakukan pasngan tuan rumah ini, terutama Tantowi. Bisa jadi selain faktor kelelahan setelah bermain marathon di tiga turnamen berturut-turut, faktor mental menjadi kelemahan Indonesia lainnya. Bermain di hadapan 9000 pasang mata yang menyaksikan langsung di ISTORA denga riuh rendahnya meneriakan dukungan bagi pasangan tuan rumah tentu menjadi amunisi sekaligus boomerang. Amunisi karena di satu sisi bsa menambah semangat juang pemain di lapangan, menjadi boomerang di lian sisi karena menadi tekanan tersendiri. Apalagi partai ganda campuran ini ditempatkan di terakhir.

Okelah, secara komersil memang mengntungkan. Maksudnya bisa jadi ini startegi untuk membuat penonton setia di kursinya masing-masing hingga partai terakhir. Namun, stategi ini pun menjadikan beban yang dipikul Tantowi/Lili semakin berat. Mereka yang memang sudah diunggulakn untuk meraih gelar sedari awal meski terbebani dengan kekalahn Vita/Nadya di partai sebelumnya yang berarti kini merekalah harapan satu-satunya. Ditambah lagi fakta bahwa China telah meraih tiga dari kemungkinan empat gelar yang diraihnya membuat harapan publik agar mereka mampu mengagalkan misi China meraih gelar keempatnya meningkat yang pada akhirnya juga menambah beban juara SOSS ini. Beban yang sebegitu beratnya ditambah menta bertanding yang belum stabil membuat pasangan ini tidak mampu menampilkan performa terbaiknya sperti di partai-partai sebelumnya.

Andai saja partai ini ditempatkan di awal, mungki hasilnya akan lain. Kans untuk menangnya lebih terbuka mengingat belum ada hasil pertandingan yang secara tidak langsung akan mempengaruhi performa mereka terutama dari sisi mental. Dan malah bisa saja mengubah pula hasil di Ganda Putri. Kemenangan di Ganda Campuran diharapkan mampu memicu motivasi Vita/Nadya sehingga setidaknya meski kalah, angkanya ketat. Itu memang hanya kemungkinan terbaik, sementara kemungkinan terburuk ya sama-sama tanpa gelar, bahkan bisa lebih buruk karena penonton sudah kadung kecewa dengan hasil tsb samapai-sampai kehilangan hasrat untuk tetap menonton dan memutuskan meninggalkan ISTORA dengan masih banyak partai tersisa sehingga final DIOPSS ini layaknya acara pemakaman nan sepi (kan namanya terburuk jadi ya beginilah kemungkinannya..heu).

Maka tidak heran bila partai yang bisa dikataan salah satu yang terseru selain di Tunggal Putri ini pada kairnya ditempatkan sebagai partai terakhir. Hasil kesepakatan penyelenggara dan pemegng hak siar sepertinya. Kan bagi penyelenggara tidak begitu rugi juga bila penonton sudah “caw” sebelum pertandingan usai toh uang tiket tidak bisa ditarik kembali karena mereka tidak menyaksikan hingga usai. Sebaliknya, bagi pihak televisi mungkin saja akan merugikan mengingat semakin sedikitnya penonton yang menyaksikan ajang tsb via TV, maka semakin kecil share-nya sehingga makin sedikit iklannya, dan rugilah mereka! Apalagi alokasi waktu selama lima jam siaran bukanlah waktu yang singkat. Padahal,bagi para pecinta bulua tangkis sejati kekalahan pemain Indonesia tidak akan menyurutkan semangat untuk menyaksikan pertandingan hingg partai terakhir sekalipun mempertemukan final sesame Negara lain! Meskipun begitu, yaa anggap saja bahwa itulah urutan yang dianggap terbaik bagi semua pihak (lagian udah kejadian uga kan yaaaa).

Sat hal yang psti harus dibenahi oleh para pemain Indonesai umumya dan PBSI khususnya sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas pekembangan dan kemajuan bulu tangkis tanah air yakni pembenahan mental dan pengekfektivan regenerasi. Mental, ya, mental, lagi-lagi mental. Sejak beberapa tahun terakhir masalah mental inilah yang kerap kali menjadi titik lemah para pemain Indonesia di berbagai event kejuaraan. Memang, pemain hanyalah manusia yang tak sempurna, tak lepas dari kesalahan, namun bila terjadi terus-terusan??? Sering kali ketika pemain Indonesia telah leading jauh dari lawannya mereka bisa terkejar bahkan balik disusul oleh lawan-lawannya sehingga kemenangan yang di depan mata pun kadang sirna seketika. Disamping itu, lemahnya mental bertanding kerap kali mebuat pemain menjadi melempem di babak selanjutnya padahal bermain sangat baik di partai sebelumnya. Pun mudahnya tersulut emosi yang ujung-unjungnya mengganggu konsentrasi pemain sehingga mudah mati sendiri. Bagimanapun faktor mantal bisa manjadi salah satu faktor kunci dalam suatu pertandingan. Teknik dan kualitas yang mumpuni kadang bisa lulu lantak oleh mental bertanding yang buruk.

Faktor lain yang harus dibenahi yakni dalam masalah pembinaan. Saat ini terutama di tunggal baik putra maupun putri Indonesia sepertinya sudah mulai kehaabisan sosok pemian unggulan. Taufik Hidayat yang selama ini mejadi tumpuan utama Indonesia di tunggal putra menurut kabar akan gantung raket pasca Olimpiade London tahun depan. Sementara penampilan Simon Santoso tidak stabil. Sony pun belum bangkit lagi setelah terbekap cedera berkepanjangan, terakhir ia malah tersingkir di babak awal DIOPSS. Sedangkan Hayom masih butuh banyak bertanding guna memperkaya pengalaman, meningkatkan mental dan teknik bertanding. Adapun di sektor putri, sampai saat ini Ardianti Firdasari masih merupakan yang terbaik. Selain Firda sebetulnya ada Maria Kristin yang sayangnya juga dibekap cedera panjang seperti halnya Sony. Sementara tunggal putrid lainnya belum mampu menunjukkan prestasi yang membanggakan.

Jikalau Indonesia tidak mau semakin tertinggal jauh dari China, dan tak ingin kembali memperpanjang rekor puasa gelar di DIOPSS tahun depan, maka PBSI harus mampu mengatasi kedua hal di atas. Pembenahan terhadap dua faktor di atas insya Allah akan mampu memperbaiki prestasi bulu tangkis Indonesia. Bagaimanapun Indonesia masih merupakan salah satu negara yang mendominasi peta bulu tangkis dunia bersama China, Korea, dan Denmark. Serangkaian sejarah ppanjang tentang pretasi para pebulutangkis Indnesia di masa lalu manjadi hal yang tak terpisahkan dari Indonesia. Selain PBSI, pemerintah, khussnya MENPORA harus bisa memberikan perhatian lebih dan mendukung penuh perbulutangkiasan tanah air sbagai ikon olah raga nasional di dunia internasional. Betapapun, prestasi positif bulu tangkis Indonesia di kancah internasional secara tidak langsung telah mengangkat dan menghrumkan nama Indonesia itu sendiri. Maka, mari dukung terus BULU TANGKIS NASIONAL! :))